Siapakah Pemimpin Tidak Beretika itu?
Apa yang bisa kita harapkan dari pemimpin tidak beretika?
Tidak ada!
Pemimpin tidak beretika bisa dipastikan tidak akan mampu memberikan pengaruh baik terhadap kehidupan. Terhadap wilayah yang dipimpinnya. Terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Terhadap generasi berikutnya. Tidak ada dan tidak pernah ada. Sejarah sudah begitu gamblang memberikan contoh.
Demikian banyak pemimpin di berbagai belahan bumi ini yang menafikan etika ketika memimpin. Tidak ada teladan yang dapat diambil dari mereka. Tidak warisan positif dari kiprah mereka. Hanya bekas nila segunung yang tersisa dan menjadi kenangan buruk bagi generasi berikutnya.
“Amit amit jabang bayi ulah saturut-turutna…” demikian ungkapan campuran dalam bahasa Sunda terhadap pemimpin semacam itu.
Pada banyak kisah kerajaan masa lalu, tersebutlah nama-nama pemimpin yang “amit-amit jabang bayi” tersebut. Di kerajaan Romawi ada nama Caligula dan Nero, dua kaisar yang culas, jahat, kejam, dan sewenang-wenang. Di Tiongkok, muncul nama Qin Shi Huang, kaisar yang dikenal kejam, sadis, dan brutal terhadap rakyatnya.
Nama-nama raja beken seperti Fir’aun dari Mesir, Namrud dari jazirah Arab, atau Genghis Khan dari Mongol juga terkenal sebagai pemimpin tanpa etika. Mereka mengendalikan kekuasaannya dengan nafsu belaka. Etika adalah mereka sendiri. Hukum adalah mereka sendiri. Bahkan, Tuhan pun mereka akui sebagai dirinya sendiri.
Pada zaman yang lebih baru lagi kita mengenal Hitler dengan Nazinya di Jerman, Musollini dengan fasisnya di Italia, atau Pol Pot di Kamboja. Sosok-sosok pemimpin kejam yang sudah pasti tidak punya etika. Hanya meninggalkan luka.
Apakah ada pemimpin masa kini, pada era medsos dan Revolusi Industri 4.0 yang memimpin tanpa etika?
Banyak! Meski mungkin levelnya tak seperti para pendahulunya tersebut. Tidak ada darah yang mengalir deras seperti dulu. Tidak ada kekejaman tanpa batas seperti itu.
Tapi…
Memimpin hanya untuk mengembalikan modal kampanye.
Memimpin hanya untuk kepentingan diri, kelompok, dan partai politiknya.
Memimpin dengan mengabaikan kepentingan orang banyak.
Memimpin dengan guru besar Niccolo Machiavelli.
Memimpin sekehendak hati tak peduli hukum dan norma.
Memimpin tanpa etika.
Apa yang bisa kita harapkan dari mereka?
Tidak ada!