Budaya

Partisipasi Interaktif sebagai Wujud Community Bases Development

Selasa, 16 Maret 2021, 21:29 WIB
Dibaca 594
Partisipasi Interaktif sebagai  Wujud Community  Bases Development
Perjalanan ke Bahau Hulu (Foto: dok. Pribadi)

I.           PENDAHULUAN

Goal pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat. Konsep dan mekanisme pelaksanaannya selalu berjalan dan dibalut dalam berbagai program serta kebijakan. Tentu saja untuk melaksanakan sebuah kebijakan, keterlibatan masyarakat sebagai objek sekaligus subjek pembangunan menjadi penting.

Eksistensi masyarakat sebagai sasaran utama pembangunan menggambarkan bahwa pembangunan dan arah kebijakan yang dilaksanakan benar-benar menuju kepada kesejahteraan masyarakat. Masyarakat menjadi aktor utama yang bisa memainkan peran sebaik mungkin sesuai dengan kebutuhan yang mereka hadapi.

Selebihnya, pemerintah mengambil peran dan tanggung jawab untuk menyelaraskan berbagai program dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang ‘membumi’ dan reliable sesuai dengan tatanan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.

Selain itu, komitmen dan konsistensi adalah bagian penting dari upaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tidak hanya dibarisan masyarakat, komitmen dan konsistensi pembangunan ini juga harus dijunjung tinggi oleh jajaran pemerintah. Konsep pemberdayaan masyarakat dengan pola bottom up, menjadi role model yang beberapa tahun belakangan ini ramai digaungkan oleh pengambil kebijakan, dalam rangka menghadirkan esensi keterlibatan masyarakat dalam pembangunan.

Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang, sebagian besar, masih tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.

Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata sebuah konsep ekonomi, namun dari sudut pandang konsep tersebut bahwa pemberdayaan masyarakat secara implisit mengandung arti menegakkan demokrasi ekonomi.
Demokrasi ekonomi merupakan penegakan kedaulatan masyarakat secara ekonomi, dengan asumsi dasarnya adalah dari, oleh dan untuk rakyat.

Konsep ini tidak hanya menitikberatkan persoalan pada kemampuan menguasai teknologi, akses ke pasar lokal maupun global,  namun juga harus memiliki keterampilan manajemen. Untuk memastikan bahwa demokrasi ekonomi dapat berjalan, maka aspirasi masyarakat yang tertampung harus diterjemahkan menjadi rumusan-rumusan kegiatan yang nyata.

Untuk menerjemahkan rumusan menjadi kegiatan nyata tersebut, negara mempunyai birokrasi. Birokrasi ini harus dapat berjalan efektif, artinya mampu menjabarkan dan melaksanakan rumusan-rumusan kebijaksanaan publik (public policies) dengan baik, untuk mencapai tujuan dan sasaran yang dikehendaki. Dalam paham bangsa Indonesia, masyarakat adalah pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah (birokrasi) berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan iklim yang menunjang [1].

Memberdayakan atau menguatkan masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat berada pada posisi lemah, namun sebagai bentuk optimalisasi kemampuan dan kekuatan di masyarakat guna mencapai kesejahteraan. Proses menjadi penting karena akan menempatkan masyarakat sebagai sentral pembangunan.

Dorongan dan fasilitasi kepada masyarakat adalah untuk memposisikannya secara optimal serta proporsional hingga capaian dan arah tujuan menjadi relevan dengan usaha yang berlaku imbang antara tugas pemerintah melalui birokrasi, dan masyarakat sebagai pelaku sekaligus objek pembangunan.

Menempatkan kebijakan dengan konsep dan implementasi yang tepat sasaran, berhasil serta berdaya guna harus dilandasi dengan kepekaan dan jeli melihat potensi. Terlebih kebijakan dengan skala lokal atau regional daerah, maka proyeksi yang ditargetkan harus visioner berdasarkan kemampuan dan peluang yang akan diperoleh.

Konsep pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat menjadi paradigma kebijakan yang dinilai lebih humanis dan berorientasi pada implementasi desentralisasi pembangunan. Istilah empowerment atau pemberdayaan semakin menguat bersamaan dengan upaya Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan (poverty alleviation).
 
1.1    Memahami Partisipasi Interaktif Masyarakat Dalam Pembangunan
Berkembangnya partisipasi masyarakat adalah indikasi bahwa Pemerintah memberikan kepercayaan dan ruang yang luas kepada masyarakat, yang tidak hanya merupakan objek namun juga sebagai subjek pembangunan dan memiliki kemampuan serta terlibat aktif dalam kegiatan perencanaan, implementasi, hingga evaluasi, sampai pada merasakan hasil-hasil pembangunan.

Prinsipnya, masyarakat mengetahui dan memahami apa yang menjadi dasar kebutuhan mereka. Mekanisme perencanaan partisipatif yang bersifat bottom up melalui musyawarah perencanaan pembangunan adalah manifestasi dari reorientasi dalam kebijakan pembangunan, dan pemerintah sebagai regulator harus menyiapkan perangkat pendukung. Karena efektifitas dari proses dan prosedur tersebut juga ditentukan oleh para pelaku pembangunan tersebut, baik dari negara melalui jajaran birokrasinya, masyarakat sebagai pelaku sekaligus objek pembangunan, maupun stakeholder lainnya.

Partisipasi Interaktif adalah pernyataan bahwa masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Cenderung melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang tersturktur dan sistematik.

Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan[2]. Partisipasi interaktif ini sejalan dengan perspektif yang menggunakan pendekatan pemberdayaan sebagai jalur utama yang memberikan dampak terhadap penguatan civil society. Disamping berdampak pada penguatan masyarakat lokal, baik dalam memperoleh kewenangan yang semakin besar dalam mementukan masa depannya, maupun dalam peningkatan kapasitasnya untuk mengelola pembangunan.

Asumsi yang digunakan untuk mendorong hadirnya partisipasi interaktif tersebut adalah bahwa rakyatlah yang paling tahu kebutuhannya, karena rakyat mempunyai hak untuk mengidentifikasikan dan menentukan kebutuhan pembangunan di lokalnya.

Hadirnya partisipasi interaktif dapat menjamin kepentingan dan suara-suara kelompok yang selama ini dimarjinalkan dalam berbagai aspek pembangunan. Partisipasi interaktif dalam pengawasan terhadap proses pembangunan dapat menjamin tidak terjadinya berbagai penyimpangan, penurunan kualitas dan kuantitas pembangunan.

Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak terlepas dari adanya partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat daerah, baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai individu, merupakan bagian integral yang sangat penting dari sistem pemerintahan, karena secara prinsip penyelenggaraan daerah ditujukan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang bersangkutan.

Seperti pernyatan sebelumnya bahwa konsepsi partisipasi masyarakat terkait secara langsung dengan ide demokrasi, dengan prinsip dasar demokrasi dari, oleh dan untuk rakyat akan memberikan kesempatan setiap warga negara untuk menaiki jenjang skala sosial .
 
1.2      Mengenal Community Based Development (Pembangunan Berbasis Komunitas)

Metode Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community Based Development) atau dikenal dengan istilah CBDmerupakan bentuk keterlibatan dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan.  Mekanisme ‘bottom up’ menjadi urgensi terhadap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi bagi kebijakan yang dijalankan.

Masyarakat menjadi pelaku utama yang memiliki peran penting untuk menentukan masa depan mereka sendiri. Masyarakat melalui konsep CBD dituntut untuk peka dan berlaku arif dalam menentukan arah pembangunan mereka. Perencanaan pada tingkat bawah menjadi tonggak perencanaan pembangunan secara nasional, sehingga isu-isu strategis yang mengemuka dapat dijabarkan kedalam rencana pembangunan.

Menilik dari beberapa hasil penelitian, CBD memiliki nilai plus, diantaranya adalah bahwa arah kebijakan pembangunan menjadi lebih aspiratif dan akomodatif terhadap keinginan dan kebutuhan dari masyarakat atau komunitas, program yang masuk pada perencanaan pembangunan menjadi lebih peka terhadap dinamika yang terjadi dalam kelompok masyarakat.

Selain itu, CBD dapat lebih meningkatkan motivasi dan peran-serta komunitas karena kebutuhan yang direncanakan berdasarkan usulan masyarakat, dan pada akhirnya masyarakat akan merasa lebih dihargai sehinggameningkatkan kepekaan dan kepedulian pada program kegiatan yang  direncanakan dan dijalankan.

Konsep CBD atau Pembangunan Berbasis Komunitas dengan mengedepankan pemberdayaan masyarakat merupakan mekanisme yang mendudukan perencanaan sebagai strategi perumusan program, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat mengaktualisasikan diri. Pokok pikiran yang terkandung dalam CBD mencakup keputusan dan inisiatif pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat, serta menjadi daya dukung masyarakat pada kalangan bawah untuk mengarahkan dan memenuhi kebutuhannya.
 
II.         PROGRAM “RT BERSIH” DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN BERBASIS KOMUNITAS DI KABUPATEN MALINAU

Kabupaten Malinau menjalankan program “RT-BERSIH” sebagai program unggulan dalam misi pembangunan yang digagas oleh Dr. Yansen TP, M.Si dan Topan Amrullah, S.Pd, M.Si, Bupati dan Wakil Bupati Malinau, masa bakti 2016-2021. Program tersebut merupakan bagian dari penajaman dan perluasan pelaksanaan GERDEMA (Gerakan Desa Membangun), sebagai paradigma pembangunan Kabupaten Malinau pada periode pertama kepemimpinan YATOP (demikian nama panggilan pasangan Kepala Daerah Kabupaten Malinau), untuk mencapai kesejahteraan. Program RT-BERSIH menempatkan warga RT sebagai pelaku utama yang aktif dan bertanggung jawab penuh dalam mengelola sumber daya di tingkat RT dengan mengembangkan partisipasi masyarakat seluas-luasnya.

Sebagai perwujudan pembangunan berbasis komunitas, Program RT-BERSIH merupakan orientasi pembangunan yang  berbasis pada Lembaga RT (Rukun Tetangga) sebagai struktur pemerintahan terbawah dengan meletakkan pondasi dasar pembangunan pada tingkat RT. Komunitas warga RT bertindak sebagai pelaku utama pembangunan yang terlibat langsung dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi pembangunan untuk mencapai kemajuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam buku pedoman RT-BERSIH, ditegaskan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan lebih bertumpu pada inisiatif dan partisipasi masyarakat RT. Warga RT mempunyai kebebasan dan kemandirian untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dengan dukungan sumber pendanaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong kemajuan desa [3].

Lebih lanjut dijelaskan bahwa warga RT diberikan tanggung jawab sebagai bentuk partisipatif warga dalam kegiatan pada RT. Pemberian tanggung jawab tersebut merupakan kunci utama yang sejalan dengan unsur demokrasi serta hakikat pembangunan, yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang jelas, partisipasi masyarakat sangat penting untuk memastikan tercapainya tujuan dan sasaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pada tataran kelembagaan, Ketua dan pengurus RT menjadi supporting line dan second opinion bagi pemerintah desa dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, pembangunan dan layanan sosial kemasyarakatan. Berbagai tanggung jawab dan tugas yang tersemat pada Lembaga RT diantaranya adalah pengurusan administrasi pemerintahan dan kependudukan; pelayanan kesehatan dan gizi; pengembangan pendidikan dan kerohanian; pengembangan pemuda, seni budaya dan olah raga; perwujudan keluarga sejahtera; pembangunan prasarana dan sarana lingkungan RT; peningkatan kebersihan dan lingkungan; serta peningkatan ketertiban dan keamanan.

Pemerintah Kabupaten Malinau sangat paham bahwa Ketua dan pengurus RT adalah orang yang paling dekat dan mengetahui keadaan sesungguhnya dari setiap warga,dan merupakan ujung tombak dalam pelayanan, pemberdayaan, dan penyampaian informasi kepada masyarakat.
 
2.1    Program RT BERSIH sebagai Perwujudan Partisipasi Interaktif Masyarakat dan Manifestasi Budaya Luhur  Bangsa Indonesia

Budaya merupakan asimilasi berbagai unsur kehidupan yang berlandaskan pada kekuatan adat dan bersendikan pada tatanan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang, maka cukup bijak kalau kemudian ada asumsi bahwa menggali kembali salah satu warisan genetis nenek moyang masyarakat Indonesia, yaitu gotong royong, adalah upaya cerdas melestarikan budaya bangsa, dan Kabupaten Malinau melakukan hal tersebut.

Sudah sejak lama gotong royong menjadi common identity bangsa ini. Keunikan Indonesia, salah satunya dikenal oleh dunia karena gotong-royong. Malinau, mengusung budaya gotong-royong dalam bentuk program unggulan, yang dimanifestasikan pada jargon RT BERSIH, dengan dua tujuan kualitatif, yaitu mewujudkan lingkungan masyarakat yang Rapi – Tertib – Bersih – Indah – Harmonis, serta melegitimasi lembaga RT (Rukun Tetangga)  sebagai ‘the extension’ dari Pemerintah Daerah, agar setiap individu masyarakat benar-benar memiliki andil serta merasakan hasil dalam setiap gerak pembangunan.

Desain budaya gotong royong yang terkonstruksi dalam program RT BERSIH, menjadi gagasan humanis untuk menghidupkan kembali dasar filosofis bangsa Indonesia. Semangat kebersamaan telah sejak lama hadir di tengah-tengah masyarakat. Gotong royong tidak mengenal rasisme. Batasan pada sistem agama, suku, maupun golongan, menjadi baur dalam lintasan budaya.

Untuk menjebatasi relasi dalam kemajemukan, diyakini bahwa budaya gotong royong menjadi perekat sosial paling efektif. Artifisial term RT BERSIH, oleh Pemerintah Kabupaten Malinau, tentu memiliki makna yang jauh lebih mendalam. Tidak hanya berkisar dalam lingkup kelembagaan, namun merasuk pada sisi psikologis masyarakat Malinau, untuk mengangkat Budaya Gotong Royong sebagai kearifan lokal serta budaya yang mengakar di Bumi Intimung (sebutan lain Kabupaten Malinau).

Pada sudut humanisme, peran RT sebagai lembaga kemasyarakatan adalah host penggerak masyarakat untuk aktif berperan mencermati, bertindak dan acuh terhadap lingkungan sekitar. RT adalah agen pembaharu yang (harus) memiliki kapabilitas unggul hingga mampu bertindak, setidaknya, berdedikasi dan selaras dengan jalur pembangunan Pemerintah Daerah. RT Menjadi ujung tombak gerakan membangun pemerintahan desa.

Di sisi religius, program RT BERSIH dapat menjadi ‘dogma’ spiritualitas warga Malinau. Lembaga agama memiliki kekuatan  merangkul warga untuk ‘bekerja’ ataupun ‘melayani’ atas nama Tuhan. Peran para pemimpin umat sangat stategis dan sentral untuk mengkondisikan masyarakat Malinau membangun budaya gotong royong menjadi ‘kebutuhan spiritualis’. Entitas dogma tersebut tentu mendekripsikan lingkungan yang rapi tertib bersih indah serta harmonis. Sedangkan esensi yang muncul akhirnya mewujudkan Malinau yang sehat dan asri.

Di Malinau sendiri terdapat beberapa istilah yang menggambarkan kerjasama oleh warga. Diantaranya ada sebutan Feruyung (Lundaye), Tenguyun (Tidung) dan Senguyun (Kenyah) serta beberapa sebutan lain dalam masing-masing bahasa lokal masyarakat di Malinau. Istilah-istilah tersebut utamanya merupakan wujud budaya kerja bersama-sama yang dilakukan warga, biasanya dalam hal bercocok tanam hingga memanen hasil pertanian. Hingga saat ini, budaya tersebut masih tumbuh kuat dalam keseharian masyarakat Malinau. 

Adanya euforia positif yang dielaborasi warga Malinau kedalam konsep ‘Feruyung’ (atau sejenisnya, dalam bahasa lokal lainnya) untuk membangunkan semangat warga bergotong royong membersihkan dan menjaga keasrian lingkungan dalam komunitas Rukun Tetangga mereka, mampu menghidupkan semangat ‘berat sama dipikul ringan sama dijinjing’ kedalam kegiatan.

Alhasil, program RT BERSIH memberikan relevansi yang cukup kuat untuk memberikan ruang ‘silaturahmi’ antar warga sambil berbenah dilingkungan sekitar. Pada budaya gotong royong masyarakat dalam implikasi Feruyung-Tenguyun-Senguyun, yang mampu menyatukan warga dari berbagai kelas dan kelompok, menjadi satu kesatuan sosial dan komunitas yang dinamis. Warga menjadi perduli pada kebersihan dan keasrian lingkungan rumah dan tetangga sekitar. Ajakan untuk bersih-bersih dan mempercantik lingkungan rumah dengan tanaman, cukup santer digaungkan oleh para pengurus RT.

Kepedulian untuk saling mengingatkan dan menghimbau kepada tetangga seperti menjadi kebiasaan yang berbuah manis, mengikis sikap individualisme. Bukan hal yang sulit, karena sesungguhnya masyarakat Indonesia dan khususnya warga Malinau adalah masyarakat yang telah memiliki akar budaya gotong royong ini sejak dulu.

Dan pada saat yang tepat, pencanangan Bulan Bhakti RT Bersih digaungkan di Malinau. Tidak ada resistensi, bahkan sebaliknya, antusiasme masyarakat menjadi viral. Jika ada pendapat bahwa budaya gotong royong mengalami pergeseran makna, maka Malinau menjadi paradoks dan antitesis anggapan tersebut. Budaya luhur gotong royong hadir membumi di Malinau dan RT BERSIH adalah signify dari manifestasi budaya Indonesia.
 
2.2      Formalisasi Lembaga Rukun Tetangga (RT) dalam Susunan Struktural Pemerintahan

Secara de facto, RT berada pada rentang kendali dan kontrol pemerintahan daerah ditingkat grass root. Pada tataran kebijakan, RT menjalankan fungsi-fungsi sosial dan pembinaan ketertiban masyarakat, diantaranya memberikan layanan administrasi melalui Surat Pengantar dan sejenisnya yang sangat membantu pemerintah daerah.

Secara khusus peran Lembaga RT adalah sebagai upaya untuk melakukan deteksi dini dan proteksi awal terhadap potensi kesalahan identifikasi bagi status kependudukan warga. Walaupun pada sturktur pemerintahan secara nasional. RT tidak berada dalam lingkaran, dan diletakkan sebagai Lembaga kemasyarakatan desa, namun RT memiliki peran yang strategis sebagai Lembaga legitimated bagi keberadaan individu warga.

Di Kabupaten Malinau, inisiasi ‘menggeser’ kedudukan RT menjadi lebih legitimate terhadap pelaksanaan kebijakan daerah, merupakan bentuk inovasi daerah yang melegalisasi peran dan tanggung jawab RT agar lebih berdaya guna. Pemerintah Kabupaten Malinau menyadari bahwa RT merupakan lembaga kemasyarakatan yang secara langsung mengurusi berbagai kegiatan warga masyarakat dan menjadi mitra kerja Pemerintah Daerah untuk menjalankan berbagai program pemerintah maupun program kemasyarakatan warga.

Pengakuan keberadaan RT berlandaskan kepada nilai dannorma yang berlaku di masyarakat. Pemerintah Kabupaten Malinau melihat adanya potensi yang signifikan dan urgent terhadap posisi RT sebagai Lembaga dan RT sebagai program unggulan.

RT memegang peranan yang cukup sentral menjadi mitra kerja  Pemerintah  Daerah Kabupaten Malinau dalam menciptakan pemerintahan  yang baik (good governance) terutama menjaga stabilitas dan kondusifitas di masyarakat. RT sebagai Lembaga pada komunitas yang berfungsi komunikatif menjebatani implementasi berbagai program Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau kepada masyarakat.

Pengembangan kapasitas Kelembagaan RT dengan legalisasi peranorganisasi komunitas tersebut yang bersifat partisipatif, menjadi wadah masyarakat untuk bergerak dan mengambil peran aktif dalam roda pembangunan daerah. Dengan hadirnya Peraturan Daerah tentang RT, Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau telah mewujudkan ruang demokrasi pada lingkup komunitas (Peraturan Daerah Kabupaten Malinau No. 6 tahun 2019 Tentang Rukun Tetangga).

Keberadaan RT sebagai lembaga kemasyarakatan berbasis kewilayahan yang paling kecil di tingkat Desa secara tidak langsung meneguhkan posisi RT menjadi fundamental. RT menjadi benteng pertahanan dan keamanan bagi warga. Formalisasi RT sebagai organisasi korporatis paling bawah dalam hierarkhi sturktur birokrasi di Indonesia, menjadikan RT lebih birokratis sebagai ujung tombak pelayanan sosial, pemerintahan dan pembangunan warga masyarakat.

Terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Malinau tentang Rukun Tetangga yang termaktub pada Perda No. 6 tahun 2019, membawa implikasi yang positif dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap pemberdayaan lembaga kemasyarakatan, RT, dalam melakukan tugas perencanaan, pelaksanaan, pengendalian pembangunan, dan penyelenggaraan administrasi pemerintahan berbasis komunitas sebagai bagian dari pemerintahan desa. Selain itu, hadirnya Perda tersebut telah memberikan kepastian hukum terhadap pemberian penghasilan tetap atau insentif kepada Ketua RT dan pengurus RT yang bersumber dari Belanja Desa yang ditetapkan dalam APBDesa.

Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Bambang, MS, dalam telaahannya, menyatakan bahwa dalam Perda ini terkandung niat yang mulia dan upaya yang serius untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memadukan antara pendekatan top-down dengan bottom-up, antara pendekatan teknokratis dan pendekatan partisipatif, antara pendekatan struktural dan pendekatan kultural.

Melalui pendekatan-pendekatan ini diharapkan akan diperoleh keseimbangan (balances) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, atau kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang benar-benar berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat (welfare society)[4].
 
III.                    KESIMPULAN

‘Menggeser’ posisi Lembaga RT menjadi bagian dari struktur pemerintahan terbawah adalah bentuk inovasi yang mampu menghadirkan ‘negara’ dan pemerintah dalam kehidupan masyarakat. Rentang kendali pelayanan menjadi lebih ringkas dan secara menyeluruh mampu menyentuh langsung sendi-sendi kehidupan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Antara Pemerintah dan warga sebagai subjek sekaligus objek pembangunan, dalam hubungan social, menjadi lebih dekat.  Pada penerapan partisipasi interaktif, Pemerintah Kabupaten Malinau menempatkan masyarakat dengan asumsi memberikan kepercayaan penuh kepada warga untuk merencanakan, mengelola serta mengevaluasi kegiatan pembangunan yang dikerjakan, merupakan implikasi dan strategi dalam rangka mewujudkan pembangunan berbasis komunitas (Community Based Development).

Pada tataran kebijakan, hadirnya program RT BERSIH serta formalisasi kelembagaan RT melalui terbitnya Peraturan Daerah Kabupaten Malinau Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Rukun Tetangga, telah membawa perubahan secara substansial di masyarakat dalam bentuk pola dominasi, legitimasi dan signifikasi.

Sedangkan polarisasi dimensi menjadi lebih luas, melingkupi dimensi politik, ekonomi, social, kultural hingga psikologis masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Malinau memberikan makna yang kuat, bahwa masyarakat diberikan kewenangan dan dimampukan, secara finansial dan legitimasi kelembagaan.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Antung, Fiter. 2016. RT BERSIH : Manifestasi Budaya Luhur Bangsa. https://www.kompasiana.com/fiter.antung, diakses pada 12 Juni 2020.
Kartasasmita, Ginanjar. 1997.  “PEMBERDAYAAN MASYARAKAT: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat”. Surabaya : Sarasehan DPD GOLKAR Tk. I Jawa Timur. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/195207251978031-ACE_SURYADI/09PemberdayaanMasyarakat.pdf, diakses pada 12 Juni 2020.
Mardikanto, Totok, Prof. Dr. M.S, dan Dr. Ir. H. Poerwoko Soebiato, M.Si. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung : CV. Alfabeta.
Pemerintah Kabupaten Malinau. 2016. Pedoman RT BERSIH.
Soetomo. 2015. Pemberdayaan Masyarakat : Mungkinkah Muncul Antitesisnya?. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Supriyono,Bambang Prof. Dr., MS. 2019. TELAAH PEMBANGUNAN BERBASIS KOMUNITAS Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Rukun Tetangga (RT) Kabupaten Malinau.
Usman, Sunyoto. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
[1] Ginanjar Kartasasmita, “PEMBERDAYAAN MASYARAKAT: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat”, Disampaikan pada Sarasehan DPD GOLKAR Tk. I Jawa Timur Surabaya, 14 Maret 1997.
[2] Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, M.S, Dr. Ir. H. Poerwoko Soebiato, M.Si,Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik, Bandung, CV. Alfabeta, 2013.
[3] Pedoman RT BERSIH , Pemerintah Kabupaten Malinau. 2016
[4] Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS, TELAAH PEMBANGUNAN BERBASIS KOMUNITAS Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Rukun Tetangga (RT) Kabupaten Malinau.