Opini Kompas dan Marwan Mas
Saya mendapatkan flyer "warta lelayu" tentang kepergian "daeng" Marwan Mas ke hadirat Ilahi Rabbi. Tidak terlalu mengenalnya, tetapi Marwan adalah salah satu sosok inspiratif yang saya tulis saat saya masih bertugas selaku jurnalis dan ditempatkan di Makassar, Sulawesi Selatan. Sebutan "daeng" dari saya menunjukkan dari mana Marwan Mas yang telah bergelar professor itu berasal.
Mengapa saya tertarik untuk menulis kisah perjalanan hidupnya sebagai seorang dosen biasa, yang pada saat wawancara berlangsung, 20 tahun lalu, ia masih menempuh S2-nya?
Buku "Outlier" yang kondang itu belum selesai ditulis mantan jurnalis Malcolm Gladwell dan karenanya belum saya baca. Akan tetapi, konsep "seekor pink di antara ribuan kerumunan kambing putih" sesungguhnya sudah saya kenal dan dalam pengertian yang kurang lebih sama, itulah hakikat "Outlier".
Alasan itulah yang membuat saya tertarik menulis sosoknya, yaitu satu dari sekumpulan dosen biasa yang demikian produktif menulis artikel opini di Harian Kompas. Di luar dosen, ia juga polisi berpangkat rendahan yang masih aktif!
Mengapa harus opini harian Kompas? Sebab sampai sekarang rubrik itulah yang diperebutkan banyak penulis opini.
Persoalan hukum adalah objek yang dipilih untuk Marwan tulis, terkait dengan "peristiwa hukum" yang terjadi saat itu. Wartawan menulis berita peristiwa hukum, Marwan menulis opini atas peristiwa hukum itu, demikianlah kira-kira kiatnya menulis artikel opini Kompas.
Saya menulis kisah ini karena teringat naskah buku yang kini masih berada di penerbit Elexmedia yang berjudul "Beropinilah!", yaitu buku tentang kiat menulis opini dan trik bagaimana cara menembuskannya di Harian Kompas.
Salah satu trik jitu yang dipraktikkan Marwan Mas menjadi penekanan pembahasan buku yang menunggu diterbitkan itu. Setelah buku "Tulislah!" yang diserap pasar dengan baik, buku "Beropinilah" akan menjadi buku saya lainnya yang diterbitkan "major publisher" pada pertengahan tahun 2023 ini. Insya Allah.
***