Sosok

Panglima Jilah dan Pasukan Merahnya, Simbol Perjuangan Masyarakat Adat

Minggu, 7 Februari 2021, 18:18 WIB
Dibaca 5.812
Panglima Jilah dan Pasukan Merahnya,  Simbol Perjuangan Masyarakat Adat
Panglima Jilah Dan Pasukan Merahnya

Sosok Panglima Jilah kerap terdengar dalam aksi massa yang bersinggungan dengan masyarakat adat, melalui Pasukan Merahnya. Ia menjadi sebuah simbol perjuangan masyarakat adat di bumi Borneo dalam mencari keadilan di tanah leluhurnya sendiri. Sebutlah seperti aksi pembebasan 6 peladang di kabupaten Sintang, beberapa waktu lalu. 

Bahkan dalam suatu aksi massa, dimana petani plasma menuntut haknya kepada koorporasi PT. PI  di wilayah kecamatan Ngabang, kabupaten Landak, dimana Penulis hadir.  Nama Panglima Jilah hanya disebutkan dalam orasi aksi tersebut, dengan pesan mendukung upaya perjuangan petani plasma tersebut, mampu membakar semangat massa yang hadir.

Sosok Panglima Jilah semakin fenomenal, manakala Effendi Buhing, tokoh masyarakat adat Kinipan, Kalimantan Tengah yang viral kasusnya di medsos dan menyita perhatian media secara nasional, ketika di undang   di acara Mata Najwa  dengan tema “Hukum Suka-Suka”. Di sesi akhir wawancaranya,  Buhing secara langsung mengucapkan terima kasih kepada Panglima Jilah yang telah membantu mengawal  kasusnya.  

Peran Panglima Jilah dalam kasus pembebasan Effendi Buhing memang tidaklah bisa dipungkiri, melalui berbagai pernyataan dan ajakannya untuk membela, telah mengundang begitu banyak reaksi simpatik dari berbagai kalangan termasuklah media.

Kepedulian  terhadap adat dan budaya serta keberaniannya tampil dalam  konflik sosial yang menimpa masyarakat adat dan petani di tanah Borneo di era milineal ini,  tentunya menjadi catatan tersendiri  dan inspirasi bagi banyak anak muda dalam upaya memperjuangkan kaum yang termarginal di negeri ini. Ia tak hanya berani tampil, tetapi juga mempunyai kemampuan manajerial dalam menggorganisasi. Ini dibuktikan dengan banyaknya pengikut yang tergabung dalam pasukan merah yang dikoordinirnya.

Panglima Jilah yang juga disebut dengan Pengalangok Jilah, terlahir dengan nama Agustinus Jilah, pada tanggal 19 Agustus 1980,  di desa Sambora, Mepawah Hulu, kabupaten Landak ini, lahir di tahun Kera Mas. Pria yang tubuhnya bertato  khas suku Dayak ini, memang berpostur sedang.  Namun memiliki semangat juang dan keberanian yang luar biasa besar dalam memperjuangkan hak-hak  kaumnya di tanah adat leluhurnya yang hampir tak tersisa hutan alamnya, tergantikan hutan homogen (sawit) sejauh mata memandang.

Perjuangan Panglima Jilah, sang pemimpin besar pasukan merah se tanah Dayak, masihlah panjang. Namun semangat perjuangan dan perlawanan yang telah ditebarkan di setiap konflik yang menimpa masyarakat adat dan petani Dayak  tentulah telah tertanam di jiwa dan sanubari para pejuang dan pencari keadilan lainnya di bumi Borneo ini. (Dari Berbagai Sumber/L. Sahat Tinambunan)

* Tulisan yang sama telah tayang di rumahdemokrasi.id*

***