Rina Laden| Mantiq Ugahari Peraih Upakarti
Mantiq adalah darah biru, dari Dayak Benuaq, Kalimantan Timur. Namun, si wanita peraih Upakarti itu ugahari. Penampilannya sesuai situasi kondisi. Tapi sekali beraksi, kita mafhum. Dia siapa?
Itulah Rina Laden. Ia dilahirkan pada 20 November 1951. Di sebuah dusun kecil bernama Muara Bomboy, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat.
Seusai menamatkan pendidikan menengah atas, ia meneruskan pendidikan tinggi di Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul) pada 1987.
Selain sebagai dosen di almamaternya, Rina juga dikenal sebagai aktivis perempuan di berbagai organisasi wanita, dia belajar gender sampai ke Leiden University di Holland tahun 1994. Ia kemudian memutuskan menjadi wirausaha.
Pengalaman jatuh bangun berwirausaha, tidak membuatnya jera, malah semakin mengasah jiwa wirausahanya. Setelah dirinya cukup kuat, Rina pun mulai memberdayakan perajin di Desa Wisata Pampang, Samarinda.
Pemberdayaan masyarakat ini benar-benar muncu dari dalam hatinya. Umbi yang diam-diam berisi ini toh kedetek juga, ketika ada yang mengendus bahwa apa yang dilakukannya sangat berdampak positif, sekaligus inspiratif. Maka Rina pun menerima penghargaan Upakarti dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan kategori pengabdian untuk pembinaan dan pengembangan industri kecil.
Pada 1996, penghargaan itu diserahkan langsung Presiden Soeharto di Istana Negara. Di samping berwirausaha, Rina juga aktif di di beberapa organisasi. Ia pernah menjadi anggota DPRD Provinsi di era Orde Baru mewakili Golkar. Bahkan, belakangan, wanita mantiq itu terjun lagi ke dunia politik praktis.
Rina yakin, politik adalah salah satu jalan memperjuangkan nasib suku bangsanya. Maka ia pun masuk salah satu partai. Ia berprinsip, “Politik itu perlu tetapi politik yang berhati nurani bukan aji mumpung bukan yang menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan tapi yang sesuai aturan dan budaya Bangsa Indonesia.”
Selain aktif di berbagai organisasi dan parpol, Rina juga rajin menulis di jaring sosial. Renungan rohani setiap hari dapat dinikmati di akun Facebook-nya. Ia juga rajin mengumpulkan penari dan musisi Dayak dan aktif mendorong berbagai penyelenggaraan festival seni budaya Dayak.
Rina juga dikenal sebagai aktivis Anti Perkosaan Kaltim yang membuat para lelaki saling berdebat karena pernyataannya bahwa perkosaan dapat terjadi di dalam rumah tangga (marital rape).
Sebagai pecinta seni budaya Dayak yang membina masyarakat di Desa Wisata Budaya Pampang Samarinda, Rina membawa rombongan penari Dayak tampil di ajang nasional maupun internasional. Antara lain, mengikuti Pawai Bunga di Padadena Los Angeles Amerika Serikat bersama rombongan Yayasan Bunga Indonesia yang dipimpin ibu Bustanil Arifin pada 1995 dan Festival Asia di Osaka Jepang thn 2004.
Di usia emas, Rina masih menyimpan cita-cita besar yaitu membangun lamin 100 m x 25 m di Desa Loa Buah Samarinda sebagai ikon budaya di atas lahan 12 ha melalui Yayasan Pusat Budaya Sempekat Tonyooi Benuaq Kalimantan Timur.
Tercatat, ia anggota DRPD Provinsi Kaltim 1997-1999. Keturunan mantiq (darah biru) ini hidup bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga hidup bagi orang lain. Pengujung tahun 2013, terbit bukunya 1.000 Motivasi Rohani. Butir-butir siraman segarnya itu dapat diunduh di Fb-nya.
Pada 2019. Rina menulis buku tebal, Beyond My Dreams. Kisahan hidupnya. Semacam biografi.
Kisahan itu ditulis, bagai novel. Pada bab pertama. Ia berkisah. Ihwal yang sangat mencekam, yang tak kan bisa pupus dari ingatannya. Tentang kejadian suatu malam. Berita mengejutkan diterima, ketika mereka, seisi keluarga, sedang tidur lelap.
Sang ayah tercinta dikabarkan meninggal. Ditemukan di hutan. Ditikam dari belakang. Hanya semata-mata karena mempertahankan tanah adat milik keluarga dan masyarakat sekitar. ***