Literasi

Hanya Guru?

Selasa, 4 Mei 2021, 14:13 WIB
Dibaca 623
Hanya Guru?
Guru (Sumber Gambar: https://media.suara.com/pictures/480x260/2019/12/24/78259-ilustrasi-guru-mengajar.jpg)

Di dalam bahasa India, guru bukanlah berarti sekadar pengajar. Ia mewakili segala keutamaan tentang seseorang, yang mendedikasikan ilmu dan pengetahuan, jiwa dan raganya, bagi para pencari kebenaran dalam menemukan jalan-jalan spiritual menuju pencerahan jiwa.

Berbeda dengan pemaknaan kita sekarang terhadap guru, zaman dulu, guru juga dianggap sebagai seseorang yang patut digugu dan ditiru, diikuti dan ditauladani, sikap, watak, dan tindak tanduknya.


Entah sejak kapan, posisi dan konotasi guru ditempatkan dalam posisi yang rendah, "hanya" sebagai seorang pengajar yang mentransfer bahan ajar kepada para murid. Para guru hanya disibukkan dengan tugas-tugas administratif untuk mengisi borang dan berbagai kelengkapan dokumen. Memberikan ilmu disempitkan maknanya hanya jadi membawakan materi dan membacakan buku atau slide. Membagikan ilmu menjadi kehilangan ruh dan jiwanya. Padahal mengajar seharusnya adalah mendidik seluruh bangsa, mengubah nasib suatu bangsa menjadi lebih baik dan lebih berjaya.

Bagaimana kita bisa menghormati dan menghargai posisi para guru? Negara-negara maju benar-benar memperhatikan pendidikan bangsa dan negaranya. Memberikan porsi dan perhatian finansial kepada para guru, sehingga tidak perlu memberikan les tambahan atau mencari-cari sumber penghasilan yang lain.

Dengan fokus kepada pengembangan kemampuan berpikir dan bernalar, para guru diberikan kesempatan dan kebebasan untuk mengembangkan sendiri bahan ajarnya. Memperbaiki diri dan memilih sendiri cara dan metode yang tepat dalam mentransfer materi ajarnya berikut nilai-nilai pendidikan di dalamnya. Bukan semata-mata banyak-banyakan materi dan bagus-bagusan nilai.


Aspek manusia itu utuh dan sempurna. Tidak hanya soal kemampuan pengetahuan tapi juga budi pekertinya. Bagaimana mungkin hal ini bisa terwujud kalau pembebanan hanya ditinjau dari sisi akademisnya saja? Dan membiarkan para siswa berbuat curang agar dapat meraih nilai tinggi dan memenuhi indikator semu yang tidak berarti apa-apa?


Satu renungan ini memang tidak berarti apa-apa. Tapi jika kita mau bergerak dan serius membenahi dunia pendidikan, kita bisa berbuat banyak.