Budaya

Borneo and the Mind of the World

Jumat, 19 Februari 2021, 13:27 WIB
Dibaca 1.015
Borneo and the Mind of the World

Borneo adalah sebutan di masa lampau bagi pulau terluas ketiga dunia, Kalimantan. Luasnya 743.330 km². Nama pulau ini terkenal seantero jagad. Sedemikian rupa, sehingga dalam publikasi internasional, atau ketika siapa saja hendak memaparkannya di arena internasional, maka Borneo yang dikenal orang. Tentang asal usul namanya, silakan pembaca mengikuti The History of Dayak yang dimuat bersambung di web ini.

Sedangkan "Kalimantan" ditengarai dari banyaknya kali, sungai-sungai, yang mengalir di pulau terbesar ketiga dunia itu. Sehingga disebut juga "pulau seribu sungai". Namun, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa Kalimantan berasal dari nama sejenis mangga, yakni klemantan. Diduga, Klinkert yang mempopulerkannya.

Sejak pulau terbesar ketiga dunia ini ada penghuninya. Areal yang hijau itu justru: tempat tinggal, pemukiman orang Dayak. Dari zaman Neolitikum. Hingga kini.

Dilihat terpisah, Borneo adalah benua sendiri. Yang terletak di antara benua Asia dan Australia. Ada juga yang mempercayai bahwa Kalimantan berasal dari "Permata". Diucapkan: Permata, Parimatan, menjadi Karimat oleh lidah para imigran Cina. Menjadi: Kalimantan.

Pulau ini memang terkenal dengan permatanya. Bahkan hingga saat ini. Di Kalimantan Selatan, Martapura adalah ibunya permata, hingga kini.

Julukan Kalimantan yang lain: Hipadwipa dan Ratnadripa. Untuk menggambarkan kekayaannya yang nirtaksir. Saya sepakat. Jika dikelola secara bijak dan berkeadilan, cukup untuk 77 keturunan.

Apa pun nama dan istilahnya, Borneo adalah jantung dunia. Dalam peta, kita bisa saksikan dari masa ke masa perkembangan "hijaunya". Artinya, wilayah yang masih asri, tidak tercemar. Baik oleh industri maupun oleh perkebunan dan pertambangan, serta pemukiman/ perumahan, toko, dan ulah manusia.

Yang hijau itu justru: tempat tinggal, pemukiman orang Dayak.

Kita terpanggil menjaga Borneo. Bukan hanya untuk hari ini, melainkan untuk keabadian. Belajarlah dari orang Dayak, dalam hal jaga-menjaga. Juga mengambil/ menggunakan kekayaan alam dengan secukupnya saja.

Tentang memanfaatkan sumber daya alam secara arif dan secukupnya saja ini, mungkin perlu contoh. Jika terdapat banyak rebung di rumpun bambu, maka hendaknya jangan semuanya diambil. Sisakan minimal 2 atau 1. Agar bambu tumbuh lagi dan berkembang dengan sempurna. Ini bukti Kecerdasan natural  orang Dayak: rebung tidak boleh diambil semua!

Ikan di sungai ditangkap dengan peralatan tradisional. Misalnya: bubu, songkapm, pukat, dan pancing/ tajur. Tidak boleh dituba dengan kimia, sebab akan merusak seluruh biota dan mencemari lingkungan.

Hewan dan binatang hutan hanya boleh diperangkap. Atau  ditombak, atau disumpit. Tidak boleh musnah seluruh jenis. 

Pohon buah tertentu tidak boleh mengambil buahnya dengan cara dahannya ditebang (ditija). Sebab akan lama bertunas dan berbuah. Dan masih banyak kearifan lagi. Pendeknya, hutan adalah kulkas hidup bagi orang Dayak. Alam adalah bagian dari hidup mereka.

Tak syak lagi. Bahwa Borneo adalah otak dunia. Jika toh memanfaatkan sumber daya alamnya, maka tetaplah ia: green economy. Bagaimana caranya? Belajar dari penghuni aslinya!

Borneo is not just the heart but the mind of the World!