Literasi

Change The World, Change Yourself

Selasa, 16 Maret 2021, 21:27 WIB
Dibaca 1.141
Change The World, Change Yourself
AiNG merupakan kata dalam bahasa sunda yang artinya EGO, AKU.

Dalam tulisan kali ini saya ingin berbagi beberapa kutipan dari para pemikir besar yang berbeda kultur, sejarah dan pendidikan dan tentu saja berbeda masa. Saya ingin berbagi buah pikiran Jalal ad Din Muhammad Rumi, Leo Tolstoy dan Mahatma Gandhi, tentang bagaimana mereka memandang dunia.

Bagi mereka, dunia yang kita tinggali memang jauh dari hal yang sempurna, Kita dihadapkan pada berbagai kesenjangan dari setiap harapan yang kita miliki.

Sejarah peradaban telah menunjukan upaya2 manusia untuk mengubah dunia sesuai imajenasi kesempurnaannya masing-masing. Yes, dunia memang berubah, peradaban bergerak tapi bayangan dunia yang sempurna tak kunjung bisa diwujudkan. Jarak antara harapan dan kenyataan terus menganga setiap saat pada setiap zaman.

Badan dunia (PBB) sejak tahun 2000 bahkan mencanangkan program Milenium Development Goals (MDGs) yang dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang diupayakan sebagai ikhtiar bangsa-bangsa di dunia untuk memiliki dunia yang “sempurna” bagi semua manusia. Jarak kesejahteraan baik secara ekonomi, sosial dan piskologi/kejiwaan terus berupaya di dekatkan dan ditutup gapnya.

Saya akan memulai dari pemikiran Rumi, yang lebih sering dikenal sebagai seorang sufi dan penyair dari Persia yang hidup pada pada rentang waktu tahun 1207 – 1273. Beliau merupakan seorang pemikir islam yang progressif di zamannya, dia menguasai banyak bahasa dan seni berpikir filsafat melalui pusi-puisinya yang memiliki ciri keilahian universal.

Ini menunjukan bahwa nilai-nilai spiritualisme yang dibawanya (tak hanya diakui oleh dunia islam tapi juga oleh beragam pemikir agama lainnya). Rumi pernah mengisahkan bagaimana beliau seringkali resah dengan bayangan dunia sempurna yang dimilikinya. Ada begitu banyak hal di dunia ini yang menurut beliau tidak berjalan seperti semestinya dan harus diubah secara nyata.

Rumi berusaha sekuat tenaga untuk bisa mengubah dunia sesempurna mungkin yang dia inginkan melalui karya-karyanya dan melalui berbagai pendekatan yang mungkin beliau bisa lakukan. Rumi merasa memiliki kepintaran untuk mengubah dunia melalui karya-karyanya tersebut. Namun pada satu ketika Rumi berkata:

“Yesterday I was clever, so I wanted to Change the World. Today I am wise, so I am Changing Myself”

Ratusan tahun setalah pesan rumi berlalu,di belahan dunia yang lain pada rentang waktu yang berbeda, dunia juga mengenal seoarang filsuf dan penyair besar dari rusia, Leo Tolstoy atau dalam Bahasa Rusia lbh dikenal dengan nama Lev Nikolayevich Tolstoy yang hidup dalam rentang tahun 1828 – 1910. Sama halnya dengan Rumi, Tolstoy juga merupakan sorang filsuf yang sangat berpengaruh di zamannya.

Salah satu karya besar beliau yang paling terkenal adalah War and Peace. Sebuah novel dengan background sejarah nyata mengenai peperangan yang melanda negerinya, saat Napoleon bercita-cita untuk menguasai dunia. Peperangan telah meninggalkan segala macam dampaknya dan begitu beragam.

Dalam ikhtiarnya membangun dunia yang sempurna, Tolstoy juga menyadari bahwa dunia sedang mengalami krisis moral yang mendalam. Dalam penyelamannya di tahun2 tersebut, Tolstoy berpandangan bahwa terlalu banyak manusia yang berusaha untuk mengubah dunia tanpa disadari untuk berpikir untuk mengubah dirinya sendiri, salah satu kutipan yang terkenal dari Tolstoy adalah:

“Everyone thinks of Changing the World, but no one thinks of Changing Himself”

Puluhan tahun dari masa Tolstoy, kemudian dunia mengenal Mahatma Gandhi, Bapak Bangsa India yang hidup dari tahun 1869 - 1948. Beliau terkenal dengan gerakan moral ahimsa nya. Sebuah gerakan perjuangan tanpa kekerasan. Beliau mempercayai bahwa kerasnya penindasan tak perlu direspon dengan melakukan tindakan kekerasan yang sama. Kekerasan hanya akan menghasilkan kekerasan. Mengeluarkan India dari penjajahan dan merebut kemerdekaan bisa dilakukan dengan cara damai tanpa kekerasan.

Filsafat berpikir ini memang terkesan utopis, hampir mustahil bisa meraih kemerdekaan tanpa perlawanan senjata dan tindak kekerasan lainnya. Tapi Gandhi sangat percaya diri dan hal ini bisa dilakukan, dia tak meminta orang lain untuk melakukannya, dia melakukan hal itu sendiri secara langsung dan kemudian diikuti seluruh bangsa india dan berhasil membuat inggris pamit dari Tanah India. Keberhasilan Gandhi mengubah jalannya sejarah ternyata dimulai dari hal yang sangat sederhana, seperti yang bisa kita telusuri dari kutipan beliau yang sangat terkenal:

"if you want to change the world, start with yourself”

Sekali lagi, dunia kita hidup memang bukanlah tempat yang sempurna,
Tp kita sudah hidup di dalamnya. Teriakan kita di media sosial atas timpangnya dunia mungkin saja terdengar, tp mungkin hanya berdampak kecil. Kemarahan kita tentang betapa tak adilnya dunia, betapa susahnya hidup dan pekerjaan kita mungkin saja terdengar, tapi mungkin hanya akan hilang tertiup angin lalu.

Tapi sebetulnya dimanakah letak kita dalam gambaran dunia yang sempurna dan tidak sempurna tersebut? Jangan-jangan kita adalah bagian dari masalah yang selalu kita teriakan. Dari pikiran para filsuf yang berentang ratusan tahun yang sudah saya uraikan di atas kita dapat melihat satu benang merah yang sama bahwa, semua dimulai dari diri sendiri.

Dalam konteks itu, mungkin kita perlu sesekali melakukan evaluasi diri. Dalam khasanah Islam proses evaluasi diri dikenal dengan konsep muhasabah diri, sebuah proses seharusnya menjadi kultur bagi negara negara berpenduduk islam seperti indonesia, yang tampaknya hari ini kultur tersebut mulai tenggelam. Kita terlalu sibuk untuk menunjuk batang hidung orang lain dalam ketidaksempurnaan dunia yang kita idam-idamkan. Islam melalui Quran surat Al-hasyr ayat 18 menyatakan :

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلۡتَـنۡظُرۡ نَـفۡسٌ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ‌ ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Muhasabah perlu menjadi kultur kita sehari-hari, kita perlu terus mawas diri, terus melakukan proses instropeksi, proses evaluasi, apakah kita menjadi manusia yang bermanfaat, menjadi manusia yang berkontribusi bagi peradaban ataukah kita merupakan bagian dari masalah Karena setiap Langkah kita tak hanya akan mempengaruhi kita dan lingkungan kita di hari ini, tapi akan diperhitungkan di hari nanti. Kita tak perlu berteriak lantang, kita bisa bekerja dalam diam dan mengubah bayangan dunia yang sempurna, yang dimulai diri sendiri.

Bukankah Islam juga telah mengajarkan kepada kita semua bahwa, sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada dalam diri mereka. (Surat Ar-rad ayat 11)

Selamat menjalani hari-hari sempurna...

Tabiik
HP, 16/03/2021

***