You Can Sell a Book by Its Cover
20 tahun bekerja di Penerbitan mayor. Terakhir, sempat menjadi Managing Editor. Saya malang melintang, baku-gulat dengan cam macam gaya promosi dan penjualan buku.
Dahulu kala. Era saya. Apa pun produk yang dilempar Gramedia ke pasar, tak pernah tidak bersambut. Produk Gramedia identik dengan jaminan mutu.
Dengan hanya menjual cover, buku 101 Tokoh Dayak Jilid 2, inden --pesanan di muka sebelum terbit-- 1.200 eksemplar.
Pernah menjabat Promotion Manager, selain beriklan, kami mempromosikan buku secara konvensional melalui berbagai promotion kits. Namun, saya baru "ngeh", setelah memamah biak buku Kremer berjudul 1001 Ways to Market Your Books (1993). Di halaman 94, menarik subjudulnya: You Can Sell a Book by Its cover.
Waktu itu, tahun 1990-an. Belum berlaku adagium itu. Hal itu karena orang Indonesia ingin bukti, bukan janji. Sia-sia membawa sampul buku untuk meyakinkan orang membeli "kucing dalam karung".
Namun, setelah puluhan tahun kemudian. Justru ketika saya menjadi penulis sekaligus penerbit. Apa yang dikemukakan Kremer terjadi. Dengan hanya menjual cover, buku 101 Tokoh Dayak Jilid 2 (2019), inden --pesanan di muka sebelum terbit-- 1.200 eksemplar.
Saya jadi ngeh. Marketing itu di muka. Sebelum buku terbit. Bukan setelahnya.
Kini, saya senantiasa menjual buku dengan sampulnya. Dengan begitu, kita tahu pasti dicetak berapa, sesuai permintaan atau print on demand (POD). Lazimnya, tiap buku saya (akan) terbit, setidaknya ada: 300 inden.
Bagaimana menjual buku di era digital?
Topik itu, akan dibahas tersendiri nanti.
Baca juga: https://bibliopedia.id/lambat-laun-seseorang-akan-jadi-filsuf/?v=b718adec73e0