Literasi

Teman Sehati

Jumat, 12 Desember 2025, 11:12 WIB
Dibaca 7
Teman Sehati

Pepih Nugraha

Penulis senior

Di sejumlah tulisan, saya kerap mengutip ucapan bijak Latin, "amicus certus in re incerta cernitur". Terjemahan bebasnya adalah “teman sejati dikenali di saat keadaan sulit (keadaan tidak pasti)".

Pepatah ini berasal dari penulis Romawi kuno Quintus Ennius (239–169 SM), seorang penyair besar Romawi yang dianggap sebagai “bapak sastra Latin”. Kalimat ini tertulis dalam karyanya berjudul "Hecuba", kemudian menjadi sangat terkenal dan sering dikutip banyak penulis lain.

Saya sendiri memaknakan lebih liar lagi, yaitu "teman sehati terlihat saat susah maupun senang". Kata "sejati" saya ganti dengan "sehati". Ini terjadi tatkala kami berempat, Pak Yansen Tp, Pak Rangkaya Bada Masri, kang Dodi Mawardi dan saya bercakap-cakap di ruang digital dengan topik "palugada", pokoknya saling sambar. Tetapi ujung-ujungnya ya ke literasi juga. 

Meski kami terpisah jarak, lautan dan pendapatan, tetapi jika sudah berbincang-bincang gayeng, kesusahan apapun yang saya derita hilang dengan sendirinya. Kami bisa bicara berjam-jam sampai ponsel panas terbakar. Kadang harus mlipir ke dekat colokan, bicara sambil ngecas. 

Banyak hal yang kami bicarakan, termasuk soal bencana alam yang melanda Saudara-saudara kita di Aceh dan Sumatera Utara.

Di antara kami berempat, rupanya hanya saya yang sebenarnya bisa mengeritik Pemerintah sebagai "memble", "terlambat" atau "kalah cepat dibanding influencer" dengan leluasa dibanding tiga rekan lainnya. Alasannya kenapa? Cari sendiri ya, hahaha...

Adalah Pak Yansen yang mendorong saya sendiri untuk lebih banyak menulis peristiwa kekinian karena latar belakang saya sebagai mantan jurnalis. "Bahasa Pak Pipih kan lugas, bahkan keras," katanya biasa menyebut saya "Pipih". 

Menurut Pak Yansen, bahasa tulis saya berbeda dengan bahasa Pak Masri yang filosofis-akademis dan bahasa Kang Dodi yang populis-melankolis. Bahasa tulis saya memang sadis, bikin orang meringis, bahkan menangis lirih seperti malam pertama yang gerimis. 

Ya. Kami memang saling menyemangati dalam berliterasi. Tetapi dengan latar belakang kami yang berbeda, kami bisa saling menimpali. Tidak perlu bersepakat, tetapi berbeda pendapat(an) itu "sunatullah" yang patut disyukuri. Sebab kalau bersepakat terus, argumentasi kami bisa tergerus. Kalau pendapat(an) sama, kami tidak bisa saling mensubsidi. Demikian " sunatullah" bekerja hehehe....

Tasikmalaya, 11 Desember 2025

***