Literasi

Empat Anak Dayak dan Fotografernya

Sabtu, 5 November 2022, 23:07 WIB
Dibaca 463
Empat Anak Dayak dan Fotografernya
Foto: Dodi Mawardi

Dodi Mawardi

Penulis senior


Tiba-tiba empat anak itu berlompatan ke arah Arbain Rambey. Matanya tertuju pada mesin mirip benda UFO yang mengeluarkan suara bak ribuan anak lebah yang terbang mendekat. Bergemuruh kecil. Sedikit melengking.


Salah satu anak melompat-lompat tiada henti. Hampir saja benda itu disundulnya ketika mulai terbang setinggi kepala orang dewasa.
"Jangan... Jangan..." teriak Arbain pelan. Kata-kata yang hanya jadi angin lalu buat anak itu. Dia terus melompat. Sesekali tangannya hendak meraih benda itu.

Arbain Rambey, sang fotografer begitu antusias merekam momen demi momen di desa Femilau dan Binuang kecamatan Krayan Tengah. Termasuk ketika mengabadikan Binuang dan bandara Samuel Tipa Padan menggunakan drone pagi itu. Yang ditemani oleh derai tawa dan lompatan gembira empat anak Dayak usia balita sampai kelas 2 SD.

Selama sepekan, fotografer top itu menjelajahi dua desa di perbatasan itu, mengabadikan landscape yang indah nan penuh dengan tumbuhan. Hijau sepanjang mata memandang. Tak salah jika wilayah ini masih menyandang status sebagai the heart of Borneo, paru-parunya dunia.

Selain memotret alam, Arbain juga mengabadikan kegiatan Batu Ruyud Writing Camp selama sepekan. Ribuan gambar dan video sudah tersimpan sebagai bukti literasi menyeruak dari wilayah pedalaman nan terpencil. Yang hanya bisa dijangkau oleh pesawat kecil seminggu dua kali. Arbain juga memberikan pelatihan kepada para siswa SMP, para kepala desa, camat, dan bahkan para petani. Kita boleh berharap, literasi gambar sebagai bagian dari dokumentasi terpenting, bisa lahir dari Krayan Tengah. Ratusan kamera HP kini sudah terus menerus merekam momentum penting di sana. Suatu hari mungkin mereka tak perlu kehadiran Arbain, karena mereka sudah piawai melakukannya.


Batu Ruyud Writing Camp (BRWC) bukan kegiatan literasi biasa. Selain tempatnya yang unik, di jantung pulau Kalimantan, pusatnya Dayak Lundayeh bermukim dengan segala kearifan lokalnya, BRWC juga memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dan kebijaksanaan. Sepuluh mentor berbagi sekaligus mendapatkan ribuan hal baru dari para peserta.

"Acara di Femilau kemarin luar biasa bagiku dan batinku....terima kasih Pak Yansen, Pepih, Dodi dan Pak Masri..." tulis Arbain setelah kami semua kembali ke Jakarta.


Kami akan kembali dan terus berliterasi.

Untuk masa depan anak-anak negeri.