Literasi

Buku sebagai Kado

Jumat, 28 Agustus 2020, 11:26 WIB
Dibaca 842
Buku sebagai Kado
Kado buku perkawinan putrinya spesial dari sang ayah penggila buku, Mugeni.

Memberi kado buku waktu acara pernikahan, ulang tahu, atau perpisahan sekolah. Habitus bagus menumbuhkan minat baca.

Saya teringat kawan-rapat, sekaligus penulis dan Ketua Komunitas Literasi Dayak, Kalimantan Tengah, H. Mugeni. Pemilik nama asli Abdul Gafar ini mencetak 3.000 eksempar buku. Lalu menjadikannya sebagai souvenir pada acara pernikahan putrinya. Itu pada 2017 di Pangkalan Bun.

Jangan beri ikan, berikanlah pancing!

Betapa sering kita mendengar ungkapan ini. Artinya, jangan memberikan kepada seseorang sesuatu yang sudah jadi, sebab pemberian itu akan habis dikonsumsi, atau dalam waktu dekat akan habis. Selain itu, pemberian yang cuma-cuma sering kurang dihargai.

Dengan begitu, memberikan sesuatu yang sudah jadi kurang mendidik. Karena itu, berikanlah kepada seseorang sesuatu yang tidak mudah habis. Dengan pemberian itu, seseorang menjadi kreatif, bahkan bisa jadi dapat menghasilkan sesuatu berlipat ganda.

Dalam kaitannya dengan kebiasaan kita menghadiahkan kepada seseorang/lembaga pada saat tertentu, misalnya perayaan ulang tahun, peresmian, pindah rumah/kantor, tahun baru, atau semacamnya; mengapa yang diberikan selalu benda bukan buku? Mengapa tidak mulai membiasakan memberikan kado buku? Buku sebagai kado dapat menjadi awal menumbuhkan minat baca.

Tujuan memberikan hadiah kepada sesorang, tentu saja supaya yang bersangkutan merasa senang, atau ingat akan siapa yang memberikan hadiah kepadanya. Ini kalau hadiah yang diberikan berkenan. Kalau tidak? Bukan saja pemberian itu akan ditampik, tapi bisa jadi si pemberi justru dianggap melecehkan, atau menghina. Akibatnya, hubungan baik atau kedekatan yang coba dibangun, malah menuai sebaliknya. Tujuan memberikan hadiah tidak mencapai sasarannya.

Ada banyak buku di pasaran. Namun, tentu saja, tidak semuanya cocok untuk dijadikan hadiah. Bagaimana menentukan buku yang akan dihadiahkan? Dan bagaimana supaya hadiah buku berkenan pada si penerima?

Saat ii, tersesia banyak buku di pasaran. Namun, tentu saja, tidak semuanya cocok untuk dijadikan sebagai hadiah. Lalu bagaimana menentukan buku yang akan dihadiahkan? Dan bagaimana supaya hadiah buku berkenan pada si penerima?

Agar hadiah mencapai sasarannya, sebaiknya si pemberi hadiah:

1.       Mengetahui betul kesukaan si penerima, dia suka buku jenis apa? Apakah ia menyukai jenis buku fiksi atau nonfiksi? Cara mengetahui kesukaan dan kebutuhan si penerima, dapat ditanyakan melalui orang-orang dekatnya.

2.      Mengetahui buku jenis apa yang diperlukan dan diinginkan oleh si penerima. Kalau seorang dokter, mungkin saja ia sudah memunyai koleksi buku-buku kedokteran yang tidak saja lengkap, tapi juga terbitan terkini dan mahal. Jangan sampai pemberian kita jadi mubazir karena memberikan sesuatu yang sudah ia miliki. Karena itu, sebelum memberikan hdiah buku, sebaiknya dipastikan dulu buku jenis apa yang belum dipunyai si penerima hadiah.

3.      Buatlah catatan, atau oret-oretan. Kata-kata bijak dari tokoh tertentu sangat penting dikutip. Hal ini bukan saja mengingatkan, namun bisa menjadi suluh bagi si penerima untuk meniti jalan kehidupannya yang masih panjang.

Hari ini, di negeri Pancasila, memberi kado buku, agaknya belum jadi habitus. Tapi terobosan seperti dibuat Mugeni, boleh!

Mugeni di laju sampan sungai Barito Selatan. Tinggal di pedalaman, bukan berarti tidak (bisa) jadi bibliofili dan melek literasi.Literasi adalah soal kebiasaan dan sikap. Bukan perkara tinggal di mana.

Yang pertama adalah mindset dan sikap. Orang kampung tidak selalu kampungan. Bisa saja, pikiran dan perbuatannya melampaui orang kota. Itulah, kata orang, bertindak lokal berpikir global. Sikap dan habitus lierasi misalnya. Bisa jadi, orang kota sekalipun belum pernah mencetak 3.000 buku sebagai souvenir waktu pesta perkawinan.

Tags : literasi