Perjalanan Data Dian (3) Sugeng Lestari, "Trubador" Jawa di Pedalaman Kalimantan
Pria ini lahir di Ngawi, Jawa Timur, 25 Februari 44 tahun lalu, bergabung dengan KKI Warsi, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang melakukan pendampingan terhadap suku-suku terasing, sejak empat tahun lalu. Akan tetapi, selama rentang waktu itu, ia telah mewarnai Warsi dengan menjadi "Outlier" -meminjam istilah Malcolm Gladwell- sebagai seniman pencipta lagu.
Dialah Sugeng Lestari.
Bukan hanya satu-dua lagu bernuansa Etnis Dayak, khususnya subsuku Punan yang digubahnya, melainkan 14 lagu.
Saat pembukaan pelatihan menulis selama empat hari bagi 21 admin atau warga pewarta dari 11 desa di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, sebagai pemateri tunggal saya dikejutkan (surprise) oleh dua nyanyian yang dibawakan Sugeng Lestari di depan peserta pelatihan dan fasilitas Warsi lainnya.
Lebih surprise lagi setelah saya mengetahui dua lagu yang dibawakannya dengan diiring musik khas Dayak dari MP3 itu merupakan hasil ciptaannya!
Simak salah satu lirik lagu yang diciptakannya!
MPU LUNANG TERO
Lunang Antukung Long Jalan,
Purah Kelait Genen Metan Toh,
Pung Kahib Pu’un Kun,
Yuk Tero Suku Punan.
Lok Kayuh Buak Lunang,
Morip Maup Wo’ Nejuk Tuhan,
Tei Ku’ung Tero Cebayang,
Lun Lunang Peluh Negenen.
Reff:
Genen Mpu Lunang Tero,
Jan Pung Jan,
Genen Tening Ungeku,
Pu’un Urip Aa..,
Tat Ketou Piah,
Maik An Kecan Lunang Tero,
Tei Tero nyepan Rin,
Yuk Nak Tero Belum’ih
Terjemahan syair lagu itu kira-kira begini:
HIJAU HUTAN KITA
Hutan di Desa Long Jalan
Menghampar sejauh pandangan,
Sangat melimpah sumber makanan
Untuk kita suku punan.
Sagu, Pohon Buah Hutan,
Tumbuh subur hadiah dari Tuhan,
Mari sama kita berdoa,
Agar hutan tetap terjaga.
Lihatlah hijau hutanku,
Indah sangatlah indah,
Lihatlah jernih sungaiku,
Sumber kehidupan manusia.
Bila anda semua,
Peduli dengan kelestariannya,
Mari sama menjagannya,
Untuk Masa Depan Anak Kita
Menurut Sugeng, lirik lagu itu ia gubah dalam bahasa Indonesia, tentu setelah mengamati dan merasakan hidup di pedalaman Kalimantan selama melakukan pendampingan kepada suku-suku yang terisolasi. Kemudian lirik lagu itu diterjemahkan ke dalam bahasa Dayak Punan oleh Alam, Dorti, dan Baya.
"Saya telah menulis empat belas lirik dan lagu selama bergagung dengan Warsi," katanya saat saya ajak bercakap-cakap usai pembukaan acara pelatihan menulis itu, Kamis 8 September 2022.
Menurut Sugeng, ke-14 lagu beserta lirik yang digubahnya itu berbahasa Punan, ada juga yang bahasa Indonesia. Tema dari lagu-lagu yang ia gubah tidak jauh-jauh dari cerita tentang lingkungan, hutan, kecintaan terhadap alam, pendidikan, keluarga, orangtua dan tentang kebesaran Tuhan sebagai Sang Pencipta.
Empat tahun menjadi fasilitator di Warsi, lulusan S1 Akuntansi Unes Gunadarma yang melanjutkan pendidikan S2 Perbankan ini mengaku nyaman dengan pekerjaannya selama ini.
"Pekerjaan memungkinkan saya dekat dengan masyarakat suku terasing, khususnya suku Dayak di Kalimantan Utara ini," katanya.
Sukmareni Rizal, Koordinator Divisi Komunikasi Warsi mengungkapkan, apa yang dilakukan Sugeng dengan menggubah lagu-lagu etnis Dayak Puna membuat "iri" etnis Dayak lainnya. "Mereka juga ingin dibuatkan lagu yang bercerita tentang daerahnya," katanya.
Yul Qari, Manager Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Warsi yang tengah merampungkan program "Website Desa" memungkinkan fasilitator Warsi bergerak jauh sampai ke desa Data Dian. Selama ini baru lima desa yang sudah benar-benar memiliki "Website Desa" dari 11 desa yang menjadi program.
"Desa lainnya tinggal menunggu persetujuan domain Internét dari Kementerian Informasi," katanya.
Tentu saja konten berita website desa itu harus diisi oleh penduduk setempat yang ditunjuk sebagai warga pewarta atau "citizen reporter".
Nah, keberadaan sekaligus perjalanan saya selama kurang lebih dua minggu di pedalaman Kalimantan ini dalam rangka transfer ilmu menulis berita dan feature kepada 21 peserta dari 11 désa di Kabupaten Malinau.
Dalam kesempatan ini tidak lupa saya membagikan 6 éksemplar buku "Tulislah: Mengembangkan Proses Kreatif Menulis Berita Feature Fiksi" yang akan diberikan kepada peserta terbaik/teraktif. Buku "Tulislah" ini kebetulan akan segera dicetak ulang oleh penerbit Elek Media di Jakarta.
Kembali kepada kiprah Sugeng Lestari yang saya sebut "trubador" ini, saya mengusulkan kepada Warsi agar ke-14 lagu gubahannya itu direkam dalam bentuk CD, dikemas secara apik, untuk kemudian dijadikan suvenir atau bahan kampanye lingkungan hidup.
Lagu bisa dinyanyikan oleh penyanyi lokal (Dayak) yang sudah ternama. Kalau mau lebih viral dinyanyikan saja oleh Raisa atau Agnes Monica, sekaligus mengabarkan perjuangan Warsi melakukan pendampingan kepada suku terasing di Kalimantan maupun Sumatera (Jambi) serta membuka mata publik bahwa penduduk Indonesia itu bukan hanya mereka yang tinggal di kota-kota besar, tetapi mereka yang tinggal di desa-desa terpencil atau hutan terisolir.
***