Filosofi

Pembangunan Fisik dan Mental Harus Berjalan Seimbang

Senin, 22 Agustus 2022, 15:21 WIB
Dibaca 319
Pembangunan Fisik dan Mental Harus Berjalan Seimbang
Bung Karno (dok.pri)

Selama ini kita terpukau dengan kehebatan negara maju yang memiliki teknologi canggih dan dimanjakan dengan fasilitas modern. Lantas, karena ingin seperti mereka, digenjotlah pembangunan fisik secara besar-besaran. 

Dalam beberapa dekade, kita melihat pembangunan fisik yang pesat. Gedung-gedung  pencakar langit bertebaran, alat transportasi sudah menyamai negara tetangga. Begitu pula dengan alat komunikasi yang mengikuti perkembangan zaman.

Namun ironinya pembangunan ini tidak selaras dan sejalan dengan pembangunan mental. Tingkat kejahatan dan kriminalitas semakin tinggi. Meskipun pemerintahan Jokowi menggaungkan "revolusi mental" tetapi ternyata gagal. Bahkan tenggelam dalam hingar bingar politik dan ekonomi.

Masalah paling besar yang dihadapi adalah korupsi yang menggurita, menghisap dana rakyat untuk memperkaya pribadi serta kelompoknya. Krisis kepercayaan telah melanda rakyat, terutama ketika menyaksikan aparat penegak hukum justru menjadi bagian dari kejahatan berskala nasional. 

Di sini kita melihat, kalau abai terhadap pembangunan mental akan berakibat fatal. Padahal para pendiri bangsa telah mengingatkan jauh-jauh hari. Perbaikan akhlak dan budi pekerti sangat penting untuk eksistensi bangsa dan negara.

"... Tetapi kemerdekaan sejati hanyalah hasil daripada budi pekerti yang luhur". Soekarno, 31 Maret 1953)

Para pendiri bangsa berhasil membuat Indonesia merdeka karena integritas mereka dengan budi pekerti yang luhur.  Para pahlawan nasional itu adalah pejuang tangguh yang berani berkorban untuk bangsa dan negara. Sebaliknya, yang terjadi sekarang adalah para pejabat merampok milik bangsa dan negara. 

Apalah artinya kemerdekaan jika bangsa Indonesia tidak memiliki budi pekerti yang luhur. Kemerdekaan bukan sekedar bebas melakukan apa saja yang diinginkan, tetapi lebih jauh daripada itu, adalah memperkuat jati diri bangsa Indonesia.

Budi pekerti yang luhur seharusnya menjadi bagian dari jati diri bangsa Indonesia. Dahulu kita dikenal sebagai bangsa yang ramah, suka bergotong royong, suka menolong. Sifat-sifat seperti ini yang selayaknya dikembangkan, ditambah dengan kejujuran dan menjunjung tinggi asas keadilan. Maka kita bisa menjadi bangsa dan negara yang super. 

Semua itu tertuang dalam Pancasila. Jika kita mengerti pengejawantahan Pancasila dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, niscaya kita jauh dari perbuatan yang merugikan. Kita akan mengedepankan kepentingan rakyat demi cita-cita masyarakat adil dan makmur. 

Karena itu, mari kita kembali memperjuangkan apa yang diamanatkan dan dititipkan para pendiri bangsa. Pembangunan mental menjadi fokus dan perhatian di masa mendatang. Jika tidak, berarti kita sedang menggali kuburan sendiri. 

Sejarah telah menunjukkan jatuhnya negara-negara 'besar' oleh karena budi pekertinya tidak luhur..."  (Soekarno, 31 Maret 1953)

Mungkin kita perlu membuka dan membaca sejarah lagi. Bagaimana Uni Soviet jatuh, bagaimana kerajaan Romawi kuno hancur, dan bagaimana kerajaan Ottoman runtuh. Jangan sampai kita lenyap sebagai suatu bangsa karena mengabaikan pembangunan mental, tidak memiliki budi pekerti yang luhur.