Politik

Menjaga Eksistensi Masyarakat Adat sebagai Kekayaan Nusantara

Rabu, 20 Januari 2021, 11:16 WIB
Dibaca 464
Menjaga Eksistensi Masyarakat Adat sebagai Kekayaan Nusantara
Masyarakat adat panen di lahannya sendiri. Jangan gadai tanah adat!

Kebijakan pembangunan sentralistis dan sistem politik otoriter pada masa Orde Baru telah menciptakan kesenjangan dan marginalisasi masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah. Pembangunan dan hasil pada  faktanya hanya dinikmati segelintir masyarakat adat, sedangkan implikasi negatif seperti kemiskinan, ketersingkiran atas akses sumberdaya ekonomi, politik, sosial budaya dan lingkungan jauh lebih besar dibanding manfaat.

Konsekuensi logis sistem negara kesatauan ini adalah dilaksanakan asas sentralisasi dan asas desentralisasi kekuasaan secara bersamaan. Pada satu sisi terbangun sistem  persatuan (unity) dan kesatuan (union) bagi utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sisi lain dilaksanakan asas desentralisasi dan otonomi di daerah guna mengakomodir kepentingan masyarakat daerah dan demokratisasi lokal.

Jaga dan pertahankan hutan adat! Jangan sekali-kali digadaikan untuk kepentingan sesaat.

Konsepsi prinsip ini sangat ideal bagi bangsa Indonesia yang memiliki  17.000 pulau  dengan berbagai ragam suku bangsa, agama, adat istiadat dan budaya yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Tentu jika mampu dilaksanakan dengan baik sebagaimana maksud dan tujuan pembentukan negara.

Akan tetapi, pada kenyataan perjalanan sejarah bangsa Indonesia membuktikan bahwa demokrasi di Indonesia menurut Anies Baswedan (dalam Nordholt dan Klinken 2014 hal x) sejak terbentuk negara modern tahun 1945 sampai 2006 hanya dialami penduduk nusantara  selama kurang dari 20 tahun yaitu 1949-1959 dan 1998-2016.

Masa di luar periode itu adalah masa otoriterian atau masa revolusi atau masa konflik politik, ketika penduduk Indonesia tidak berpeluang untuk mengartikulasikan dan menegosiasikan kepentingan secara bebas. Pada masa Orde Baru yang menjalankan pemerintahan  dengan sangat sentralistis di dunia, disebut sebagai masa pemerintahan yang sangat sentralistis bahkan paling sentralistis di dunia.

Dampak pelaksanaan kekuasaan yang sentralistis adalah minimnya  pengalaman berdemokrasi yang berdampak pada kemajemukan Indonesia dari sisi penduduk, budaya, bahasa dan sejarah menjadi sering terlewatkan. Bahkan pluralitas dan kemajemukan dipandang sebagai sebuah ancaman yang mengganggu  persatuan dan kesatuan dan menciptakan disintegrasi bangsa, sehingga harus ditiadakan atau diminimalisasi keberadaannya.

Demikian pula dengan keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat atau masyarakat adat yang tersebar di seluruh wilayah nusantara yang menurut Aliansi  Masyarakat Adat Nasional (AMAN) di Indonesia  diperkirakan terdapat 50 - 70 juta atau  23%-32% populasi Masyarakat Adat. Meskipun pada konstitusi negara diakui keberadaannya, namun praktik pelaksanaan belum mendapatkankan tempat sebagaimana mestinya. Karena dipandang dapat  mengancam eksistensi persatuan dan kesatuan bangsa jika diberi ruang lebih luas. Padahal sejarah nusantara membuktikan bahwa sebelum terbentuknya negara modern Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), eksistensi kesatuan masyarakat hukum adat telah ada.

Masyarakat adat adalah bagian kekayaan nusantara Indonesia dan menjadi komponen utama bangunan masyarakat  bangsa Indonesia  karena struktur  komposisi  populasinya diantara masyarakat Indonesia. Masyarakat adat menjadi cermin dan gambaran karakteristik  masyarakat  Indonesia, karena  perilaku  masyarakat  adat  dapat menjadi cermin dari perilaku dan karekteristik masyarakat bangsa  Indonesia.

Masyarakat adat dipandang sebagai bagian sejarah (historis) perjalanan komunitas bangsa yang mengisi khasanah kekayaan budaya bangsa,  di mana kedudukan dan perannya terkesampingkan manakala tidak selaras dengan  prinsip dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesi. Perjalanan sejarah masyarakat adat memasuki masa kritis sejalan dengan berkembangnya kolonialisme dan pembentukan negara bangsa (nation states).

Masyarakat adat yang sejak leluhurnya memiliki kekuasaan mengatur dan mengurus kesatuan hukum masyarakatnya, menjadi masyarakat yang ditindas dan dirampas hak miliknya oleh orang-orang baru yang datang ditempat wilayahnya, sehingga mereka kehilangan hak-hak hidup bahkan jatidirinya sebagai kesatuan mayarakat adat. Padahal nenek moyang merekalah keturunan orang-orang pertama kali mendiami wilayah itu ketika belum ada orang lain bermukim atau meskipun nenek moyang mereka bisa jadi sebagai pendatang, namun merekalah pendatang pertama di wilayah itu.

Pangan adalah salah satu pokok permasalahan masyarakat adat. Dengan larangan membuka lahan dengan membakar, masalahnya mulai muncul. Ketahanan pangan menjadi problem. Apa solusinya?

Sekali lagi. Lagi-lagi, sekali lagi. Jaga dan pertahankan hutan adat! Jangan sekali-kali digadaikan untuk kepentingan sesaat.