Suheriyatna, Birokrat "Outlier" dari Kaltara
Orang yang sedang memegang buku ini bernama Suheriyatna dan buku yang sedang dipegangnya itu berisi pemikiran-pemikirannya di bidang infrastruktur. Jika mau menyebut nomenklatur lengkapnya adalah Dr. Ir. H. Suheriyatna, M.Si.
Suheriyatna adalah mantan birokrat di lingkup Kementerian PUPR, sempat menjadi birokrat di Kalimantan Timur (Kaltim) dan ketika provinsi ini membelah diri sehingga lahir provinsi baru bernama Kalimantan Utara (Kaltara) di tahun 2012, ia pun mengabdi di provinsi pecahan itu.
Saya menyusun buku tentang "sepak-terjang", konsep pembangunan infrastruktur dan langkah-langkah eksekusi atas program-programnya bersama dua penulis buku lainnya, Rangkaya Bada Masri (Masri Sareb Putra) dan Dodi Mawardi. Adapun yang memperkenalkan kami dengan Suheriyatna adalah Pak Yansen Tipa Padan, Wakil Gubernur Kalimantan Utara.
Penyusunan buku ini tergolong cepat, mulai dua kali wawancara intensif 12 jam, penyiangan dokuméntasi, transkripsi wawancara, penulisan hingga editing tidak sampai dua minggu. Lahirlah buku yang kami beri judul "Suheriyatna untuk Kaltara" dengan judul kecil "Wujudkan Tuntas 11 Program Prioritas".
Pada cover buku tertulis Dodi Mawardi selaku editor bahasa, Masri Sareb Putra selaku penyelia, sedang saya, Pepih Nugraha menjadi editor substansi. Kami bertiga bekerja cepat dengan tugas masing-masing, membagi tiga bahasan utama yang kemudian menjadi lima bab utama. Pemberian judul, "tagline" dan kutipan serta judul kecil menjadi tugas editor substansi yang memang harus memahami "Alpha-Omega" konten yang menjadi pembahasan.
Menulis buku tentang pemikiran dan konsep orang sebagaimana termaktub dalam buku yang sedang saya susun, "Human Interest", adalah masuk ke dalam golongan "man with his perception" atau "people with their opinion". Mengapa tidak masuk ke golongan "man with his productions" mengingat Suheritayna "tukang membangun infrastruktur"? Karena konsep-konsep tentang infrastruktur lebih mengemuka, yakni 11 program infrastruktur prioritas untuk membangun Kaltara.
Sebelas prioritas itu antara lain membangun kota baru mandiri Tanjung Selor, yakni ibukota provinsi Kaltara, pelabuhan dan dermaga, sumber daya energi listrik khususnya PLTA, hingga penempatan personil TNI di perbatasan. Semua berasal dari konsep dan pria kelahiran Aceh, 1 Maret 1965 ini.
Suheriyatna sendiri berdarah Jawa-Aceh. Ayahandanya, Sarlan Suharto, anggota ABRI (sekarang TNI) yang saat bertugas di Aceh, bertemu dengan gadis Aceh bernama Hasanah. Sarlan melamar Hasanah belum satu tahun bertugas.
Selain dapat memahami konsep-konsepnya, menulis buku ini sekaligus dapat mengenal karakter orang yang jadi objék penulisan dan itu tadi, "sepak-terjang"-nya dalam pengertian positif di dunia yang digelutinya. Boleh dikatakan Suheriyatna bukan birokrat biasa, visinya jauh ke depan bahkan saat ia masih aktif menjadi pejabat yang bertanggung jawab terhadap pembangunan infrastruktur dan pemukiman di Kaltim maupun Kaltara.
Memanfaatkan jabatan? Bukan, tetapi mengesekusi gagasan dan peluang ekonomi yang ada di depan mata saat bertugas di lapangan. "Sudah tidak musim mencari fee dari proyek atas pembangunan infrastruktur, itu kecil, salah-salah berurusan dengan aparat hukum," katanya dalam sebuah pertemuan santai, "Tapi bagaimana menjual visi ekonomi kepada investor. Saya tidak punya modal, tetapi punya visi ekonomi. Orang lain yang punya modal sepakat dengan visi saya, jadilah unit usaha, saya punya saham di sana."
Sebagai contoh, di Aceh ia memiliki sebidang tanah yang cukup luas dan strategis, tetapi ia tidak punya modal untuk membangun ruko. Kemudian ia menawarkan konsep membangun ruko kepada seorang investor. Deal. Maka dalam sekejap Suheriyatna memiliki tujuh ruko dan tujuh lagi dimiliki si pemilik modal. Ia "kehilangan" separuh luas tanahnya yang dimiliki investor, tetapi sebagai gantinya ia memiliki tujuh ruko tanpa keluar uang untuk membangunnya karena dibayar oleh separuh tanahnya yang "hilang" itu. Tanahnya menjadi berharga karena di atasnya sudah dibangun 14 ruko. "Demikianlah prinsip ekonomi dieksekusi di lapangan," katanya.
Dengan pola yang sama, ia memiliki perusahaan di bidang perkapalan, tambang, baja, air kemasan sampai sejumlah cafe di Tanjung Selor dan Balikpapan tanpa harus memainkan "fee" dari para kontraktornya. Alhasil, Suheriyatna adalah "outlier", orang yang berada di luar statistik besar para birokrat "PU" yang terkenal basah dalam mengelola proyek. Salah satunya karena mengetahui di mana sebuah proyek strategis dibangun, sehingga tanah di sekitarnya menjadi paham.
Dari mana visi bisnisnya berkembang? Suheriyatna menyelesaikan S2-nya di bidang bisnis dan ekonomi, sehingga pemikirannya tidak jauh-jauh dari prinsip ekonomi. Kelebihannya, dia berani mengeksekusi ide ekonominya itu sehingga nomenklatur "praktisi" lebih menonjol dibanding "teori" yang dimilikinya. Disertasinya adalah membangun infrastruktur dengan kearifan lokal dengan locus jalan tol Samarinda-Balikpapan, salah satu infrastruktur yang dibangunnya.
Suheriyatna kini menjadi calon anggota legislatif dari Kaltara dengan kendaraan politik Partai Demokrat yang selama setahun belakangan ini rajin turun ke bawah, menyapa warga Kaltara sampai ke perbatasan. Tidak lain memperkenalkan diri sekaligus ide dan gagasan-hahasannya di bidang infrastruktur.
Dan, program-program infratrukturnya itulah yang kemudian menjadi buku yang sedang dipegangnya itu.
***