Belajar Kesantunan dan Kebhinekaan dari Peraih Medali Emas Olimpiade
Ayah dan ibu izinkan aku yang ingin berbakti denganmu
Ingin ku cium tangan itu
Penuh dengan kelembutan jari menusuk hati
Akan aku jaga penuh dengan cinta
Yang membara bagaikan api menyala di negeri
Karena sungguh aku ingin membuktikan bakti
Maafkan jika sampai hari ini masih dilalui kesalahan terhadapmu
Memperlakukan ayah dan ibu belum sepenuhnya dengan cinta
Menghormati akan hadirmu belum sejajar
Dengan indahnya pancaran rembulan purnama di malam gelap nan gulita
Membalas perlakuan kasih dan sayangmu
Belum dengan ketulusan yang sesungguhnya
Ayah dan ibuku …
Berbakti denganmu adalah cara terbaik untuk mengharap ridho mu
Dan berbakti denganmu adalah cara jalan menyusuri manisnya surga
Maka aku akan terus memohon doa darimu
Agar dapat menjadi manusia mulia tak tersombongkan
Tetap menawan dengan tampil kesederhanaan
Dan tetap beriman di hati
Sampai bakti menghantarkanmu ke alam surgawi
(“Berbakti Bersama Menyusuri Surgawi” – anonim)
Kerja keras puluhan tahun yang dilakukan pasangan pebulutangkis Greysia Polli dan Apriyani Rahayu akhirnya tuntas tergantikan dengan prestasi puncak. Menjuarai sektor ganda puteri dan meraih medali emas Olimpiade 2021, raihan emas yang belum pernah diraih pebulutangkis kita selama cabang olahraga paling poputer di tanah air ini masuk dalam sukan olahraga internasional.
Aksi pertarungan ketat yang dilancarkan pasangan China Chen Qingchen/
Jia Yifan serta diwarnai dengan saling adu pukulan, ditanggapi dengan perlawanan sengit dari Greysia dan Apriyani. Ketegangan tidak saja terjadi di Musashino Forest Sprt Plaza, Tokyo, Jepang tetapi juga menjalar hingga ke China, Indonesia dan belahan dunia yang lain. Dari pedagang di Pasar Bulungan, Kalimantan Utara, di perbatasan Skow, Papua hingga Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta semuanya menyaksikan ketegangan yang berakhir klimaks dengan kemenangan Grysia dan Apriyani.
Ada satu kejadian “unik” dan menarik usai kemenangan itu diraih dengan susah payah oleh pasangan pebulutangkis. Di layar televisi kita bisa melihat Apriyani mencium tangan Greysia. Ya, kita menyaksikan peristiwa langkah yang selama ini telah kita lalaikan. Menghormati kepada orang lain yang lebih tua umurnya daripada kita. Apriyani yang berusia 10 tahun lebih muda daripada Greysia, melakukan itu tidak saja di momen Olimpiade saja. Ternyata Apriyani juga terbiasa melakukan itu di setiap babak kehidupannya di luar lapangan.
Apriyani Rahayu yang lahir di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara itu melakukan aksi cium tangan sebagai rasa hormat kepada orang yang lebih tua. Apriyani melakukan tuntunan nilai-nilai yang diajarkan orang tuanya sejak kanak-kanak. Ada pesan moral di balik cium tangan itu, ada pesan etika, dan tanpa disadari mampu melahirkan sinergi dari Apriyani dan Greysia.
Adab sopan santun telah diwariskan turun temurun dari orang tua kita, dari kakek nenek kita bahkan dari nenek moyang kita. Antara sopan santun, etika, dan moral melahirkan harmonisasi berupa persabahatan dan persaudaraan.
Saya jadi teringat pesan Natal yang disampaikan Wakil Gubernur Kalimantan Utara Yansen Tipa Padan saat masih menjabat Bupati Malinau di tahun 2019 silam. Generasi muda harus dapat menjalankan nilai cinta dan kasih persahabatan kepada semua orang secara nyata, baik dilingkungan keluarga maupun semua orang. “Jadi wujudkan secara nyata. Kalau dilakukan, saya yakin dan percaya apa yang menjadi kerinduan dalam bermasyarakat akan menjadi lebih baik ke depan,”ujar Yansen Tipa Padan ketika itu. Sebuah pesan yang tetap terasa aktual hingga sekarang.
Di saat elit-elit kita mengalami krisis sikap sopan santun, krisis etika dan rendahnya moral, sikap Apriyani mengajarkan kepada kita semua untuk instropeksi, mawas diri dan sadar diri. Tindakan Apriyani begitu mengagumkan sekaligus mengharukan. Bagaimana tidak, semesta pun akan jatuh hati melihat keindahan kesopanan, adab, etika, moral sekaligus persahabatan dan persaudaraan.
Belajar Kebhinekaan dari Greysia & Apriyani
Keberhasilan Greysia dan Apriyani merebut medali emas ganda puteri bulutangkis Olimpiade 2021 juga menyisahkan pesan kebhinekaan. Greysia Polli berasal dari keluarga campuran suku Minahasa dan Tionghoa sedangkan Apriyani Rahayu memiliki darah Papua dan Jawa Timur. Sementara pelatihnya, Eng Hian keturunan Tionghoa tulen asal Solo, Jawa Tengah.
Tekad dan ikrar para pendiri bangsa ini untuk menyatukan semua suku, golongan dengan agama serta keyakinan yang beragam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah “mengekalkan” ajaran-ajaran kebaikan, moral, etika, sopan santun, harmonisasi dan persaudaraan.
Greysia Polli dan Apriyani Rahayu serta Eng Hian menjadi bukti bahwa Indonesia telah “menyatukan” mereka, termasuk kita semua. Sekali lagi, jika setiap ranah kehidupan kita jalani dengan nilai-nilai keluhuran kita akan mendapat restu dari semesta !
Ari Junaedi, Penulis adalah doktor komunikasi politik, akademisi & kolomnis