Budaya

That’s My Boy

Senin, 1 Februari 2021, 17:52 WIB
Dibaca 550
That’s My Boy
dokpri

Hai! Saya ibu dengan satu anak laki-laki. Ya… biasanya memiliki anak laki-laki pasti melelahkan dengan segala macam tingkah dan polahnya. Pasti ibu-ibu di sini tahu bagaimana rasanya, tidak hanya anak laki-laki saja tentunya. Usia anak saya 2 tahun, sudah mulai aktif dalam segala hal, memiliki rasa ingin tahun yang tinggi, dan energi yang unlimited yang dapat membuat orangtua kewalahan dalam mengikuti polah dan tingkahnya. Tapi bukan itu yang akan saya bahas hari ini.

Beberapa waktu ini, saya tergelitik dengan beberapa pernyataan orang-orang yang ada di sekitar, seperti: “wah, anaknya SUPER ya Bun.”, “Ih anaknya susah diatur”. Dan yang paling membuat saya geleng-geleng kepala adalah “Ih anak cowok, kenapa rambutnya dikucir”. Saya sengaja memanjangkan rambut anak laki-laki saya. Agak sedikit nyeleneh bagi orang pada umumnya, tapi di sini saya memiliki misi.

Misi apa yang sedang saya jalankan sekarang ini? Pastinya misi yang saya harapkan dapat mengubah cara pandang masyarakat mengenai anak laki-laki. Laki-laki atau perempuan itu adalah jenis kelamin jadi tidak ada sangkut pautnya dengan rambut panjang atau pendek.

Apabila anak laki-laki berambut panjang tidak serta merta jenis kelaminnya berubah menjadi perempuan dan sebaliknya. Laki-laki atau perempuan adalah identitas mereka sedangkan rambut adalah anggota tubuh dan bukan menjadi identitas anak tersebut.

Beberapa contoh-contoh lain yang sering sekali kita dengar atau kita katakan kepada anak laki-laki, pertama: “hayo, anak laki-laki harus kuat gak boleh nangis.” Bunda, menangis adalah ekspresi emosi bukan berarti lemah. Jadi apabila kita melarang anak laki-laki menangis itu sama saja kita mengajarkan untuk menahan emosi yang dirasakan. Percayalah emosi yang ditahan suatu hari akan meledak dan mempengaruhi kesehatan mental anak.

Baca Juga: Peran Vital Keluarga Mendidik Anak pada Masa Covid-19

Kedua, “anak laki-laki gak usah berberes atau masak.” Bunda, berberes atau memasak merupakan life skill yang harus dikuasai bukan saja anak perempuan tetapi anak laki-laki juga. Tidak harus jago yang penting bisa. Skill ini juga mengajarkan banyak hal, seperti proses, tanggungjawab, dan sikap merawat diri serta lingkungan.

Yang ketiga, “wah anak laki-laki harus jago olahraga donk.” Yes, tentu saja olahraga memang baik untuk melatih disiplin, emotional intelligence, dan perencanaan strategi. Tapi yang Bunda perlu tahu bahwa tidak semua anak laki-laki suka olahraga. Jadi hindari MEMAKSANYA ya.

Untuk kesehatannya coba ajak dia berolahraga simpel seperti lari atau bersepeda. Yang terakhir, Boys will be boys. Maksudnya bukan berarti kita ‘membiarkan’ anak laki-laki kita bertindak semaunya atau melakukan hal yang sulit dikontrol. Bagaimanapun, kita tetap perlu menerapkan nilai-nilai kebaikan yang sama, baik pada anak laki-laki ataupun perempuan.

Anak laki-laki maupun anak perempuan adalah titipan yang Tuhan berikan kepada orangtua. Kewajiban orangtua adalah merawat dan mendidik anak-anak tersebut dengan baik.

Untuk para orangtua pesan saya, marilah kita jaga, rawat, dan didik anak-anak kita sebagai wujud tanggungjawab kita kepada Tuhan. Bagi orang-orang yang disekitarnya ada anak laki-laki ataupun perempuan, pesan saya adalah BIJAK-lah dalam berkata-kata karena kata-kata yang keluar dari mulut kita bisa menjadi berkat atau kutuk bagi anak tersebut. Sekian cerita singkat saya, semoga memberkati kita semua. See you and God Bless You.

***