Literasi

Menjadi Profesional, Mulailah dari Amatir

Rabu, 16 Maret 2022, 10:42 WIB
Dibaca 735
Menjadi Profesional, Mulailah dari Amatir
Pemberian penghargaan Penpro (Foto: dok. Pribadi)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Saya memperoleh penghargaan dari Penpro, wadah bagi penulis dan penyunting profesional, sebagai penulis sekaligus penyunting profesional tanpa harus melalui proses uji kelayakan dan kapatutan, sebagaimana yang biasa dilakukan kepada para penulis profesional untuk mendapatkan sebuah sertifikat. 

Mengapa saya memperoleh "previlage" itu? Mungkin dengan pertimbangan saya mulai menggeluti dunia kepenulisan sejak lama, bahkan sejak duduk di bangku kelas enam sekolah dasar di tahun 1977, kemudian menjadi penulis di berbagai media nasional saat duduk di bangku SMA dan perguruan tinggi, disambung bekerja di Harian Kompas sebagai jurnalis selama 26 tahun dan setelah pensiun dini sebagai wartawan pun sampai saat ini tetap menulis. 

Dari serenceng jejak-langkah kepenulisan itulah -tentu saja dengan melihat berapa buku dan artikel/berita yang sudah saya tulis- jadilah "secara resmi" saya menjadi penulis profesional dengan penguatan sebuah sertifikat. 

Bagi saya pribadi, memang tidak ada pensiun dalam menulis. Itu sudah menjadi tekad. Menulis itu harus ngotot, bukan sekadar "passion", dan menulis tidak boleh lembek apalagi kalah sebelum bertarung di medan perang. Saya memang selalu ngotot dalam menulis, tidak ada satu hari terlewatkan tanpa menulis. Menulis apa saja. Saya jadikan menulis sebagai sebuah kebiasaan (habit).

Lihatlah bagaimana ngototnya (dalam arti baik) penulis besar Remy Sylado, yang meski sudah terbaring sakit dan lemah, selagi pikiran bisa bekerja dan mulut mampu menyuarakan kata-kata, sanak-famili terdekatnya yang menuliskan kata perkata atau kalimat yang meluncur dari mulut sang penulis besar. Itulah profesionalisme dalam menulis. Itulah seorang profesional!  

Profesional bermakna seseorang hidup dari profesinya itu, termasuk menulis. Di sini terlihat bahwa menulis adalah salah satu profesi, sebagaimana pelukis atau guru.

Akan tetapi yang harus dicatat, profesional lahir dari kecintaan tanpa embel-embel profesional. Kecintaan itu dalam khasanah keilmuan disebut "amateur" (meminjam bahasa Perancis), yaitu orang yang mencintai sesuatu tanpa embel-embel keharusan menghasilkan materi atau uang. Dalam bahasa Indonesia disebut "amatir".

Sayangnya, di negeri ini kata "amatir" sering bermakna rendah manakala diperhadapkan dengan lawan katanya, "profesional". Bahkan kata "amatiran" menunjukkan ketidakprofesionalan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Padahal, "amatir" adalah orang yang mencintai sesuatu (bukan seseorang).

Melihat pengalaman pribadi, sebelum menjadi penulis profesional yang menjadikan menulis sebagai profesi, semula saya seorang amatir, yaitu orang yang cinta menulis. Semata-mata cinta menulis. Cinta menulis lahir dari cinta membaca. Membaca apa saja. Tidak puas membaca, saya kemudian menulis. 

Menjadi penulis itu tidak seperti hujan yang tiba-tiba jatuh dari langit. Ada proses di dalamnya, bahkan hujan itu sendiri jatuh ke bumi setelah melalui proses. Maknanya, tidak bisa instan dalam menulis, butuh waktu dan ketekunan. Seseorang tidak bisa serta-merta mendaku sebagai penulis profesional tanpa didahului cinta menulis sebagai seorang amatir.

Seorang penulis besar mengatakan, "untuk menjadi penulis yang baik, cari dan temukan pekerjaan yang baik terlebih dahulu, baru menulis". Maknanya, menulis itu proses dan seorang penulis profesional lahir karena proses itu. Proses yang panjang, bukan instan. 

Maka, jadilah amatir terlebih dahulu sebelum Anda benar-benar menjadi penulis profesional.

***