101 Mitos Seputar Menulis
Apa gunanya menulis?
Kok maksa banget, sih?
Saya paham jalan pikiran Anda!
Dalam buku Menulis: Meningkatkan & Menjual Kecerdasan Verbal dan Linguistik Anda (Dioma, 2005), telah saya paparkan dengan terang benderang manfaat menulis. Salah duanya saja, sekadar saya ingatkan kembali. Manfaat yang lain dari menulis, akan dijelaskan dalam narasi yang berikutnya.
Manfaat menulis dari sisi psikologi
1. Menyalurkan emosi. Ada teknik di dalam penyembuhan luka batin, dalam ilmu psikologi, yang disebut "grafologi". Seseorang yang mengalami trauma/ luka batin diminta menuliskan pengalaman-pengalaman masa lalu. Ketika menuliskan itu, maka emosi, luka lama, tersalurkan. Ia diajak bincang-bincang, neuron (syaraf) akan mengeluarkan semua luka batin itu. Tulisan menyalurkannya. Membuang toxit.
Karena itu, rata-rata para penulis panjang usianya.
2. Penelitian Prof. James Pennebaker, atas anak-anak usia remaja, orang yang biasa menulis jiwanya plong. Tidak dendam. Dan lebih sehat kejiwaannya.
Menulis dalam bentuk apa pun. Bisa diary. Bisa dibaca sendiri. Bisa di blog. Di Web. Di medsos. Media massa. Dan di dinding dan balik pintu kamar sekali pun.
Sayangnya, banyak orang mengira menulis itu bakat. Itu mitos! Yang luar biasa salahnya.
Mitos adalah sikap mengkeramatkan atau menganggap sesuatu sebagai benar tanpa berusaha untuk mengkritisinya.
Dalam menulis, ada juga mitosnya. Banyak sekali mitos seputar menulis. Selalu ada saja alasan bagi orang yang sebenarnya “malas” untuk mengangkat pena dan duduk manis di depan komputer. Kadangkala, alasan yang dilontarkan, bukanlah alasan. Pro causa non causa.
Dua pertama dari senarai alasan di bawah ini paling sering dijadikan kambing hitam tidak menulis. Padahal, semua orang dikaruniawi waktu yang sama. Hanya saja, ada yang bisa memanfaatkannya dengan efektif dan ada yang tidak. Ada yang tidur cukup 5 jam, ada yang lebih banyak waktu tidur daripada sadarnya.
Selain itu, di berbagai literatur seputar writing, menulis bukan bakat (talent), melainkan skill (keterampilan). Sedemikian rupa, sehingga terampil menulis bisa dilatih dan dipelajari. Dalam khasanah psikologi modern (Gardner), menulis disebut: smart (kemampuan/ keterampilan untuk hidup), yakni: wordsmart.
Jika ingin menjadi penulis profesional dan produktif, hendaknya mitos ini jauh dan dienyahkan dari kepala.
Berikut ini 101 mitos mengapa orang tidak menulis.
1. tidak punya waktu/ sibuk
2. saya tak ada bakat
3. capek
4. banyak hal urgen yang perlu ditangani
5. banyak urusan keluarga
6. banyak urusan kantor
7. lagi gak semangat
8. lagi bete
9. ide lagi buntu
10. tidak punya komputer
11. tidak punya uang untuk membeli alat tulis
12. puas-puasin mau tidur
13. takut dituduh plagiat
14. takut dicemooh --nama ketakutan ini: katagelo-phobia.
15-101 dan sejumlah alasan lain.
Jika ingin menjadi penulis profesional dan produktif, hendaknya mitos di atas dibuang jauh dan dienyahkan dari kepala. Bila tidak, selamanya akan menghantui dan menjadikan seseorang mempersepsikan diri sebagai “tidak ada bakat menulis”. Padahal, sebagaimana dimaklumi, menulis bukanlah bakat, melainkan keterampilan yang dapat diasah dan dipelajari dengan tekun.
Ingatlah pepatah yang mengatakan, “You are what you think” (sesuatu akan terjadi seperti yang Anda pikirkan). Apabila Anda berpikir bahwa Anda bisa menulis, maka Anda akan menjadi penulis yang andal.
Sebaliknya, jika Anda berpikir. Bahwa Anda tidak dapat menulis, selamanya Anda tidak pernah menjadi seorang penulis.***