Budaya

Mengulik Keistimewaan Wayang Kulit dan Jalinan Budaya Antar Pulau (3)

Selasa, 26 Januari 2021, 17:25 WIB
Dibaca 581
Mengulik Keistimewaan Wayang Kulit dan Jalinan Budaya Antar Pulau (3)
Dokumen Olah Pribadi/canva

Pakaian Wayang dan Ragam Hiasnya.

 Ornamen produk kebudayaan biasanya diadaptasi dari kekayaan alam setempat. Ragam hias dalam yang muncul dalam khasanah kebudayaan Nusantara tidak lepas dari kekayaan alam yang tersedia sebagai negara agraris yang mempunyai ragam kekayaan hayati.

Ciri Khas ini melekat pada kebudayaan  misalnya Kalimantan yang dari dulu disimbolkan dengan paru- paru dunia adalah karena ribuan jenis pohon, dan ekosistem yang hidup dalam alam bumi Borneo. Jenis – jenis kayu, bunga bunga yang tumbuh, rotan, sono keling, jati Kalimantan, daun daun merambat, perdu dan sebagainya mampu memberikan inspirasi untuk pengembangan ragam hias daerah setempat.

Demikian juga wayang dan segala pernik serta ragam hias yang melekat dalam sosok tokohnya. Ragam hias juga memberi ciri berbeda antara kalangan rakyat jelata dan bangsawan. Baju ksatria berbeda dengan prajurit, Baju raja berbeda dengan baju para dewa. Baju punakawan berbeda dengan baju yang dikenakan satria yang diasuhnya.

Kalau dua artikel dahulu saya membahas tentang wajah dan dan perwatakan dalam wayang, kali ini mengulik tentang baju dan ragam hias yang melekat dalam sosok wayang purwa (kulit). Pada paragraf pembuka saya sudah membahas tentang ornamen, ragam hias. Secara khusus saya akan membicarakan ragam baju dengan berbagai istilah dan ragam hiasnya. Di mulai dari asesoris

Jamang,sumping, tali garuda, Utah- utah kalung, sabuk, timang kepuh (ukel kain, kain/dodot,kathok, kelat bahu, gelang, cincin.baju yang sering dikenal oleh pemirsa awam adalah baju yang dikenakan oleh tokoh Pandawa lima dan anak- anaknya. Puntadewa mempunyai kekhasan yang membedakan ia dengan Arjuna, Nakula dan sadewa. Letak perbedaannya adalah pada gelung yang dipakai mereka berlainan. Puntadewa mengenakan gelung keling, sedangkan  Arjuna, Nakula, Sadewa mengenakan gelung sapit urang.

Baca Juga: Mengulik Keistimewaan Wayang Kulit dan Jalinan Budaya Antar Pulau (1)

Gelung keling maksudnya adalah untuk mencirikan sebagai sosok pemimpin, kalangan ningrat, sosok yang bijaksana yang memandang masalah entah negara, entah dalam kehidupan sehari – hari tidak menonjolkan okol dan kesaktian, melainkan pemecahan masalah secara bijaksana dengan pikiran yang jernih. Puntadewa anak pertama Kunti dari Prabu Pandu Dewanata  sejak kecil diajari untuk menggelung wajahnya sambil diberi petuah kebijaksanaan sebagai seorang pemimpin yang mengayomi.

Berbeda dengan saudaranya lain yang lebih menyiratkan sifat ksatria yang bisa mengatasi masalah meskipun harus berbenturan, berkelahi dan adu kekuatan dengan musuh. Arjuna yang sakti, Bima yang amat kuat, Nakula yang sangat tampan dan Sadewa yang terkenal dengan kecerdasan dan kepintarannya.

Dodot

Pakaian atau dodot dalam istilah ragam hias wayang juga mempunyai filosofi tersendiri. Bima biasa mengenakan dodot poleng bintulu. Poleng bintulu sering ditemui di pulau Bali. Hiasan batik poleng adalah baju dengan pola kotak –kotak hitam putih. Hampir semua putra Bayu memakai asesoris Baju dodot poleng . Bima, Anoman, adalah anak angkat Dewa Bayu sehingga dodotnya mirip yaitu dodot poleng yang menandakan sebagai putra Bayu.

Simbulian

Kebanyakan pakaian (Dodotan) yang dikenakan wayang adalah motif batik aneka rupa. Simbulian mengacu pada lipatan. Ada lipatan tunggal (satu), simbulian rangkap, simbulian banyakan ( lipatan yang besar- besar). Simbulian biasanya dikenakan di kepala, ikat leher/ujung ikat leher, ujung selendang, ikat pinggang sampai baju bagian bawah.

Yang sering dipakai wayang adalah simbulian tunggal, ada juga yang memakai simbulian rangkap namun tidak sebanyak yang memakai simbulian tunggal. Graden, selendang, ikat leher, ikat pinggang, uncal wartra, pasemekan, manggaran, bokongan. Adalah jenis – jenis simbulian yang dipakai kebanyakan wayang.

Membicarakan tentang detil wayang butuh banyak sekali penjelasan. Ternyata meskipun terlihat kecil, dibandingkan dengan bentuk karya seni lainnya, wayang membutuhkan banyak pengetahuan untuk bisa membuat wayang seutuhnya. Baju atau dodot, atau istilah lain untuk lipatan, aseroris seperti jamang yang diberi nama lucu menurut awam atau mereka yang susah memahami budaya Jawa yang rumit dan njelimet.

Namun karena rumitnya sebuah produk kebudayaan ,  menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia sebetulnya mempunyai peradaban yang unggul. Hanya sayangnya seiring dengan majunya zaman ada yang hilang dari perhatian kaum milenial. Yang utama adalah rasa bangga, rasa memiliki ( Sense of Belonging) produk budaya adiluhung yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa kita.

Sekarang banyak manusia sering membicarakan dan memasalahkan hal yang tidak esensial. Hal yang sederhana menjadi rumit, hal yang seharusnya tidak merusak sebuah jalinan komunikasi antar pribadi akhirnya malah manusia terjebak dalam perang asumsi, perang tafsir. Tafsir itu berbenturan dan sengaja dibenturkan untuk bisa saling menguasai agar manusia diakui sebagai makhluk superior.

Wayang Menggambarkan Kebinnekaan dan keanekaragaman

Wayang itu menggambarkan keragaman, setiap sosoknya mempunyai hiasan, asesoris dan wajah yang beda. Tidak sama, jarang ada yang seragam. Karena keragaman itu manusia bisa merasakan betapa istimewanya ciptaan Tuhan. Dari jutaan, ratusan juta manusia tidak ada manusia yang benar- benar persis.

Wayang kulit ingin menggambarkan betapa keragaman itu indah. Ada sisi hiburannya, sisi tuntunannya dan sisi tingginya kemampuan untuk menstilasi daun, bunga, binatang, simbol menjadi produk budaya yang mampu mengangkat nama bangsa. Wayang itu identik Indonesia, kalau ingat wayang pasti ingat Indonesia.

Jadi ingat tentang isu terkini yaitu polemik kerudung terhadap perempuan. Penulis tidak membahas isu dan polemiknya hanya mengembalikan ingatan pada sosok wayang. Kalau wayang itu diseragamkan dengan baju yang serba tertutup, bagaimana menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang berbeda- beda. Dalam orkestrasi musik. Suara yang berbeda itu tampak semakin indah jika suara yang berbeda itu saling mengisi dan saling memperkaya dalam harmoni.

Jadi kalau muncul penyeragaman, muncul peraturan yang melarang hak seseorang untuk memakai baju menurut kepatutan dirinya alangkah membosankan kehidupan. Semoga wayang menjadi representasi dari keragaman bangsa.

***

Tulisan sebelumnya: Mengulik Keistimewaan Wayang Kulit dan Jalinan Budaya Antar Pulau (2)