TUNING: Peralatan Dapur Tadisional Manusia Lengilo’
Jika kita keliling Indonesia atau membaca lieratur, buku atau menonton video perjalanan seseorang jelajah ke daerah-daerah Indonesia. Pasti kita akan kagum pada kebiasaan atau budaya yang ada di suatu daerah tersebut.
Saya, saat pertama kali ke Bali, saya kagum dengan budaya yang ada disana, begitu juga ketika di Yogyakarta, kebudayaan mereka membikin saya kagum, begitu juga dengan daerah-daerah lainnya.
Termasuk suku Dayak Lengilo’ / Lengilu yang ada di dataran tinggi borneo. Peradaban Suku Dayak Lengilo' sudah ada ribuan tahun yang silam sebelum tahun masehi, hingga saat ini tepatnya di Lembah Sungai Kerayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Dayak Lengilo’ mempunyai kebudayaan yang khas, telah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang manusia Lengilo’ zaman baheula dan diteruskan ke generasi berikutnya. Tapi, dengan berkembangnya muderenisasi atau teknologi serta budaya luar, membuat pudar pemahaman anak-anak muda zaman now mengenai kebudayaan mereka sendiri, sehingga nilai-nilai kebudayaan itu mulai hilang, di pengaruhi budaya luar.
Nah, saya ingin mengajak Anda, mengenal kebudayaan manusia Lengilo’ di Dataran Tinggi Borneo, sungai Kerayan yang beragam macamnya, dari lagu daerah, tarian, rumah adat, peralatan pertanian, peralatan masak, dan masih banyak lagi lainnya. Namun, tulisan ini berfokus mengulas satu peralatan memasak nenek moyang manusia Lengilo’ zaman baheula. Ya, namanya dapur tradisonal. Pasti kita menemukan peralatan-peralatan memasak disana.
Dari foto kita bisa melihat salah satu alat memasak nenek moyang manusia Lengilo’ zaman baheula. Kami menyebutnya, tuning. Tuning merupakan peralatan dapur tradisional nenek moyang manusia Lengilo’ zaman baheula yang bahan bakunya berasal dari tanah liat. Mirip tempayan ukuran kecil.
Bentuknya bundar dengan mulut agak kecil, antara bagian atas dan bawah sama besar, bagian perut agak bulatan besar, tidak ada pegangan. Soal bentuk tuning, sebenarnya berbeda-beda ada yang ukuran besar sedang dan kecil sesuai kebutuhan pemiliknya.
Kalau di dapur orang Jawa, biasnya kita temukan hal sejenis seperti belanga atau bahasa umumnya di sebut dengan kuali. Nah, kalau manusia Dayak Lengilo’ alat masak tradisonal ini pakai untuk memasak sayur-sayur hijau seperti; daun timun, daun bata, daun tengayen, daun ubi, dan daun-daun hijau lainnya, soal rasa jangan tanya. Hehhe… pasti juara.
Tuning juga digunakan sebagai tempat untuk menanak nasi, merebus daging, merebus ubi, selain digunakan memasak sayur hijau, atau digunakan untuk memasak hasil bumi lainnya.
O, ia. Selain tuning ada juga alat pasangannya, nenek moyang manusia Lengilo’ zaman baheula menyebutnya kuden (alat memasak nasi) dalam tulisan lain akan dijelaskan lebi terinci.
Akhirnya, perlu ada upaya pelestarian kebudayaan, terutama Dayak Lengilo’. Pelestarian ini sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan budaya yang diwariskan nenek moyang kita terdahulu, salah satunya dengan mencari tahu, belajar menggunakannya, dan mengetahi, atau menggunakan alat-alat itu di kehidupan sehari-hari. Boleh saja kita menyambut moderenisasi atau perkembangan teknologi informasi, namun harus hati-hati jangan sampai menghilangkan budaya tradisional Dayak Lengilo’, bagian dari budaya bangsa ini.
Buiii…Buuiii…Buuiiii….
***