Filosofi

Serial Kebangsaan (7) Pemimpin Tangguh Teruji Saat Menghadapi Krisis

Jumat, 15 Juli 2022, 07:08 WIB
Dibaca 463
Serial Kebangsaan (7) Pemimpin Tangguh Teruji Saat Menghadapi Krisis
Pemimpin (Foto: bola.com)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Pikirkan jika Anda hidup di Venezuela dengan inflasi 167%, maka daya beli Anda melemah sebesar angka itu. Gampangnya, bayangkan kenaikan harga-harga komoditas lebih dari 1,5 kali lipat harga normal. Kalau harga cireng biasanya Rp1.000, kini harganya menjadi Rp2.500.

Itu harga cireng yang cuma kudapan. Bagaimana kalau harga kebutuhan pokok dengan kenaikan sebesar angka inflasi tersebut? Boleh jadi bukan hanya Nicolas Maduro yang dikutuk, tuhan pun diminta pertanggungjawaban oleh rakyat Venezuela.

Turki yang dipuja-puja sebagian rakyat Indonesia (yang haus tokoh idola asal bukan Jokowi) sebagai negara idaman dengan Recep Tayyip Erdogan sebagai pemimpin ideal (dan Jokowi pun "dipaksa" meniru kepemimpinannya yang konon sangat kharismatik dan tegas itu), ternyata kini menjadi negara fakir lagi miskin di Eropa, bahkan di mata dunia.

Dengan inflasi yang mencapai 78%, kesengsaraan rakyat Turki kurang lebih sama dengan rakyat Argentina atau Venezuela. Beruntung, Turki masih bisa mengandalkan sektor wisatanya, sehingga inflasi tidak mengejar Venezuela.

Kalau beberapa tahun lalu Anda punya 1.000 Lira, kini nilai mata uang Turki itu tinggal separuhnya saja. Tidak berharga.

Terpuruknya Euro berhadapan dengan Dollar AS, menandakan bahwa Eropa sedang menghadapi krisis keuangan global yang berimbas pada negara-negara liyan, termasuk Indonesia. Neraca perdagangan bisa terganggu.

Gampangnya, Eropa yang biasa membeli komoditas Indonesia, dari makanan sampai bahan bakar, tidak bisa membeli lagi komoditas tersebut karena krisis keuangan. Tidak bisa dipungkiri, ini imbas dari perang Ukraina-Rusia. Di sisi lain, Rusia malah diuntungkan dengan kenaikan mata uang Rubel di mata mata uang dunia.

Bagaimana dengan Indonesia?

Meski inflasinya "cuma" 4,4% (bandingkan dengan AS yang 9,1%), tetapi kewaspadaan tetap harus ditingkatkan, minimal jangan lengah. Jangan boros, tahan untuk tidak belanja yang tidak perlu, tetap belanja menggunakan Rupiah hanya untuk yang benar-benar diperlukan saja.

Perputaran uang harus terjaga, lebih baik cairkan tabungan mata uang asing untuk usaha yang produktif.

Jika lengah, efek dari krisis keuangan global akan berimbas juga akibat terganggunya neraca perdagangan dan uang hanya disimpan orang-orang berpunya. Jikapun terjadi, anggaplah krisis itu sebagai "pandemi" sehingga solidaritas antarwarga tercipta sejak dini.

Jadikan kemandirian berusaha sebagai pertahanan ampuh. Rakyat Indonesia sudah terbukti tangguh saat menghadapi krisis moneter 1997-1998 yang memaksa Soeharto lengser.

Indonesia jangan mau jadi negara seperti Venezuela, Srilanka atau Turki yang pemimpinnya memble dan tidak becus bekerja.

***