Amji Attak, Pahlawan Dwikora Asal Kalbar Yang Belum Diakui Sebagai Pahlawan Nasional
Artikel ini sudah pernah tayang di Koran SINDO pada tanggal 5 Desember 2020
Judul: Amji Attak – Ranger Andalan Jenderal Anton Soedjarwo
Penulis: Christina Lomon Lyons
Tahun Terbit: 2020
Penerbit: Media Impian Kita
Tebal: xiii + 346
ISBN: 978-623-7069-62-1
Konfrontasi dengan Malaysia membawa banyak korban dari kalangan tentara dan polisi. Namun belum semua korban tersebut mendapatkan penghargaan yang selayaknya. Setahu saya baru Usman dan Harun yang dihukum mati di Singapura yang telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2014. Dua nama pasukan elite KKO tersebut juga disematkan sebagai nama Kapal Perang RI. Jasad keduanya dimakamkan di Makam Pahlawan.
Selain dari nama Usman dan Harun, ada banyak prajurit lain yang gugur dalam konfrontasi dengan negeri jiran tersebut. Tercatat ada 168 prajurit yang gugur setelah perang usai. Diantaranya adalah Arifin dan Amir Mahmud yang pesawatnya ditembak jatuh. Ada juga Amji Attak dan J Taboki Takuda yang gugur karena sekocinya diberondong oleh pasukan Inggris. Penghargaan kepada para pejuang ini layak untuk diupayakan. Namun belum semua jenazah bisa dipulangkan ke Indonesia.
Meski nama Amji Attak dan J Taboki telah diabadikan sebagai nama Kesatrian Markas Besar Brimob Kelapa Dua Depok, Putra Dayak dan Putra Toraja tersebut belum mendapatkan penghargaan sebagai pahlawan. Bahkan jasad mereka berdua masih bersemayam di negeri tetangga..
Buku karya Christina Lomon Lyons ini secara khusus membahas tengang Amji Attak, seorang ranger Brimob yang gugur dalam konfrontasi dengan Malaysia. Christinia memaparkan secara lengkap siapa sebenarnya sang perintis satuan Brimob asal Kalimantan Barat ini. Ia menelusuri sejarah Amji Attak ke kampungnya, mewawancari keluarga dan temannya. Christina juga mewawancarai para ranger seangkatan dan angkatan di atasnya yang mengenal Amji Attak.
Wawancara tidak hanya dilakukan kepada anggota Brimob biasa, tetapi juga kepada para perwira yang mengenal Amji Attak. Christina juga melacak tempat-tempat yang pernah menjadi saksi kehidupan Amji Attak, seperti Gang 1001, Watukosek dan juga tentu saja Markas Komando (MAKO) Brimob di Kelapa Dua Depok.
Meski Amji Attak dan J Tabuki Takuda telah dijadikn Ikon Brimob dan dibuat patungnya di Mako Brimog Kelapa Dua, namun nama mereka tidak dikenal oleh khalayak. Saat Basuki Cahaya Purnama (Ahok) dipenjara di Mako Brimob, tidak ada satu pun wartawan yang menyinggung kedua nama ini. Jika wartawan saja tidak tahu, apalagi masyarakat umum.
Putra Dayak Kanayatn yang lahir tahun 1933 ini gugur saat mencoba melakukan pendaratan ke Malaysia. Melalui kesaksian AKBP Pol Purn R Soenarjo, jenazah Amji ditemukan mengambang di laut. Jenazah tersebut dikenali karena mengenakan seragam Duane dengan nama sandi Muhammad. Jenazah tersebut sudah tanpa kepala (hal. 297). Jenazah Amji Attak dimakamkan di Johor.
Kepahlawanan Amji Attak tidak hanya saat ia menyusup ke Malaysia pada saat Dwikora. Teman seangkatan Anton Soedjarwo ini juga mempunyai peran yang penting saat Indonesia merebut Irian Barat. Amji Attak adalah salah satu prajurit yang berupaya menyusup ke Fak Fak. Ia sempat diserang oleh Belanda saat berupaya menyusup.
Amji Attak membalikkan perahunya untuk berlindung dari berondongan peluru tentara Belanda yang memergokinya di laut. Setelah sempat hilang selama dua hari, dia selamat dan bisa kembali ke Pulau Gorom yang menjadi markas prajurit Indonesia. Sayang perannya dalam perebutan Irian Barat ini pun belum dihargai. Bahkan Amji Attak tidak tercatat sebagai prajurit yang ikut berangkat ke Irian Barat. Padahal Amji Attak adalah bagian dari Detasemen Pelopor (Menpor), meski ia harus kembali ke Jawa sebelum pasukan Indonesia melakukan pendaratan ke Irian Barat.
Amji Attak meniti karir sebagai anggota polisi sejak dari bawah. Ia pernah bertugas di Kalimantan Barat, sebelum akhirnya ke Jawa. Sebagai seorang prajurit Brigade Mobil, Amji Attak mendapatkan berbagai pelatihan, termasuk penyusupan dan penyergapan.
Ia datang ke Riau bersama dengan rombongan Kompi D Yon 32 Pelopor. Jumlah rombongannya adalah 96 orang. Anggota Kompi D Yon 32 Pelopor ini kemudian dipecah menjadi kelompok kecil-kecil dan disebar ke beberapa pulau kecil yang berhadapan dengan Malaysia. Kompi ini adalah kompi untuk operasi klandestin. Itulah sebabnya seragam mereka bukanlah seragam loreng Brimob. Mereka memalai seragam Duane.
Saat melakukan upaya pendaratan di wilayah Malaysia dengan perahu motor, tiba-tiba pasukan Amji Attak dipergoki oleh Kapal Destroyer milik pasukan New Zaeland. Saat mencoba menyelinap, rombongan Amji Attak diserang oleh pasukan New Zaeland. Alih-alih melarikan diri, Amji Attak malah melawan dua kapal destroyer tersebut. Meski berhasil menembak salah satu kapal musuh, namun toh akhirnya pasukan Amji Attak yang berada di perahu nelayan ini rusak kena tembak. Salah satu anggota yang lolos dan memberi kesaksian adalah Roebino. Roebino tertembak di kaki tetapi berhasil lolos dari sergapan pasukan New Zaeland tersebut.
Sebelum pendaratan yang gagal pada tanggal 10 Maret 1965 ini, sebenarnya Amji Attak sudah sering kali melakukan infiltrasi ke Malaysia. Ia menjadi informan andalan Anton Soedjarwo dengan menyamar sebagai orang biasa.
Baca Juga: Apai Janggut dan Tato Bunga Terong Orang Iban
Upaya untuk memberi penghargaan kepada Amji Attak sebagai Pahlawan Nasional sepertinya mendapat dukungan yang baik. Khususnya dukungan dari Brimob. Pada acara Hari Ulang Tahun Brimob di Kalimantan Barat, keluarga Amji Attak diundang untuk hadir. Demikian juga untuk perayaan yang di Jakarta.
Dukungan juga diberikan oleh tokoh Dayak yang berkiprah di Nasional, seperti Drs. Cornelis, M.H, Adrianus A Sidot, Oesman Sapta Odang, Yuandrias dan Tommy Sagiman. Dukungan juga diberikan oleh mantan Kapolda Kalbar Irjen Pol (Purn) Erwin L Tobing.
Penulisan sejarah Amji Attak oleh Christina adalah salah satu upaya untuk pengusulan Amji Attak sebagai Pahlawan Nasional dari Kalimantan Barat. Meski upaya pengusulan Amji Attak sebagai Pahlawan Nasional belum berhasil saat ini, tetapi upaya awal ini perlu diapresiasi. Dengan upaya semua pihak, maka suatu saat kepahlawanan Amji Attak akan diakui oleh Negara.
Selain itu, penulisan buku ini juga memberikan bukti bahwa Orang Dayak cinta NKRI. Orang Dayak adalah orang-orang pemberani dan dengan tulus hati membela Republik Indonesia.
***