Filosofi

Masa 13/5/21: Idul Fitri dan Kenaikan Yesus

Jumat, 14 Mei 2021, 17:16 WIB
Dibaca 711
Masa 13/5/21: Idul Fitri dan Kenaikan Yesus
Merajut Kerukunan Umat Beragama

YESUS NAIK KE SURGA PADA HARI YANG FITRI

Selama 2 hari terakhir ini media sosial dalam android kita penuh dengan ucapan selamat hari raya. Ketika mengedit video pribadi ucapan selamat Idul Fitri, sudah tengah malam tanggal 12, ada foto ucapan selamat yang menarik. Ada ucapan yang digandeng. Ada 2 ucapan dalam 1 foto dengan obyek foto yang berbeda. Satu ucapan Hari Raya Idul Fitri dan satu lagi ucapan Hari Raya Kenaikan.

Untuk kita ketahui saja, kejadian ini pernah terjadi tahun 1791, 1889, 1987 dan 2021. Jaraknya peristiwanya: 98 tahun, 98 tahun, 34 tahun. Setelah 2021, akan terjadi 222 tahun lagi pada tahun 2248 Masehi atau 1676 Hijriah. Saya tidak akan membahas kenapa demikian dst. Terlalu awam, juga sulit bagi saya. Harus baca banyak sini-sana. Lagi pula sangat tidak menarik bagi saya untuk tahu banyak soal ilmu astronomi.

Saya hanya tertarik memaknainya dalam konteks negara kita, NKRI. Negara yang dibangun berdasarkan Pancasila. Negara yang yang bernafaskan kebhinekaan atau kemajemukan agama, suku/etnis dan budaya. Ah ini menarik untuk dibahas pikir saya. Menarik karena beberapa tahun terakhir ini, negara kita sedang diuji. Ujian terhadap meningkatkan radikalisme dan ujaran kebencian atas nama agama. Saya yakin agama tidak bicara demikian. Mungkin hanya kebodohan manusia saja yang menjadi-jadikan semuanya demikian. Mungkin! Tapi sudahlah, lupakan soal itu dulu.

Mari kita bicara soal apa yang menarik sebagai mana saya sebutkan awal. Soal hari raya pada hari yg sama. Keduanya bicara soal keselamatan. Keselamat dari dosa. Kita perlu tahu dalil-dalil kedua hari tersebut sesuai kepercayaan umat masing. Jelas tidak bisa apple to apple (disamakan). Dalil berbeda tentunya. Saya tidak bicara dogma (teologis). Saya tidak paham. Bicara soal sejauh pengetahuan seorang saja. Kepada para ahli sorga, baik Islam dan Kristen, dua agama terbesar di Indonesia, saya mohon maaf apabila saya salah.

Tanggal 13 Mei tahun 2021 merupakan momentum bersejarah yang terulang dalam kehidupan umat beragama di Indonesia. Umat Islam dan umat Kristen merayakan salah satu hari raya keagamaan masing-masing secara bersamaan: Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Kenaikan Yesus Kristus ke Surga. Jelas dan sudah saya sebutkan di atas, keduanya secara teologis tidak bisa disamakan. Beda dalil atau dogmanya. Tetapi mempunyai makna yang sama bagi umat kedua agama yang merayakan. Banyak makna dan hikmat yang dapat kita petik dari masing-masing peristiwa tersebut yang dapat memperkaya pengalaman untuk merajut kembali harmonisasi kerukunan umat beragama di Indonesia sebagai bagian dari warga bangsa Indonesia yang sama-sama kita cintai.

Hari Raya Idul Fitri merupakan peringatan atas dua kemenangan bagi umat Islam yaitu kemenangan atas perang ba’dar dan kemenangan atas puasa yang telah dilaksanakannya selama kurang lebih satu bulan lamanya yaitu selama Bulan Ramadan. Dalam agama Islam, kita mengenal konsep dosa dan pahala. Berpuasa atau menjalankan ibadah puasa merupakan wujud untuk menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu yang bermuara pada perbuatan dosa. Meskipun upaya menahan hawa nafsu senantiasa dilakukan sepanjang hidup, tetapi momentum Bulan Ramadan yang diisi dengan berpuasa selama sebulan lamanya memiliki kekhasan tersendiri. Berpuasa tidak makan dan minum sejak fajar terbit hingga terbenam matahari.

Nah, kemenangan atas berpuasa dalam menahan segala bentuk hawa nafsu tersebut kemudian dirayakan pada sebuah hari yang disebut Hari Raya Idul Fitri. Hari raya ini umumnya dimaknai sebagai saat di mana manusia kembali fitri, kembali ke asal yang berarti suci dan bersih dari segala dosa.  Biasa juga disebut sebagai hari kemenangan karena umat Islam lahir kembali sebagai orang-orang yang menang dalam mengendalikan hawa nafsu (Prof. Quraish Shihab).

Tidak jauh berbeda dengan perayaan Idul Fitri yang sarat akan makna.  Perayaan Kenaikan Yesus Kristus juga sarat akan makna yang dapat menjadi inspirasi untuk banyak manusia, tidak hanya orang Kristen saja. Perayaan Kenaikan Yesus Kristus tidak bisa kita lepaskan dari perayaan-perayaan hari besar umat Kristen yang lain yakni perayaan Kelahiran, Kematian dan Kebangkitan Yesus Kristus. Peringatan Kenaikan Yesus Kristus dirayakan pada 40 hari setelah Perayaan Paskah (kematian).

Dan proses penyaliban Yesus --- juga dikenal dengan Jalan Salib (Jalan Sengsara), secara manusiawi, paling tidak saksi mata saat itu, yaitu murid-murid Yesus, tentu menjadi peristiwa yang menyakiti hati. Namun dari keyakinan Iman umat Kristiani, serangkaian peristiwa tersebut membuka jalan kemenangan dari dosa dan maut. Umat manusia lahir kembali, bebas dari dosa.

Apa yang menarik? Secara harafiah, makna keduanya sama. Keselamatan. Ada dalil sosial prinsip, ada unsur kerelaan berkorban untuk melahirkan kembali manusia baru. Bukan dari rahim. Tetapi sudah lahir, tetapi sebelumnya sudah melakukan banyak perbuatan dosa. Perbuatan tersebut dibersihkan. Dicuci oleh sesuatu yang maha kuasa. Lahirkan manusia yang bersih, manusia yang bebas dari dosa.

Kita sudah lahir kembali dan bersih. Apakah masih mau berdosa lagi atau mau melakukan tindakan yang membuat kita berdosa? Saya yakin, sebagai umat beragama mana pun, pasti jawab tidak. Tentu kita semua mau dan berusaha menjadi yang baik di mata Tuhan. Bukan di mata hakim ahli jalanan. Hanya Tuhan yang tahu selanjutnya. Tetapi yang pasti Tuhan, baik dalam keyakinan agama Islam maupun Kristen memberi kesempatan kepada umatNya untuk selamat dari belenggu dosa. Kesempatan untuk berubah.

Sebagai bangsa, selama belasan tahun terakhir, kerukunan umat beragama di negara kita sedang mengalami cobaan. Kebebasan demokrasi dijadikan sarana untuk unjuk kekuatan berdasarkan keyakinan (demokrasi jalanan). Politik identitas. Ujaran kebencian sangat masif sejalan dengan kemajuan teknologi informasi. Terutama media sosial. Semua orang bebas bicara sesuka hati. Tidak tebatas ruang dan waktu. Kapun ada kesempatan kocek tuts android, langsung kirim. Semua bisa baca. Siapapun di sana dan di mana.

Demikianlah realita yang kita lihat langsung, dilayar kaca TV, baca di media online, media sosial, dll. Seakan kita berada di dunia yang lain, bukan di bawah langit Indonesia. Dan itu dilakukan oleh semua orang. Politisi, para ahli sorga, politisi jalanan, para ahli semua hal alias pengamat, baik benaran maupun bayaran, ahli lulusan warung kopi alias ahli buzzer media sosial. Juga mahasiwa, petani, nelayan, dll. Masyarakat kelas menengah ke bawah umumnya binggung. Mana yang benar dan mana yang salah. Semua orang bicara dan melakukan hal yang sama.

Saya jadi teringat teori propaganda dari Rusia. Biasa si boss negeri dengan julukan beruang merah tersebut pakai, kata para ahli. Teori the firehose of the firehood: Semburan dusta yang dilakukan berulang-ulang tanpa henti, juga tanpa memperdulikan kebenaran atau kepastiannya. Pada akhirnya semburan kepalsuan tersebut akan disimpulkan sebagai sebuah keberanan oleh masyarakat yang tidak paham. Ini terjadi akibat kebingungan di atas. Tidak tahu mana yang benar. Melihat dan membaca banyak orang membicarakan hal yang sama, segera disimpulkan. Inilah yang benar!

Kembali soal Tuhan. Tentu kemajemukan Indonesia bukan pilihan kita hari ini. Secara lahiriah kita sudah berbeda. Saya tidak memilih dilahirkan sebagai orang dayak, warga negara Indonesia dan beragama Kristen. Demikian juga suku atau etnis yang lain. Saya yakin hal ini. Mungkin hanya pilihan soal kita NKRI saja yang menjadi pilihan founding fathers bangsa kita. Sebab ada pilihan-pilihan lain sebelum dan paska kemerdekaan. Tapi sudah bulat dan selesai saat itu. Kita yang hidup sekarang melanjutkan dan merawat saja.

Sudah dari sana demikian. Tapi kita masih berdebat dan tidak saling memberi contoh yang baik. Padahal ada contoh tokoh yang baik terkait 2 hari raya yang kita bahas di atas. Muhammad SAW dan Yesus. Kita totalitas meyakininya. Meyakini soal kemanusian dan kemakuasaan kedua tokoh yang mewartakan dalil-dalil agama masing-masing. Dan selama berada di dunia ini, kedua tokoh tersebut sama menunjukkan kapasitas, kapabilitas, mental dan moral yang tidak tertandingi sampai hari ini. Semua ajaran keduanya bermuara pada nasehat atau arahan tentang sikap saling menghormati dan mengasihi semesta alam --- manusia dan isinya.

Ahhhh... tidak terasa sudah pukul 02.02 AM. Gelas kopi pun sudah kosong. Demikianlah upaya mendapat makna sesuatu dengan merangkai kata menjadi kalimat dari Sudut Mata GK.

 #SM-GK/14/5/21