Filosofi

Serial Kebangsaan (6) Buah Hati Ibu Pertiwi

Kamis, 14 Juli 2022, 08:56 WIB
Dibaca 269
Serial Kebangsaan (6) Buah Hati Ibu Pertiwi
Aku dan anak-snakku (Foto: dok. Pribadi)

Pepih Nugraha

Penulis senior

"buah hati sebuah sebutan, pada orang yang engkau sayangi..."

Grup musik Bimbo menempatkan buah hati kepada seorang kekasih yang sangat ia sayangi.... "buah hati hanya kau seorang, tiada dua di muka bumi..."

Saya meminjam buah hati untuk anak-anak saya. Mereka juga buah hati pujaan tersayang, tiada yang lain di muka bumi.

Jangan pernah menyesal memiliki buah hati yang menurut anggapan banyak orang "tidak berprestasi", "malas", "melawan", "nakal", "tak punya masa depan" dan sebutan negatif lainnya. Percayalah, semua ada masanya, ada fase-fase berbeda yang harus mereka lalui.

Juga jangan terlaku berlebihan memuji-muji anak sendiri karena berprestasi setinggi langit, seolah-olah tak ada anak hebat lainnya di muka bumi ini.

Tak bisa dipungkiri, kadang kita, sebagai orangtua, tidak sabaran, inginnya buah hati kita cepat berhasil, berprestasi, kaya, agar bisa segera "membalas budi" kepada orangtua.

Masih sering terdengar anggapan lama yang mengatakan "Orangtua yang susah payah membesarkanmu, maka kini giliranmu yang membalas kebaikan mereka."

Sebagai orangtua, percayalah bahwa kita tidak pernah berharap anak dapat mengembalikan modal yang sudah kita keluarkan untuk mengurus mereka sampai saat ini.

Materi mungkin bisa dihitung secara presisi, tetapi, adakah yang bisa menghitung kasih sayang orangtua kepada anak-anaknya?

Mohon dicatat, jangan pernah menganggap anak sebagai investasi. Sekali orangtua menganggap anak investasi, maka Anda selalu berharap pengembalian disertai untung. Derajat Anda hanya sekadar menjadi investor, bukan orangtua sejati. Sebab, sejatinya orangtua tak pernah berpikir untung-rugi dalam membesarkan anak-anak mereka.

Sekali anak panah terlepas dari busurnya, ia sudah bukan milik kita lagi. Kita di sini adalah orangtua. Anak-anak sudah menjadi milik orang lain, menjadi milik dirinya sendiri, hidup dalam dunianya sendiri. Benar belaka, anak sekadar titipan, tak selayaknya orangtua merasa mutlak memiliki.

Buah hati adalah karunia. Penyair dan orang bijak menyebutnya "hanya titipan". Allah, Sang Maha Pemurah itu, menitipkan anak kepada orangtua. Harus diingat, tidak semua orang mendapat kehormatan menerima titipan itu, bukan?

Maka, bersyukurlah jika kita mendapat kehormatan itu.

Bagi mereka yang belum mendapatkan titipan, jangan berputus asa, bersabarlah, mungkin belum waktunya saja.

Ada baiknya mulai berpikir untuk menjadi orangtua bagi semesta.

***