Budaya

Ritual “Ngoyajah Tojok Bua,” Tradisi Menutup Musim Buah-Buahan Suku Dayak Kancikgh

Rabu, 1 September 2021, 22:01 WIB
Dibaca 865
Ritual “Ngoyajah Tojok Bua,” Tradisi Menutup Musim Buah-Buahan Suku Dayak Kancikgh
Lantikng, media ritual

Selang beberapa waktu, ketika buah yang di pohon semakin habis berguguran, yang artinya musim buah-buahan akan segera berakhir, Masyarakat Adat Dayak Kancikgh kembali mengadakan ritual yang disebut “Ngoyajah Tojok Bua.” Ngoyajah artinya mengadakan ritual menggunakan media yang disebut “yajah,” yaitu sejenis boneka yang dibuat dari bahan tepung ketan. Tojok artinya ujung atau penghujung, sedangkan “bua” adalah buah atau buah-buahan secara umum.

Ngoyajah tojok bua berarti mengadakan ritual di penghujung musim buah-buahan menggunakan media yang disebut “yajah.” Selain “yajah” media lain yang digunakan dalam ritual ngoyajah tojok bua adalah “lantikng” dalam bahasa Dayak Kancikgh artinya semacam rakit yang dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan pondok mini terapung.

Lantikng diatap dengan daun pisang, berdinding dan berlantai dengan bilah-bilah bambu. Jika masih ada maka kaki atapnya dihiasi dengan menggantung beberapa tangkai buah rambai. Di dalam lantikng diisi dengan satu ekor anak ayam dan beberapa jenis buah-buahan secukupnya, sedangkan selebihnya akan dihanyutkan bersama dengan lantikng.

Baca juga: Tembawang (2), Agroinvestasi Jangka Panjang Dayak Kancikgh

Setelah ritual menimang dan memberi makan “yajah” selesai dilakukan, yajah dimasukkan ke dalam lantikng. Prosesi selanjutnya adalah mengantar lantikng dengan iring-iringan musik “senggayong” ke bagian hilir sungai untuk dihanyutkan. Musik senggayong dimainkan oleh 3 orang pemain menggunakan alat musik dari bambu yang diraut sedemikian rupa sehingga menghasilkan bunyi yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Bunyi nada yang baik biasanya bertingkat rendah, sedang dan tinggi. Di kalangan pemain musik Kancikgh, nada rendah disebut ayah, sedang disebut ibu dan tinggi disebut anak. Teknik memainkan musik senggayong juga sangat unik sebab dari satu alat musik selanjutnya bisa menghasilkan tiga macam bunyi melalui cara memukul dan menutup lubang rautan dengan tangan.

Prosesi mengantar lantikng dan yajah dilakukan dengan rute berkeliling kampung sebelum finish di bagian hilir sungai dimana semua warga wajib menyaksikan dan meludahi lantikng tersebut sambil mengucapkan doa tolak bala, menolak dan membuang segala macam penyakit seperti batuk, pilek, demam dan bengek yang selama musim buah ini bergelut dengan tubuh manusia.

Maksud dari ritual “Ngoyajah Tojok Bua” adalah mengantar bagian dari hasil panen buah-buahan kepada “saudara sepupu” yang selalu menuntut bagi hasil dari panen tersebut.

Oleh karenanya buah-buahan dengan ragam secukupnya dihanyutkan bersama dengan lantikng di bagian hilir sungai. Pemimpin ritual memanggil dan menyapa saudara yang tidak kelihatan tersebut untuk sudi menerima bagian hasil panen dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jika lebih jadikanlah itu sebagai pahala yang mendatangkan rejeki berupa panen yang lebih banyak di tahun depan. Jika kurang, mohonlah supaya dimaafkan. Jika tidak puas, tuntutlah kepada “yajah” yang menjadi perwakilan dan penebus bagi nyawa manusia.

Ritual ngoyajah tojok bua ditutup dengan penyampaian pesan-pesan dari pemimpin ritual tentang pantangan yang harus ditaati selama satu atau tiga hari sejak dihanyutkannya lantikng dan yajah. Selain itu, warga juga diminta melakukan tradisi “nguyokh minu” atau pantang keluar dari kampung selama satu hari satu malam atau 24 jam terhitung setelah ritual tersebut selesai dilakukan.

Ritual ngoyajah tojok bua selain sebagai bentuk budaya yang memperkuat jati diri Masyarakat Adat Suku Kancikgh juga mengandung pesan-pesan moral agar kita memelihara kesehatan, menghargai dan menjaga lingkungan hidup serta mengutamakan kebersamaan dalam komunitas Masyarakat Adat yang lestari dan sudah berusia ribuan tahun. Kalau tidak kita, siapa lagi yang harus melestarikannya.