Budaya

Tembawang (1), Kebun Buah Raya Dayak Kancikgh

Kamis, 18 Februari 2021, 21:43 WIB
Dibaca 851
Tembawang (1), Kebun Buah Raya Dayak Kancikgh
Tembawang: multimakna dan multifungsi.

Tembawang.

Saya hanya menemukan ini di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring: Maaf, tidak ditemukan kata yang dicari. Anda mencari kata tembawang.

Tak mengherankan. Banyak orang tidak paham kearifan tradisional manusia Dayak itu. Tembawang dapat didefisinikan secara singkat: kebun alami orang Dayak. Di situ tumbuh aneka macam jenis buah-buahan tropis. Bisa bekas perkampungan. Bisa bekas ladang. Atau orang makan buah di situ, atau dibawa hewan bibitnya, atau ditiup angin. Lama kelamaan di area itu ada kebun buah.

Jika musim buah raya, biasanya buah-buah di tembawang tidak habis dimakan. Buah-buah durian ditumpuk di sekitar pohonnya. Siapa saja boleh mengambil. Demikian pula buah-buah yang lain. Sampai busuk.

Di masa lampau, tembawang dua macam: tembawang keluarga dan tembawang bersama. Hingga kini, kepemilikan seperti itu masih ada. Dan berlaku di kalangan Dayak Kancikgh, Sekadau, Kalimantan Barat. Berlalu pula di wilayah lain, di mana orang Dayak tinggal dan berada.

Karena itu, apabila Anda menjelajahi hutan di wilayah adat Dayak Kancikgh, jangan kaget. Terutama jika menemukan banyak sekali pohon buah-buahan endemik yang tumbuh berkelompok dan sengaja dibiarkan tetap asri. Hampir di setiap radius 500 sampai dengan 1.000 meter Anda menemukan rumpunan pohon buah-buahan seperti itu.

Suatu pemandangan dengan nuansa rimba yang eksotis, apalagi jika dilihat dari udara. Bukan secara kebetulan, pepohonan buah-buahan endemik tersebut memang sengaja ditanam oleh nenek moyang Orang Kancikgh sejak ratusan tahun yang silam. Oleh karena itu pula, rumpunan pohon tersebut tidak boleh digarap, ditebang atau dirusak.

Orang Kancikgh menyebutnya sebagai “tomawakh” atau tembawang. Yaitu areal tertentu yang berisi pepohonan buah-buahan lokal, berusia puluhan bahkan ratusan tahun, dipelihara bahkan dijadikan pusaka oleh Orang Kancikgh. Proses terjadinya tembawang sebenarnya sangat sederhana, dan hampir terjadi secara alami.

Pertama, seorang peladang menetapkan suatu areal sebagai tempat untuk berladang dan membuat pondok sebagai tempat beristirahat. Pondok dibangun ditempat tertentu yang strategis, tanahnya rata dan dekat dengan sumber air.

Baca juga: Bouma dan Botanam - Mengenal Sistem Peladangan Dayak Kancikgh (1)

Kedua, pada saat musim buah-buahan tiba, peladang secara sengaja atau tidak sengaja menyemai biji buah-buahan ke sekitar pondok yang mereka buat. Untuk buah-buahan tertentu yang kualitasnya sangat baik, biasanya mereka tanam dengan apik, disiangi bahkan diberi pupuk alam seperti busukan sampah dan lain sebagainya. Kejadian musim buah-buahan ini terjadi berulang-ulang setiap tahun. Sedemikian rupa, sehingga semakin banyak jumlah dan jenis pohon buah-buahan yang tumbuh di sekitar pondok tersebut.

Ketiga, walaupun ladangnya berpindah-pindah dalam radius yang tidak terlalu jauh, biasanya pondok tidak perlu dipindahkan, bahkan ada peladang yang membuat secara permanen pondok mereka sehingga mereka bisa selalu merawat tanaman-tanaman buah-buahan yang tumbuh di sekitar pondok.

Apa saja buah dan penampakannya, akan diulas pada tulisan yang berikutnya. Tulisan pertama ini mengenai filosofi dan asal usul tembawang dulu. Filosofinya temawang: kebun buah, pulau buah, area buah orang Dayak. Asal usulnya: bisa ditanam secara terencana, tidak sengaja karena merupakan bekas area ladang/ perkampungan. Sedangkan kepemilikannya bisa tembawang keluarga atau tembawang bersama.

Jika musim buah raya, biasanya buah-buah di tembawang tidak habis dimakan. Buah-buah durian ditumpuk di sekitar pohonnya. Siapa saja boleh mengambil. Demikian pula buah-buah yang lain. Sampai busuk.

Sayang, belum ada usaha/ bisnis mengolahnya menjadi buah dalam kaleng.

Ke depan, mungkin bisa dipikirkan.
Selang beberapa tahun, tanaman buah-buahan tersebut menjadi besar dan berbuah, si peladang tidak lagi merenovasi pondok mereka karena harus berpindah ke lokasi baru untuk memperluas kepemilikan lahan mereka berhubung lahan di sekitar pondok sudah habis tergarap semua. Maka jadilah bekas pondok dan rumpunan pohon buah-buahan itu sebagai tembawang.

Tembawang juga bisa terjadi karena perpindahan rumah atau suatu perkampungan.

Tapi jangan keliru! Di Kalimantan, meski seperti tidak pernah ada jejak kaki orang. Jika menemukan tanaman buah, atau ada karet, berarti: tanah itu ada yang empunya. Dahulu kala, seperti itulah orang tua memberi patok, atau petanda.

Dengan demikian, di mana pun ada tanaman buah. Itu berarti: perkebunan rakyat. Perkebunan adat.