Menulis, Seni Menuangkan Ide
Kemarin saya mengikuti webinar yang diadakan oleh Perpustakaan Nasional Indonesia atau disingkat Perpusnas. Materi soal menulis, dengan tajuk "Menulis, Seni Menuangkan Ide". Pada acara yang berlangsung virtual hari senin (24/21). Banyak penulis-penulis nusantara yang menjadi pemateri dalam diskusi tersebut. Intinya, mereka berdedikasi mencerdaskan bangsa melalui literasi. Melalui kecakapan membaca dan menulis.
Menghasilkan sesuatu yang hebat serta menginspirasi tentu perlu proses.
Agar bisa menjadi karya utuh, butuh waktu dan proses didalamnya. Baik penulis profesional maupun penulis pemula pasti berpacu dengan waktu. Waktu inilah yang akan memastikan seorang penulis dapat menyelesaikan kewajibannya. Ya, semua pasti mengalami proses ini.
Tajuk menulis, seni menuangkan ide merupakan bagian dari seorang penulis atau pengarang buku. Menulis itu butuh energi dan waktu. Jikalau kita memiliki energi yang tidak cukup, akan sulit bagi kita untuk hasilkan karya. Dalam hal ini, menyangkut suasana hati.
Bicara soal hati, setiap kita punya. Hati ini jika terluka pasti tubuh yang lain akan merasakannya. Misalnya, putus dengan pacar. Apalagi putus pas sedang sayang-sayangnya. Uuuhh...Pasti. Seketika suasana hati akan memberikan respon yang berbeda.
Dalam hal menulis juga sama, untuk tetap produktif menuangkan ide. Suasana hati perlu kita jaga atau kontrol dengan baik, dan mampu mendukung proses kreativitas kita.
Sekarang, bicara soal seni menuangkan ide. Ada penulis yang menuangkan idenya pada saat-saat tertentu saja, misal setiap hari senin. Artinya, ia menulis pada hari tertentu saja. Selain itu, ada pula penulis profesional yang bekerja penuh waktu. Dalam situasi atau suasana hati apapun, ia tetap menuangkan ide-idenya.
Pengalaman saya bertemu dan belajar bersama penulis Indonesia.
Beberapa penulis profesional yang pernah saya jumpai seperti bapak Masri, Dodi Mawardi, Pepih Nugraha, Arie Saptaji, Ibu Naning Pranoto. Mereka adalah penulis profesional yang telah menemukan panggilan jiwa mereka. Untuk sampai pada tahap mereka, akan ada proses yang dilalui.
Menuangkan ide tidak sembarangan. Sebagai perspektif perenungan kita, jika ada satu gelas yang berisikan air setengah penuh atau setengah kosong. Apa yang Anda lihat terlebih dahulu? Gelas setengah penuh ataukah gelas setengah kosong? Jawaban tergantung Anda ...
Sama halnya dengan seni menuangkan ide kedalam tulisan. Jika suatu waktu kita mengalami situasi sulit menuangkan ide. Keputusan seperti apa yang akan kita ambil. Atau perspektif apa yang akan digunakan. Jika kita melihat ide itu 'setengah penuh' berarti kita masih mampu menyelesaikan naskah kita, tapi jika kita melihat dengan perspektif ide 'setengah kosong', berarti kita membiarkan diri kita terperangkap dalam sikap pesimis terhadap apa yang kita tulis.
Kiat menulis "setengah penuh" berikut bisa Anda terapkan;
- Setiap hari kita selalu dekat dengan banyak fenomenal yang bisa di angkat jadi tulisan.
- Rutin nulis apa saja topik yang kita kuasai.
- Pastikan Anda pembaca buku, karena menulis adalah pasangan membaca.
- Membaca ulang tulisan yang selesai Anda tulis.
- Susun waktu produktivitas Anda.
- Tulis! Tulis! Tulis! Ide yang hingap di pikiran Anda.
- Cari dan koleksi Kata-kata baru.
- Berani membagikan tulisan Anda pada orang lain.
Nah, untuk dapat menuangkan ide dengan baik. Kita perlu memperhatikan suasana hati kita tetap sehati. Sehingga apa yang kita tulis mampu terpatri dengan indah di hati pembaca. Menuangkan ide bisa melalui media apa saja, asalkan ide-ide itu membawa arti bagi pembaca.
***