Sosok

Pemimpin Berkualitas Tawarkan Gagasan lewat Buku

Rabu, 10 Februari 2021, 14:50 WIB
Dibaca 698
Pemimpin Berkualitas Tawarkan Gagasan lewat Buku
Buku-buku Bung Karno

Dodi Mawardi

Penulis senior

 

Setiap menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) atau Kepala Daerah (Pilkada), para kandidat kontestan berlomba-lomba memperkenalkan diri kepada masyarakat. Beragam cara mereka lakukan. Biasanya, mereka sudah berancang-ancang jauh sebelumnya. Bahkan, sudah beraksi dan memperkenalkan diri sebelum tahapan pemilu ditetapkan. Perangkat perkenalan diri biasanya adalah spanduk, papan reklame, selebaran, dan sejenisnya. Juga melalui media internet dan media sosial, serta youtube. Sebagian lainnya memanfaatkan media massa seperti koran, majalah, televisi, dan radio.

Sebagai penulis buku dan pegiat literasi, saya memberikan perhatian khusus kepada para calon pemimpin yang menggunakan buku, sebagai media perkenalan diri. Tidak banyak. Apalagi jika buku yang ditulisnya berkualitas, menawarkan visi, konsep, dan program. Bukan sekadar perkenalan diri dalam bentuk biografi atau autobiografi.

Teladan Bung Karno

Secara pribadi, saya kagum kepada Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia. Dia adalah tipikal pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan. Visinya sudah tertuang dalam beragam buku yang ditulisnya jauh sebelum memimpin Indonesia. Kualitas buku-bukunya diakui banyak kalangan, baik orang pribumi maupun bangsa asing. Kalau tak salah catat, tak kurang dari dua judul buku fenomenal karya Bung Karno yang tercipta sebelum dia menjadi presiden serta beberapa buku lainnya yang diselesaikan selama ia menjadi presiden.

1.      Indonesia Menggugat. Naskah pidato yang disusun oleh Bung Karno selama di penjara oleh pemerintah Hindia Belanda, yang menuduhnya hendak menggulingkan pemerintahan.

2.      Mencapai Indonesia Merdeka. Kumpulan tulisan Bung Karno yang membantah pernyataan seorang profesor Belanda yang menyatakan bahwa Indonesia sampai kapan pun tidak akan pernah merdeka.

3.      Di Bawah Bendera Revolusi. Pidato Soekarno pada peringatan kemerdekaan setiap Agustus yang dituliskannya sendiri selama menjadi presiden sejak tahun 1946.

4.      Sarinah. Sebuah buku tentang perempuan dalam berjuang dan berpolitik.

5.      Wedjangan Revolusi. Sebuah buku berisi pidato, amanat, dan wejangan hasil tulisan Bung Karno sendiri sejak sebelum menjadi presiden sampai selama menjabat sebagai presiden.

Baca Juga: Pemimpin-pemimpin Muda Dunia

Bung Karno menyerap dengan begitu kuat petuah H.O.S Tjokroaminoto, guru besarnya selama tinggal di Surabaya. Sang guru mengatakan, “Jika kau mau jadi pemimpin, sebaiknya kuasai dua hal ini; pertama piawai berbicara, dan kedua mahir menulis.”  Sejak usia belasan, Bung Karno sudah rajin menulis baik yang tersebar di beberapa media massa maupun dalam bentuk buku. Isi tulisan melampaui usianya, menandakan betapa jauh visi sang penulis.

Sayang sekali, teladan dari Bung Karno ini tidak pernah diikuti dengan sungguh-sungguh oleh pemimpin generasi selanjutnya. Memang ada beberapa pemimpin yang menulis namun sebagian besar tidak merekam visi, konsep, dan program besarnya sebagai pemimpin. Presiden Indonesia yang bisa kita sebut sebagai piawai menuliskan ide dan gagasannya, mungkin hanya B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, tak ada warisan buku fenomenal karya kedua presiden tersebut, yang meneladani apa yang dilakukan Bung Karno.

 

Presiden yang lain sebagian di antaranya menulis biografi atau autobiografi, dan buku yang tidak berisi visi, konsep, atau gagasan besar. Sebagian lagi menulis buku dengan bantuan penulis lain, atau dituliskan oleh orang lain tanpa campur tangan sang presiden. Pun ada presiden yang sama sekali tidak pernah menuliskan gagasannya dalam bentuk buku.

Secara tidak langsung Bung Karno mewariskan kepada bangsa ini budaya literasi yang luar biasa. Sekaligus memberi teladan kepada rakyatnya bahwa untuk mencapai kemajuan haruslah disertai oleh kemampuan intelektual. Tidak bisa tidak. Indonesia meraih kemerdekaan dari penjajah bukan hanya melalui perjuangan bambu runcing, tapi juga melalui batang runcing lainnya yang disebut pena. Pepatah, “Pena kadang lebih tajam daripada pedang” berlaku dengan sangat nyata pada saat itu.

Indonesia masa kini membutuhkan pemimpin sekelas Bung Karno, dengan kompetensi sesuai zamannya. Pemimpin yang paham permasalahan sekaligus punya konsep sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Bukan pemimpin yang hanya mengandalkan popularitas, atau kekuatan modal, atau kekuatan massa pendukung, atau karena berasal dari keluarga pemimpin sebelumnya. Bung Karno paham masalah pada masanya yaitu penjajahan dan solusinya adalah kemerdekaan. Dia mampu mewujudkan kemerdekaan tersebut.

Baca Juga: Tren ke Depan: Pemimpin adalah Dia yang Terampil Menulis

Gagasan memerdekakan bangsanya dia tuliskan dalam berbagai artikel secara terus menerus di banyak media, dalam dan luar negeri. Gagasan dan konsep kemerdakaan dia tuangkan dalam beberapa buku, yang dapat dibaca oleh siapa pun. Bung Karno tahu persis bahwa gagasan dan konsep yang tak dituliskan mungkin akan hilang ditelan zaman... Bung Karno penulis sekaligus pembicara handal serta sekaligus eksekutor yang hebat.

Sudah pasti pula adalah seorang pembaca ulung. Dia sangat cerdas dengan pengetahuan yang luas. Tak salah jika puluhan universitas di dalam dan luar negeri memberikannya gelar Doktor Honoris Causa kepadanya.

Berasal dari Pinggiran

Bukan bermaksud menyetarakan tokoh yang satu ini dengan Bung Karno. Namun paling tidak, apa yang sudah teladankan oleh Bung Karno dalam hal literasi bangsa, menetes kepada pemimpin yang satu ini. Dia memperkenalkan dirinya kepada khalayak lewat buku, melalui tulisan berisi visi, konsep, dan gagasan sebagai seorang pemimpin. Visi, konsep, dan gagasan yang kemudian dia eksekusi sehingga terwujud. Seperti Bung Karno dengan visi kemerdekaannya, pemimpin yang satu ini juga mampu merealisasikan mimpi besarnya.

Dr. Yansen Tipa Padan MSi. atau biasa disapa YTP, demikian nama pemimpin yang saya maksud. Sejak 2011, dia memimpin Malinau, suatu kabupaten di pinggiran, perbatasan antara Indonesia dengan Malyasia di Kalimantan Utara. Selama dua periode, YTP berhasil mewujudkan gagasannya dalam membangun dan memberdayakan masyarakat desa, melalui program Gerakan Desa Membangun (Gerdema) yang kemudian diadopsi sebagiannya oleh Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal. Dia tuliskan gagasan tersebut dalam buku berjudul “Revolusi dari Desa” yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo (Grup Gramedia), pada 2014 lalu. Cikal bakal buku tersebut sudah diterbitkan lebih dulu dengan judul Gerdema (Gerakan Desa Membangun) pada 2011.

Gagasannya terus melaju melalui pembangunan berbasis komunitas tingkat terendah dalam masyarakat Indonesia yaitu RT. Konsep pembangunan tersebut dia tuliskan melalui buku berjudul “Revolusi RT”. Konsep yang kemudian dia wujudkan dalam periode kedua sebagai Bupati Malinau 2016-2021 sehingga RT di Malinau berdaya dan mampu membangun wilayahnya sendiri. Visi, konsep, dan gagasan pembangunan ala YTP terbukti berhasil mengubah wajah Malinau, diakui oleh banyak kalangan, diapresiasi secara nasional, dan yang terpenting dirasakan oleh masyarakatnya.

YTP kemudian maju dalam pemilihan umum kepala daerah Kalimantan Utara sebagai calon wakil gubernur. Seperti yang lain dia memperkenalkan dirinya melalui spanduk, baliho, dan beragam media luar ruang lainnya. Dia juga menggunakan media sosial mulai dari Facebook, Twitter, Instagram, serta kanal YouTube. Tak lupa dia juga memanfaatkan media massa cetak, elektronik, dan internet.

 

Satu hal yang dia lakukan namun tidak dilakukan oleh calon pemimpin lainnya, dan diteladankan oleh Bung Karno; menawarkan visi dan gagasannya lewat tulisan dalam bentuk buku. Beberapa bulan sebelum tahapan pilkada Kaltara berlangsung, YTP sudah merancang dan menerbitkan gagasannya dalam buku berjudul “Kaltara Rumah Kita”.

Isi bukunya sangat komprehensif tentang Kaltara, sejarah, kondisi terkini, sampai gagasannya dalam membangun provinsi terbaru itu. Lagi-lagi bukunya diterbitkan oleh Grup Gramedia (penerbit Bhuana Ilmu Populer – BIP). Masyarakat Kaltara dapat secara leluasa menelaah dan mempelajari visi, konsep, dan gagasan YTP. Masyarakat Kaltara tidak membeli kucing dalam karung. Apalagi sebagian besar visi, konsep, dan gagasannya sudah terbukti terwujud di Malinau.

 

Selain buku Kaltara Rumah Kita, YTP juga menulis buku berjudul “Mengkhianati Keputusan Sendiri.” Suatu buku berisi latar belakang keputusannya maju sebagai cawagub, yang diwarnai oleh tarik menarik kepentingan pribadi, keluarga, dan kepentingan yang lebih besar. Cara pandangnya terhadap politik dan kekuasaan tertulis dengan jelas dalam buku ini. Lagi-lagi masyarakat dapat menilai sosok pemimpin yang satu ini. Perlu diingat, buku ini menjadi semacam janji sang penulis yang tidak akan hilang ditelan zaman, karena sudah tertulis dalam lembaran-lembaran kertas berumur panjang.

Baca Juga: Yansen Tipa Padan, “Outliers” dari Kaltara

Memang demikianlah seorang pemimpin seharusnya menuangkan visi, konsep, dan gagasannya dalam membangun suatu wilayah. Bukan hanya sekadar jago berkata-kata, menebar janji dan pesona, lalu lupa segalanya. Memimpin tanpa terobosan apalagi gebrakan. Memimpin hanya sekadar menjalankan tugas rutin sehari-hari. Pasti hal tersebut tidak akan menarik apalagi berkualitas jika dituliskan dalam bentuk buku.

Seperti pada 2011 dan 2016, YTP kembali memenangkan pilkada-nya. Sampai 2024 mendatang, YTP akan menjalankan tugas baru sebagai Wakil Gubernur Kaltara bersama Zaenal A. Paliwang sang gubernur. Apa saja visi, misi, dan program pembangunan mereka? Tak perlu pusing mencari-cari sumbernya, cukup baca saja buku Kaltara Rumah Kita. Semuanya sudah tertera di sana dan YTP akan menjalankan seluruh isi buku itu dalam membangun Kaltara, laiknya rumah bersama seluruh warga Kalimantan Utara.

Begitulah seorang pemimpin visioner menyampaikan visi, misi, konsep, gagasan, dan program pembangunannya melalui sebuah buku. Buku adalah level tentinggi intelektual dan literasi seorang manusia.  

***