Sosok

Filosofi Rumah Panjai (Betang) #3

Senin, 22 Agustus 2022, 15:23 WIB
Dibaca 258
Filosofi Rumah Panjai  (Betang) #3
Wilson

Salah satu Suku Iban (Ibanic Group) berada di “Suku Dessa” Ensaid Panjang masih hidup di “Rumah Panjai” (Rumah panjang) dengan fungsi yang mulai bergeser. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor: (1) “Rumah Panjai” (Rumah panjang) dipertahankan sebagai situs wisata bernuansa sedikit budaya, semestinya menjadi menjadi siklus kehidupan; (2) nilai-nilai modernisasi yang masuk ke dalam struktur masyarakat. Sehingga, fungsi “RumahPanjai” (Rumah panjang) mulai bergeser; (3) pada sisi lain, kebanyakan generasi tua (60 tahun ke atas) masih berupaya memelihara tradisi yang kuat, sedangkan generasi mudanya masih kurang yakin tentang tradisi tersebut dapat mereka pertahankan atau tidak.
Tradisi lisan yang dituturkan dan pengalaman empiris penulis di “Rumah Panjai” (Rumah panjang) bagi suku Dayak Iban perlu dipertahankan mengingat hidup di “Rumah Panjai” (Rumah panjang) sudah membentuk peradaban Suku Dayak Iban secara kuat. Sehingga, kekeluarga, kebersamaan, kesamaan derajat, dan solidaritas yang dijunjung tinggi.

Sisi lain, Suku Bangsa Dayak memiliki pergerakan yang dinamis. Pergerakan yang dinamis inilah yang menyebabkan perkembangan peradaban Suku Bangsa Dayak yang semula mulai dari hidup secara nomaden (berpindah-pindah), kemudian berkembang dengan mulai mengenal peradaban Betang, Rumah Panjai (Iban), Rumah Radank (Ahe), atau Huma Betang (Ngaju) dengan segala filosofi di dalamnya. Di Betang Suku Bangsa Dayak bertumbuh dalam peradaban (kehidupan sosial dan religius) yang mengatur hubungan dengan Sang Penguasa (Tuhan), alam dan sesama, adat-istiadat, kebudayaan, kekeluargaan, dan gotong-royong. Karena itu, banyak ahli mengidentifikasi bahwa bangunan rumah panjang (Betang) merupakan sebuah indikasi cara hidup orang Dayak darat yang khas, karena semua pergulatan hidup dimulai dari sini.  Sehingga tidak berlebihan jika Betang adalah jantung kehidupan sosial Suku Bangsa Dayak.

Tags : sosok