Utopia Politik Bersih: Mau Dibawa Ke Mana Bangsa Ini?

Buku ini lahir dari pergolakan batin penulis terhadap situasi dan kondisi politik Indonesia, sejak 1998 sampai sekarang. Kondisinya: Nyaris tidak ada perubahan positif. Sedih dan menyedihkan. Khawatir dan mengkhawatirkan. Bagaimana kelak nasib anak cucuku?
Buku ini juga lahir dari diskusi intens, antara penulis dengan tiga sahabat pegiat literasi: Dr. Yansen TP. (Bupati Malinau 2011-2020, Wagub Kaltara 2021-2024), Pepih Nugraha (wartawan Kompas 1990-2016, Pendiri Kompasiana), dan R. Masri Sareb Putra (mantan editor penerbit Gramedia Grup, penulis lebih dari 100 judul buku, sastrawan Dayak angkatan 2000). Dari berkali-kali diskusi sejak 2019 sampai sekarang, baik secara tatap muka maupun secara daring, selalu kami bahas tentang situasi dan kondisi bangsa ini.
“Mau dibawa ke mana bangsa ini?” pertanyaan yang sering disampaikan Yansen.
Pertanyaan sederhana namun punya jawaban yang panjang dan lebar. Benar, mau dibawa ke mana bangsa ini? Kami khawatir dengan peta jalan bangsa ini yang kok belum juga menemukan ruhnya. Makin khawatir melihat kiprah sebagian besar politisi yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya dibanding kepentingan umum. Tambah khawatir dan getir ketika politik uang dan korupsi makin merajalela. Mau dibawa ke mana bangsa ini?
Setelah sempat berkiprah sebagai wartawan politik pada 1998-2001, penulis sempat apatis kemudian. Apatis terhadap situasi dan kondisi yang menyedihkan, saat itu. Hal yang ternyata tidak banyak berubah sampai sekarang. Namun, penulis berubah dan tak lagi apatis. Anak cucu saya dan generasi mendatang harus dibekali oleh modal berupa pengetahuan dan mental politik yang kuat: minimal tidak mudah dibohongi oleh politik.
“Menyalakan lilin lebih baik dari pada mengutuk kegelapan.”
Buku ini juga menjadi salah satu upaya menyalakan lilin untuk Indonesia tanpa harus mengutuk kegelapan. Terima kasih banyak kepada semua pihak yang memberikan dukungan atas terbitnya buku ini. Semoga bermanfaat.