Filosofi

Menjadi Mahasiswa [2] Apakah Untuk Mencari Pekerjaan atau Mencari Kepandaian?

Rabu, 8 Februari 2023, 19:32 WIB
Dibaca 592
Menjadi Mahasiswa [2]  Apakah Untuk Mencari Pekerjaan atau Mencari Kepandaian?
Mahasiswa

Pertanyaan di group WhatsApp Agent of Change pagi ini mengawali aktivitas. Dari judul group sudah syarat maknanya bagi siapa saja yang membaca dengan cermat, termasuk saya. Bersyukur bisa bergabung di group ini, yang digagas pak Gat Khaleb dan sobat-sobat muda perbatasan. Berkaitan dengan pertanyaan dalam group yaitu;

Apa tujuan Anda sekolah atau kuliah, apakah untuk mencari pekerjaan, atau mencari kepandaian?

Aku mencermati pertanyaan di atas, membaca berulang-ulang, merenungnya 2 menit. Kebetulan saat menulis ini, aku sedang dalam perjalanan dari Yogyakarta- ke Kota Solo, waktu tempuh 2 jam 5 menit, cukup lah bagiku untuk menulis.

Pikiranku mulai kembali ke ingatan-ingatan masa setelah lulus SMA 1 Krayan, Long Bawan, Krayan. Aku saat itu, benar-benar bingung mau apa setelah lulus sekolah, sementara itu teman-teman aku sudah memutuskan mau kuliah di mana, kota mana, fakultas apa?. Ada teman-teman yang sudah mantap dan pasti memilih jurusan seperti; kedokteran, keperawatan, guru, teknik dan hamba Tuhan.  Sementara aku masih bingung mau kemana, ya aku benar-benar tidak ada pilihan.

Saat itu, ketika kuliah menjadi pilihanku. Maka, aku harus memutuskan mau kemana setelah lulus SMA. Karena pilihannya hanya satu, untuk menempuh pendidikan tinggi maka aku harus putuskan pilihan. Semua harus dipikirkan dengan baik. Tidak hanya soal selesai empat tahun di perguruan tinggi, namun soal biaya yang akan dihabiskan untuk pilihan yang diambil nantinya.

Kembali ke pertanyaan pertama, apa tujuan kita sekolah atau kuliah? Ya, karena aku tahu kemampuan dalam diri, dan kemampuan ekonomi orang tua saat itu. Aku meyakini dua fakta ini merubah cara pandang saya tentang sekolah, pertama bahwa pendidikan merupakan senjata paling ampuh untuk mengubah diri menjadi lebih baik, tidak hanya diri sendiri tapi juga orang lain.

Kemudian kedua, adanya dorongan kedua orang tua dan keluarga untuk lebih baik dari pendidikan mereka. Ya, tinggal diperbatasan yang banyak keterbatasan saat itu memang hal yang harus dihadapi, membuat harapan mereka untuk melanjutkan pendidikan akhirnya pupus ditengah jalan, dengan segala kekuarangan kala itu. Sampai di titik ini, aku menyadari hal inilah yang mendorong aku untuk siap melangkah ke pendidikan tinggi.

Tidak hanya itu, sebagai pemuda perbatasan, aku bersyukur angkatan aku sudah mulai menikmati berbagai hal, seperti fasilitas pendidikan, guru-guru yang mensupport, dan keterbukaan sistem informasi yang dapat digunakan untuk mencari dan menemukan kampus, jurusan, dan kota mana yang akan dipilih untuk menempuh pendidikan. Asik memang, tapi ketika diperhadapkan dengan jurusan jadi tantangan tersendiri.

Kesempatan-kesempatan itu telah mengarahkan langkah aku untuk menempuh pendidikan-- sampai hari ini.  Pendidikan bicara soal berhak atas pendidikan, sebagaimana yang tercantum pada salah satu pasal dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pendidikan yang sama?

Nah, itu artinya, siapa pun kita, tidak peduli bagaimana latar belakangnya, semua orang termasuk kita pemuda perbatasan sangat berhak atas pendidikan dan boleh kuliah.

Sebagai pemuda perbatasan, aku mengakui bahwa pendidikan bukanlah sesuatu impian kosong semata, apabila aku mau berusaha keras. Keterbatasan bukan penghalang untuk terdidik. Kalau mendengar cerita dari kakek, orang tua, om, dan tante, untuk sekolah saja mereka harus bekerja keras. Kondisi yang mengharuskan mereka untuk bekerja keras, di bandingkan dengan mahasiswa yang tidak se-daerah dengan mereka saat itu.

Hal inilah, bisa kita jadikan ukuran kita mahasiswa pernatasan sekarang, baik yang sedang berjuang menyelesaikan penelitian, memenuhi SKS kuliah saat ini, kita tidak perlu menyesal, marah, atau kecewa, apalagi tidak bersyukur. Setiap pencapaian yang didasarkan oleh perjuangan, keberanian, dan komitmen pasti mengasah menjadi pribadi yang kokoh dan bisa diandalkan dalam pekerjaan.

Jadi, tujuan sekolah maupun kuliah tidak hanya bicara mana yang duluan dipilih apakah untuk mencari pekerjaan, atau mencari kepandaian. Hemat aku, keduanya saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Sebab, keduanya saling berkaitan, ibarat dua keping mata uang, tetap sama nilainnya.

Untuk itu, tujuan pendidikan/kuliah tidak hanya asal-asalan, tapi mencerdaskan kita. Tujuan kuliah tidak untuk meraih kekayaan dalam waktu singkat, tapi seberapa besar kontribusi kita kepada lingkungan sekitar. Kemudian, tujuan kuliah tidak untuk mencari gelar, tapi menjadi seorang serjana ialah dampak dari ketekunan dan pengorbanan yang kita lakukan selama empat tahun. Karena itu, tujuan kuliah bukan untuk gengsi, tapi untuk saling mengisi. Tidak hanya itu, tujuan kuliah bukan tidak tahu arah mau kemana, tapi lebih memperlengkapi diri dengan pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai diri sebelum terlibat ke dunia pekerjaan. Nah, sebagai mana judul group Agent of Change ini, dengan harapan sesuai dengan tujuan group wa positif ini.

Kuliah sambil kerja mengapa tidak? Ya, aku pernah ngalamin situasi ini, dari S-1, S-2, dan sampai hari ini pun kuliah sambil bekerja. Karean aku orangnnya, gak suka berdiam diri maka aku harus  keluar zona nyaman menimba pengalaman bekerja. Dengan berbekal ilmu di kelas selama perkulyahan, tentu saling melengkapi dengan pengalaman-pengalan praktis di dunia pekerjaan.

Pada akhirnya, aku bangga menyebut diri sebagai pemuda perbatasan, banga pada budaya yang kaya nilai-nilai positif, sekalipun berasal dari daerah yang jauh di Dataran Tinggi Borneo dari jangkauan hiruk-pikuk suasana perkotaan, namun tempat pedalaman itu dapat membentuk kualitas dalam diri ku. Ya, tempat mungkin tidak bisa merubah kita, namun tempat terbaik untuk bertumbuh dan membuat pilihan-pilihan terbaik. Aku berterima kasih kepada mereka yang boleh hadir dalam hidup ini, mendukung dalam berbagai bentuk dan warna-warni pengalaman.

Di fase apapun kita sekarang berada, teruslah bangun sikap optimistis dalam diri ini, bahwa sesuatu musim "terburuk" mungkin terjadi. Kita memiliki tanggungjawab tersendiri akan musim itu, dengan menghadapinya dan berencana untuk melakukan sesuatu berbeda dan terus maju.

Buiii.... Buiiii...Buiiii... 🤗🤩🙏

***