Literasi

Perjalanan Penulis ke Krayan [1] Serunya Menulis di Tempat Sunyi

Jumat, 29 Januari 2021, 21:59 WIB
Dibaca 740
Perjalanan Penulis ke Krayan [1] Serunya Menulis di Tempat Sunyi
Persiapan Terbang di Bandara RA Bessing Malinau

Dodi Mawardi

Penulis senior

Menuju Kawasan Perbatasan Indonesia - Malaysia

Impian menjadi kenyataan. Sudah beberapa kali dapat cerita tentang eksotisnya Krayan. Daerah terpencil yang tak mudah dijangkau di perbatasan Kalimantan Utara dengan Malaysia. Krayan berada di bawah otoritas Pemkab Nunukan. Di sana terdapat lima kecamatan hasil pemekaran dari Krayan Induk.

Cerita eksotis Krayan dimulai oleh kegiatan literasi keluarga besar Tipa Padan. Tak mudah membayangkan keluarga di pelosok itu melek literasi. Sungguh, tak mudah. Bagaimana mungkin warga di lokasi yang akses transportasinya hanya melalui udara punya semangat literasi begitu tinggi? Mengalahkan sebagian besar warga kota? Faktanya demikian. Mereka berhasil menerbitkan buku melalui penerbit Gramedia dan mendapatkan Rekor MURI.

Mereka belajar menulis dan menerbitkan buku di kawasan yang sunyi, teduh, damai, dan menenteramkan hati. Di suatu pondok (dinamai Pondok Biru) di tengah padang ladang yang dikelilingi hutan belantara Borneo, sedikit di luar kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang. Satu-satunya kawasan di Borneo, yang hutannya masih amat perawan.

 

Sungguh, menulis di kesunyian adalah situasi idaman sebagian besar penulis. Termasuk saya. Ketika mendengar cerita itu, dalam hati bertekad, "Suatu hari harus ke sana!"

Manakala Dr. Yansen TP., Bupati Malinau yang baru saja memenangkan Pilkada Kaltara sebagai Wagub terpilih, mengajak ke sana, tak ada jawaban lain kecuali menganggukkan kepala dalam-dalam. Ya, impian akan segera menjadi kenyataan.  Membayangkan berada di tengah kesunyian hutan sebagai suatu kemewahan. Apalagi tak mudah untuk sampai di sana.

Selasa, 15 Desember 2020, kami (Pepih Nugraha, Saptono Rahardjo, dan saya) terbang ke Malinau Kaltara memenuhi undangan pak Yansen. Kawan penulis senior kami, Masri Sareb Putra menyusul keesokan harinya. Rabu siang itulah setibanya pak Masri, kami melanjutkan terbang ke Krayan.

 

Jarak Malinau - Krayan versi garis lurus Google Earth tak lebih dari 125 km. Melalui jalur darat, jarak yang ditempuh sekitar 220 km. Jarak itu dihabiskan pesawat jenis Kodiak milik maskapai MAF berkapasitas 8 orang, selama 25 menit saja.

Jika lewat darat, waktu yang dihabiskan berkisar antara sepekan sampai tiga pekan. Tergantung jenis kendaraan yang digunakan. Anda tak salah baca. Waktu tempuh jalur darat bisa hampir satu bulan. Silakan bayangkan betapa beratnya jalur darat. Padahal jika kondisi jalan normal, mungkin hanya perlu waktu empat jam saja.

Saya sudah berkali-kali berkunjung ke Malinau, suatu kabupaten yang baru berusia sekitar 20 tahun. Sebagian wilayah Malinau pun berbatasan dengan Malaysia. Saya sudah pernah juga melintas batas patok Indonesia - Malinau di kecamatan Kayan Selatan. Bercengkrama dengan tentara Diraja Malaysia yang berjaga di sana. Tentu, saya juga ditemani tentara Indonesia yang bertugas di tapal batas yang waktu itu di bawah komando pak Dandim Letkol Agus Bhakti (sekarang sudah Kolonel).

Namun, baru kali inilah saya akan menginjakkan kaki di Krayan... Kecamatan di Nunukan Kalimantan Utara yang dikenal keindahan alamnya, beras Sultan-nya, dan garam gunungnya. Dataran tinggi di perbatasan Indonesia dan Malaysia. 

(Bersambung....) 

***