Catatan Perjalanan ke Kabupaten Gerdema
(Tulisan pada 26 Mei 2014)
----------------
Pesawat Sriwijaya Air mendarat mulus di Bandara Juwata Tarakan Kalimantan Utara. Masih pagi. Tadi, berangkat dari Jakarta sekitar jam 6, ketika sebagian karyawan bandara belum lagi datang ke tempatnya bekerja. Namun, suasana bandara Soekarno-Hatta sejak jam 4 pagi, sudah hiruk pikuk bak pasar. Sesampai di Tarakan, yang sudah lebih benderang, suasana sepi menyergap. Benarkah ini bandara? Atau saya sudah kadung tersabut keramaian Soekarno Hatta?
Perjalanan belum usai. Dari Tarakan, saya masih harus terbang selama 30 menit, menggunakan pesawat kecil menuju Malinau, sebelah timur Tarakan. Kota perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia. Menurut informasi sebelumnya, terbang ke Malinau dari Tarakan dilayani oleh dua maskapai yaitu Kalstar (Kalimantan Star) menggunakan pesawat ATR 40 penumpang dan Susi Air pesawat Cessna berpenumpang hanya 12. Sudah terbayang, kecilnya dua pesawat yang akan menerbangkan saya...
Hanya sebentar di Juwata, pesawat Kalstar sudah siap. Dua orang pramugari menyambut di pintu belakang. Ternyata pintu masuk yang dibuka hanya bagian belakang. Pesawatnya kecil dan hanya berkursi 42 buah. Tidak semua kursi terisi, namun lumayan ramailah. Dengan hitungan cepat, mungkin jumlah penumpangnya sekitar 30 orang. Rasa tegang memuncaki pikiran saya. Memang bukan yang pertama naik pesawat kecil. Pada 2001 lalu, saya sempat naik pesawat sekecil ATR ini, tapi bukan di Indonesia melainkan dari Chicago menuju Nashville di Amerika Serikat. Waktu itu perjalanan amat mulus, baik ketika take off maupun landing. Semoga yang sekarang juga demikian....
Benar saja, ketika suara pilot memberi aba-aba terbang, pesawat pun dengan amat mulus take off dan meninggalkan bandara Juwata Tarakan. Cuaca cukup cerah saat itu. Sejumlah awan bergelantungan di angkasa. Pesawat terus melaju dan meninggi. Namun, tidak setinggi pesawat Boeing atau Airbus, yang rata-rata di atas 29 ribu kaki. Kalstar ini hanya terbang pada ketinggian sekitar 12 ribu kaki. 1 km setara 3.000 kaki. Maka... saya dapat melihat keelokan alam Kalimantan. Yang paling menarik perhatian adalah kelok-kelok sungai-sungai besar. Di antara hijaunya pepohonan hutan belantara, jalur sungai mirip lukisan acak anak-anak. Belokannya berputar-putar, memilin, dan berkelok semaunya.
Tidak sampai 30 menit, pesawat sudah siap mendarat di bandara RA Bessing. Sebuah bandara kecil yang dikelola oleh Kementrian Perhubungan. Sesuai harapan, pesawat bergesek halus dengan landasan. Jauh lebih halus dibanding pendaratan para pilot di salah satu maskapai penerbangan besar Indonesia (hehe... semoga Anda tahu dan pernah mengalaminya). Tidak ada bangunan megah di sana. Namun, cukup membuat nyaman penumpang yang turun dari pesawat. Yang jelas tidak ada calo atau antrian porter dengan jasa angkut barangnya.
Malinau Menggeliat
Menurut Bupati Malinau Dr. Yansen TP, saat ini Malinau sedang menggalakkan Gerakan Desa Membangun (Gerdema). Konsep pembangunan yang menitikberatkan sikap pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat desa, untuk membangun. Selama ini, pemerintah kurang memberikan kepercayaan kepada masyarakat desa. Konsep inilah yang sekarang berlangsung di Malinau sejak 2011. Masyarakat diberikan kepercayaan penuh untuk menyusun rencana pembangunannya sekaligus melaksanakannya. Konsep Gerdema ini ternyata mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat dan mengganjarnya dengan penghargaan inovasi (Innovate Government Award 2013).
Bupati kelahiran Krayan Nunukan ini sendiri yang merancang dan mencanangkan Gerdema. Konsep yang ditulisnya sebagai bahan disertasi doktoralnya di Universitas Brawijaya Malang. Awalnya konsep ini dianggap utopis. Sebuah mimpi besar jika mau memberdayakan masyarakat desa, agar bisa membangun dengan kekuatannya sendiri.
“Mana mungkin masyarakat desa mampu?”
“Masyarakat desa belum siap membangun sendiri!”
Demikian bunyi miring menanggapi rencana bupati Malinau tersebut. Namun, apa yang terjadi selama 3 tahun terakhir, membuat mata siapapun menjadi lebih terbuka. Malinau bukan sekadar berwacana dalam memberdayakan masyarakat desa.
Untuk menyiapkan program tersebut, pemkab Malinau memberikan berbagai pelatihan, termasuk pelatihan motivasi dan pendampingan untuk semua perangkat desa. Bupati Yansen turun sendiri memberikan pelatihan bagaimana menjadi pemimpin daerah yang baik. Bahkan, Yansen juga mengajarkan etika menjadi kepala daerah, seperti cara duduk, cara bicara, dan hal-hal yang tampak sepele lainnya. Pelatihan berlangsung selama berbulan-bulan. Sedangkan pendampingan terus menerus dilakukan sejak awal program sampai selesai nanti.
Dengan cara itu, sejumlah desa di Malinau sukses menjalankan program pembangunan, sekaligus menjalankan roda pemerintahan desa yang sesungguhnya. Di sana ada lembaga eksekutif yang dipimpin kepala desa, dan juga lembaga legislatif yang terdiri dari masyarakat desa. Setahun sekali mereka mengadakan sidang istimewa meminta pertanggungjawaban kepala desa. Sebuah kondisi yang diimpikan banyak desa di seluruh Indonesia. Masyarakat desa membangun dari dirinya sendiri, untuk dirinya sendiri dan oleh mereka sendiri.
Ketika saya menyusuri sejumlah tempat di Malinau, tampak benar mulai rapinya pembangunan infrastruktur di sana. Masih minim memang. Namun, optimisme begitu menyala di mata setiap penduduk di sana. Baik yang tinggal di pusat kota, maupun yang tinggal di daerah pedesaan.