Filosofi

Prasangka dan Ibu Risma

Minggu, 26 Desember 2021, 10:30 WIB
Dibaca 466
Prasangka dan Ibu Risma
Tri Rismaharini (Foto: tribunnews.com)

Aktivis Tuli, Panji Surya Putra Sahetapy menilai Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini seharusnya tidak meminta tunarungu untuk berbicara di acara Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021 pada Rabu (1/12/2021). Akibat aksi kontroversial Mensos Tri Rismaharini menuai banyak kritikan. selain kritikan Mensos Tri Rismaharini mendapat banyak hujatan dari berbagai macam kalangan.

Sebenarnya, yang Ibu Risma maksudkan dengan meminta tunarungu untuk berlatih berbicara bukanlah untuk mendiskriminasi. Melainkan belajar mengucapkan kata tolong. Dengan demikian ketika berada di keadaan genting ia bisa meminta pertolongan dari masyarakat disekitarnya. Sebab, saat masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, Risma pernah mendapat cerita, ada seorang tunarungu yang diperkosa dan tidak bisa berteriak minta tolong.

Dua kasus di atas merupakan sebagian kecil dari banyak kasus yang telah menimpa tunarungu di Indonesia. Dan semua itu, karena ketidakmampuan kaum tunarungu untuk meminta tolong. Dalam hal ini tunarungu diminta untuk mengucapkan satu kata bukan memaksanya berbicara. Ia hanya diminta mengucapkan kata tolong ketika ia berada dalam bahaya. Ia tidak diminta untuk terus berbicara yang memang kekurangannya.

Selain itu, Politisi PDI Perjuangan ini juga pernah mendapat kabar seorang penyandang disabilitas tenggelam saat banjir karena tidak bisa berteriak minta tolong. Maka itu, Risma sangat mengharapkan para tunarungu bisa membiasakan diri berbicara, sehingga bisa meminta bantuan saat tengah dalam kesulitan. (kompas.com 13/12/2021).

Permasalahan ini, sebenarnya adalah sebuah permasalahan yang terlihat biasa saja. Namun perspektif dan prasangka menyebabkannya menjadi sebuah permasalahan yang memiliki dampak yang besar. Dan di dalam Perkataan Mensos Tri Rismaharini tidak ada unsur mendiskriminasikan kaum tunarungu. Ia hanya meminta kaum Tunarungu untuk belajar demi kepentingannya sendiri dan bukan untuk dihina.

Akan tetapi, perkataan ibu Risma ini malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Prasangka membuat perkataan ibu Risma yang bermuatan positif menjadi negatif. Prasangka juga membuat niat baik ibu Risma terlihat seperti sebuah pencitraan dan terkesan mendiskriminasi.

Padahal jika kita mengubah cara pandang kita dan tidak menaruh prasangka apa yang dikatakan ibu risma adalah sebuah kebenaran. walaupun demikian, permasalahan ini nampaknya sudah menjadi ajang menjatuhkan dalam dunia perpolitikan. Dengan menggunakan perkataan ibu Risma serta memanipulasinya oknum-oknum tertentu berhasil menciptakan prasangka publik terhadap ibu Risma.

keadaan ini semakin diperparah dengan sikap reaktif masyarakat yang menyebabkan keadaan semakin kacau. permasalahan ini, sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan diskriminasi, tunarungu hanya diminta untuk berinovasi dan bukan membuka kelemahannya ke sana sini. Dalam hal ini, perspektif seseorang terhadap suatu permasalahan menjadi kunci utama dalam memilih menjadi orang yang kritis atau berprasangka. Menurut zeno seorang filsuf pendiri mazhab stoa mengatakan perspektif seseorang terhadap kehidupan juga mempengaruhi kebahagiaan di dalam hidupnya. Keadaan ini membuat ia sulit menemukan kebahagiaan dan selalu menjadi orang yang selalu berprasangka.

Kasus di atas juga merupakan dampak dari perspektif yang salah dalam kehidupan. Dan akibatnya banyak semakin banyak orang yang selalu berprasangka. Memang tidak ada salahnya menjadi orang yang memiliki prasangka dan was-was. Namun apabila prasangka itu menjadi sesuatu yang tidak baik disitulah kesalahannya. Dalam stoicisme atau filosofi teras kita diajak untuk menjadi pribadi yang memiliki pandangan luas terhadap segala macam permasalahan. Dengan begitu kita tidak akan mudah terpengaruh dan menjadi pribadi yang ikut-ikutan. Meskipun demikian, mengubah perspektif kita terhadap sesuatu bukanlah perkara yang mudah. Dan dibutuhkan proses yang begitu panjang. Namun tidak ada salahnya untuk mencoba.

Solusi dari permasalahan tersebut sebenarnya sangat sederhana. Kita hanya perlu merubah perspektif dan prasangka kita. selain itu, kita juga harus memandang permasalahan ini secara positif. Dan yang terakhir kita harus berhenti menjadi orang yang reaktif. Kita juga diminta untuk menjadi pribadi yang kritis terhadap suatu permasalahan. selain itu kita juga harus menilai suatu permasalahan dari berbagai macam sudut pandang. Dengan demikian kita akan berhenti menjadi orang yang reaktif, dan menjadi seorang yang mampu berpikir positif dan kritis terhadap sebuah permasalah.

***