Politik

8 Pelajaran Penting dari Drama Politik di Amerika Serikat

Selasa, 26 Januari 2021, 19:05 WIB
Dibaca 642
8 Pelajaran Penting dari Drama Politik di Amerika Serikat
Joe Biden dan Kamala Harris (Foto: pikiran-rakyat.com)

Susilo Bambang Yudhoyono

Presiden Ke-6 Republik Indonesia

Bagi para pencinta demokrasi, drama politik di Amerika Serikat saat ini dapat dipetik pelajarannya.

Pertama, sistem demokrasi tidaklah sempurna, terutama implementasinya. Ada wajah baik dan wajah buruk dalam demokrasi. Namun, tidak berarti sistem otoritarian dan oligarki lebih baik.

Kedua, di era post-truth politics, ucapan pemimpin (presiden) harus benar dan jujur. Kalau tidak, dampaknya sangat besar. Ucapan Trump bahwa pilpresnya curang (suaranya dicuri) timbulkan kemarahan besar pendukungnya. Terjadilah serbuan ke Capitol Hill yang coreng nama baik Amerika Serikat.

Ketiga, post-truth politics (politik yang tidak berlandaskan pada fakta), termasuk kebohongan yang sistematis dan berulang, pada akhirnya akan gagal. Pemimpin akan kehilangan trust dari rakyatnya, karena mereka bisa bedakan mana yang benar (faktual) dengan yang bohong (tidak faktual).

Keempat, tiap pemilu ada yang menang, ada yang kalah. Meskipun berat dan menyakitkan, siapapun yang kalah wajib terima kekalahan dan ucapkan selamat kepada yang menang. Itulah tradisi politik dan norma demokrasi yang baik.

Sayangnya, sebagai champions of democracy, ini tidak terjadi di AS sekarang.

Kelima, kali ini pergantian kekuasaan yang damai (smooth and peaceful) tak terjadi di AS. Transisi kekuasaan dibarengi luka, kebencian dan permusuhan. Ini petaka bagi AS yang politiknya terbelah (deeply divided). Energi Biden bisa habis untuk satukan AS hadapi tantangan ke depan.

Keenam, jelang pelantikan Biden, Washington DC mencekam, banyak barikade dan dalam pengamanan ketat 25.000 tentara. Siapa ancamannya? Kali ini bukan musuh dari luar, seperti biasanya, tapi "teroris domestik". Ini titik gelap dalam sejarah AS. Juga warisan buruk yang ditinggalkan Trump.

Ketujuh, setiap krisis selalu ada pahlawannya. Saya respek kepada Wapres Mike Pence yang tunjukkan karakter kesatrianya dengan menerima hasil Pilpres yang lalu meskipun kalah. Dia tolak “perintah” Trump untuk ubah hasil pemilu karena tak berdasar. Dia hormati konstitusi dan demokrasi.

Kedelapan, Pence bukan tipe yang haus kekuasaan. Dia tak memanfaatkan kesempatan untuk ambil alih kepemimpinan meskipun diminta secara resmi oleh DPR AS (sesuai amandemen ke-25 konstitusi AS). Pence menolak, karena bukan itu yang terbaik bagi bangsa AS.

*SBY*

***

Sumber: Twitter @SBYudhoyono