Sosok

AYAH: Guru & Sahabatku

Jumat, 18 Maret 2022, 08:42 WIB
Dibaca 638
AYAH: Guru & Sahabatku
caption seperti judul narasi ini.

Barangkali mewakili juga Pembaca. Yang belum kesampaian untuk menulis dan membukukan kisah hidup, perjuangan, serta pengorbanan sang ayah.

Bagi kami, 12 adik beradik. Lelaki tegar, kelahiran 1 Juni 1936 ini. Bukan saja seorang ayah. Lebih dari itu, ia guru dan sahabat sejati.

Sejak ditinggalkan belahan jiwanya, pada 2013, ayah tegar. Ia mengajar, dengan contoh, apa arti kesetiaan. Ia pula yang memberi kami teladan bagaimana memperlakukan anak-anak.
Kini usianya 86. Telah memasuki usia yang telah amat sangat langka. Tak banyak bilangan manusia sebilangan itu umurnya. Tuhan memberinya bonus khusus.

Mulai lupa beberapa peristiwa, apakah telah dilakukannya atau belum. Seperti minum teh, sarapan, atau ke kamar mandi. Bertanya hal sama berulang kali. Tapi nyala jiwa semangat, elan vital, yang dipertunjukkannya di panggung kehidupan; tak pernah padam.

Saya dan adik bungsu berinisiatif menuliskan dan menerbitkan biografinya. Sebagai peringatan, sekaligus kenangan yang mengabadikan. Bahwa suatu waktu, raganya boleh tiada. Namun, semangatnya tetap menyala.

Banyak pelajaran ditinggalkannya pada kami. Ayah guru kehidupan. Di SR, ia loncat kelas dari kelas IV ke kelas VI. Belajar sebentar, langsung ujian. Dan lulus dengan sangat memuaskan.

Berbekal loncat kelas dan mengantongi ijasah SR itu, ayah menjadi anggota DPR/GR Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat mewakili golongan agama (Katolik).

Kemudian, masuk Partai Katolik, dengan lambang Rosario besar itu. Selanjutnya, setelah Partai Katolik fusi pada Pemilu 1971, ayah masuk Golkar. Ia berturut-turut dua periode menjadi anggota DPRD Kabupaten sebagai aktivis dan kader partai berlambang pohon beringin.

Pensiun sebagai katekis Keuskupan Sanggau usia 55 tahun. Ayah tetap banyak aktivitas. Selain sebagai peladang tradisional, ayah menggarap kebun dan sawah. Di area tanah dan perkebunan alam miliknya di kampung, ayah menanam berbagai jenis tanaman buah. Kebun-buah yang anak cucunya nikmati saat ini, ayah yang menanamnya.

Aneka pohon langka ditanamnya, seperti: ulin, omang, gaharu, dan sebagainya.

Di kampung, ayah dikenal sebagai "buku hidup". Ingatannya tajam. Hukum adat, lengkap dengan nama dan dendanya, ia hafal di dalam kepala. Pernah dibaiat Wakil Ketua Dewan Adat Dayak Kecamatan Jangkang.

Pada 2019, bersama FX Lonsen, ayah mengkodifikasi Hukum Adat Dayak Kecamatan Jangkang. Sebagai Penerbit, saya memberi ISBN atas naskah itu. Kemudian mencetak dan menerbitkankannya menjadi buku.

Ayah juga salah seorang "pendekar" lingkungan. Ia aktif di Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Dalam organisasi ini, ia kerap diskusi dengan orang tingkat nasional dan internasional. Pernah hingga Jakarta. Suatu hari, saya diteleponnya. Tahu-tahu, ayah sedang loka karya terkait isu lingkungan di ibukota.

Tak ada habisnya.

Senantiasa ada yang tersisa jika berkisah tentang ayah. Baiklah! Semua akan diikat malalui untaian kata dan rangkaian kalimat dalam sejilid buku.

Buku yang akan terbit itu, seperti judul narasi ini.