Filosofi

Membangun Karakter Bangsa Mulai dari Desa

Rabu, 31 Agustus 2022, 10:35 WIB
Dibaca 491
Membangun Karakter Bangsa Mulai dari Desa
Anak-anak penerus bangsa (dok.Dhul Ikhsan)

Sampai di mana upaya kita membangun karakter bangsa? Ternyata kita hanya jalan di tempat, atau bahkan justru mundur ke belakang. Dahulu sangat mudah menemukan orang yang jujur, berbudi luhur, tetapi sekarang seperti mencari jarum dalam setumpuk jerami.

Karakter bangsa idealnya adalah karakter Pancasila, memiliki iman terhadap Sang Pencipta, taat kepada perintah-Nya. Ketaatan ini membentuk sikap welas asih, menyayangi sesama, suka menolong dan murah hati.  

Namun kita menghadapi kenyataan bahwa karakter yang demikian semakin langka. Banyak orang tidak memiliki etika, sopan santun, tega menyakiti orang lain dan merampas yang bukan haknya. 

Kriminalitas semakin tinggi, kita merasa tidak aman ketika berada di suatu tempat tanpa penjagaan. Kita mudah menjadi curiga terhadap orang-orang di sekitar. Kita terlalu gampang nyinyir dan julid kepada orang-orang yang tidak disukai.

Krisis moral ini terjadi karena beberapa hal. Pertama karena tidak adanya keteladanan dari pemimpin dan aparat hukum. Mereka bangga melakukan penyelewengan, menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang serta korupsi. 

Akibatnya, masyarakat meniru perbuatan mereka.  Apa yang melanggar peraturan dianggap biasa saja. Padahal kedudukannya sama di mata Allah, haram hukumnya melakukan KKN. Kini batas antara halal dan haram menjadi samar, dicampuradukkan demi pembenaran perbuatan jahat. 

Kedua, para ulama dan stakeholder semakin jarang yang membumi, terjun langsung ke tengah rakyat. Mereka terlena oleh panggung dan podium tapi lupa membimbing umat. 

Ketiga, sekolah-sekolah cenderung menitikberatkan pada pola link and match, yang mengabaikan persoalan mental. Kita lebih diarahkan pada sesuatu yang bersifat materi. 

Mulai dari desa

Kalau melihat sifat masyarakat perkotaan yang sudah sulit diperbaiki, maka kita menjadi pesimis. Prihatin karena bukan ini yang diinginkan oleh para pendiri bangsa. Mereka telah terkontaminasi segala hal yang negatif, egosentris, pornografi, hedonisme dan sebagainya.

Namun masih ada harapan untuk membentuk karakter bangsa mulai dari desa. Anak-anak desa pada umumnya masih polos, tidak banyak mengikuti kebiasaan masyarakat di perkotaan.

Karena itu penanaman rasa cinta pada tanah air lebih efektif dimulai dari desa. Mulai dari menjaga lingkungan dan merawat tradisi nenek moyang. Gotong royong menjadi ciri khas masyarakat pedesaan.

Ironinya, masyarakat pedesaan masih sulit mendapatkan fasilitas pendidikan. Misalnya buku-buku yang dibutuhkan untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Minimnya akses transportasi dan kondisi geografis desa yang berada di balik gunung atau hutan menjadi alasan utama. Ini membuktikan bahwa pendidikan belum merata. 

Ada tiga program yang bisa dijalankan untuk masyarakat pedesaan. Pertama, membangun sekolah dan pesantren yang memiliki fasilitas lengkap, termasuk internet. Sehingga anak-anak desa bisa mendapatkan pendidikan yang memadai. 

Kedua, membangun perpustakaan desa dan memperbanyak perpustakaan keliling. Dengan begitu kebutuhan mereka akan buku-buku dapat dipenuhi. 

Ketiga, memberikan dukungan dan insentif yang besar bagi para cendekiawan untuk berkiprah di desa, sebab banyak orang yang berpendidikan tinggi enggan ke desa karena tidak mendapatkan tunjangan yang mencukupi. 

Belum terlambat untuk mulai membangun karakter bangsa dari desa. Memang ini adalah jalan panjang dan terjal demi masa depan bangsa Indonesia. Semoga pemerintah dapat melaksanakannya.