Riset

The History of Dayak (6)

Senin, 18 Januari 2021, 08:26 WIB
Dibaca 1.263
The History of Dayak (6)
Penampakan pada Kongres Internasional I Kebudayaan Dayak di Bengkayang, Kalimantan Barat, Juni 2017 di mana saya menjadi ketua pengarah. Dayak menulis sejarahnya dari dalam.

Sebagai fakta sejarah, yang paling kuat sejarah migrasinya adalah kaum Iban dan Lun Dayeh keluar wilayah klan dan atau pulau. Penyelidikan dari sisi linguistik dapat membuktikan hal ini. Semakin ke ujung, semakin suatu dialek berubah, bersesuaian dengan situasi dan kondisi, serta dipengaruhi oleh warna (kosa kata) masyarakat lingkungannya tempat berinteraksi.

Sebagai penutur asli, kita mafhum, jika orang berbicara: oh, dia dari situ!

Dari mana kita mengetahuinya? Dari: dialeknya.

Sedemikian rupa, sehingga bahasa induk, penutur asli yang arkais dapat dibuktikan demikian: Adalah dia, penutur yang mahir banyak dialek. Sedangkan yang hanya menguasai satu dialek saja, bukan penutur asli. 

Bukti dari segi liguistik bahwa Lundayeh (Lengilo’ persisnya) adalah arkais (awal) cikal bakal Lun Bawang serta Iban di Tampun Juah dan daerah Ketungau-Sungai Utik menunjukkan bahwa asal mula migrasi dari sini. Bukan sebaliknya. Penelitian pakar linguistik bahasa Salako (Dayak di Kalbar) Prof. Sander Adelaar menunjukkan bahwa bahasa yang dipertuturkan suku bangsa di Kalbar ini arkais dibandingkan dengan bahasa Senganan (Melayu) di wilayah itu. Namun, topik ini akan dibahas kemudian.

Demikian pula halnya dengan suku bangsa Maanyaan  yang dipertuturkan di Kalimantan Tengah saat ini. Asal muasalnya dari hulu Sungai Barito. Diketahui bahwa dari sisi bahasa banyak kesamaannya dengan bahasa Malagasy di Madagaskar. Dari manakah asal pengaruh bahasa Maanyaan terhadap bahasa Malagasy ini?  Lubis (1980: 15) menerangkan bahwa nenek moyang suku bangsa kita di Nusantara, termasuk Maanyaan, para pengarung samudera yang amat berani dan cakap. Mereka berlayar menggunakan perahu-perahu layar bercadik. Palayaran ini hampir bersamaan waktunya dengan dinasti Shang atau Yin di Tiongkok serta dengan Hathepsut di Mesir.

Dengan demikian, fenomena migrasi adalah hal yang niscaya dalam sejarah kehidupan dan peradaban umat manusia sejak zaman baheula. Dengan “Migrasi” dimaksudkan sebagai “perpindahan orang-orang dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk menetap, secara permanen atau sementara di lokasi baru”.

Panglima Burung mulai kisahnya dari sini. Ia tokoh legenda, fakta, sekaligus mitos. Dalam literatur disebutkan bahwa Gawai Burong, biasanya diadakan untuk menghormati Singalang Burong yang dipercaya sebagai dewa perang orang Dayak.

Sedemikian rupa, sehingga cukup musykil untuk membuktikan terbalik migrasi kaum Yunan dan Isla Formosa ke Borneo. Di mana kampung pecinan, sebagai bukti mereka menetap, secara permanen, atau sementara di lokasi baru?

Sungguh, teramat sulit menerangkan 3-wajib sejarah menyangkut tali-temali antara setting (waktu dan tempat), tokoh, dan peristiwanya. Dalam hal ini, lebih mudah unta masuk ke dalam lubang jarum. Sementara asal mula Singkawang (Masri dan Corry, 2020) lebih mudah, secara ilmiah, menerangkan proses migrasi orang Hakka ke Borneo ini. Orang Hakka menyebut kota yang dikelilingi pegunungan dan sungai ini dengan “San Khew Jong”. Arti harfiah-nya: suatu kawasan dengan mata air mengalir dari gunung sampai laut. Sedangkan Bengkayang, sesuai dialek, mereka sebut: Rara --yang berarti: sebuah negeri yang jauh dari Tiongkok yang diyakini sebagai pusat (peradaban) dunia. Chung Hwa dibentuk dari dua patah kaya, yakni: chung = tengah dan hwua = suku bangsa.

Pada awal mula kedatangannya, pemukiman terbesar etnis Tionghoa Nusantara berada di muara-muara sungai dan pesisir pantai. Para imigran Cina ini kebanyakan berasal dari suku Khek (Hakka). Pada tahun 1772, etnis ini berkembang di daerah Monterado, wilayah Kabupaten Bengkayang, saat ini. Para imigran tersebut kebanyakan berkerja di pertambangan-pertambangan emas. Mereka membuat perkampungan khusus yang kemudian dikenal sebagai “kampung cina” atau pecinan. Menurut hemat saya,  "Pecinan" adalah salah satu bukti migrasi orang Cina ke Nusantara. Tanpa ini, jangan bicara soal sejarah!

Tentang migrasi yang bemuatan sejarah ini, akan dibuatkan Catatan Kakinya yang cukup panjang nanti.

Maka senantiasa menarik mengamati fenomenon migrasi suatu kaum/ klan. Seperti halnya migrasi etnis Iban di Borneo yang persebarannya kini migrasinya melalui 3 tahapan, yakni:

Baca Juga: Mengelola Budaya Borneo

1) Tanah Semula Jadi (Tampun Juah), terjadi sekitar abad 13. Migran milir sungai Sekayam, sampai masuk kibak batang aik Kepuas. Tampun Juah kini berada di Segumon, Sekayam Hulu, dekat Mongkos, perbatasan Sarawak, di dekatnya ada Sungai Sekayam (Indonesia) dan di Sarawak Mentuh Tapuh.
2) Masuk Sungai Ketungau, memberi tanda ke Kapuas, tapi akibat banjir tanda kayu (cuar) menghadap Sungai Ketungau sehingga migrasi Iban ke-2 ini disebut "Ketungau Sesat".
3) Zaman bersamaan dengan datangnya Brooke ke Sarawak sirka tahun 1839. Tahun 1835, dengan modal 30.000 pounsterling, Brooke berangkat ke negeri timur jauh dengan kapal Royalist .
Jadi, Iban Sarawak dan Brunei asal mulanya Tampun Juah, atau Tembawai Bejuah yang setting (tempat) dan waktunya bisa dikonstruksi dan diverifikasi karena menyebut: Semitau Tua, Aik Kepuas, Tatai Kedempai, Hutan Berangan, Bukit Kelam. Pemimpin migrasi tahap 3 ini: Singalang Burong, seorang Iban yang sakti mandraguna.

Dari sinilah, dikenal Panglima Burung legenda, fakta, sekaligus mitos. Dalam literatur disebutkan bahwa Gawai Burong, biasanya diadakan untuk menghormati Singalang Burong yang dipercaya sebagai dewa perang (Sandin, 1977). Di kalangan bansa Iban, gawai ini untuk mengenang jasa Jagu Menaul Tuntung (burung elang) yang ditugaskan Petara untuk memimpin segala perang bagi masyarakat Iban karena memiliki semua jenis pengaroh.

Panglima Burung menitis ke dalam raga seseorang yang memenuhi syarat, setelah melalui sebuah upacara “tariu”, memanggil roh.Kekuatan memancar/ emanasi dalam berbagai wujud: kecepatan, tidak mengenal ruang dan waktu.
Waktu Perang Madjang Desa: Panglima Kilat/Pangkilat.
Asal dari Batang Lupar, orang Iban.

Kiranya, Migrasi Ibanic Grup dari Tanah Semula Jadi (Tampun Juah) hingga Migrasi ketiga sampai Batang Lupar-Lubuk Antu, Semanggang (Sri Aman) dalam pengertian dan bertujuan utama "adalah perpindahan orang-orang dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk menetap, secara permanen atau sementara di lokasi baru untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan lebih aman" --sebab sebab-migrasi adalah kondisi tidak aman Negeri Tampun Juah akibat serangan musuh 3 kali, dengan modus yang berbeda.

Menurut hemat saya, "Pecinan" adalah salah satu bukti migrasi orang Cina ke Nusantara. Tanpa ini, jangan bicara soal sejarah!

Bank Dunia menerbitkan laporan berjudul Migration and Remittances Factbook setiap tahun sejak 2008. The International Organisation for Migration (IOM) atau Organisasi Internasional untuk Imigran menerbitkan Laporan Migrasi Dunia tahunan sejak 1999. Divisi Statistik PBB juga menyimpan basis data tentang migrasi dari dan ke seluruh dunia.

Angka yang dirilis oleh Bak Dunia (2011) mencatat perkiraan berikut untuk tahun 2010: jumlah total imigran: 215,8 juta atau 3,2% populasi dunia. Pada tahun 2013, persentase migran internasional di seluruh dunia meningkat sebesar 33% dengan 59% dari migran menargetkan daerah-daerah maju.Hampir separuh dari migran ini adalah perempuan, yang merupakan salah satu perubahan pola migran paling signifikan dalam setengah abad terakhir.

Akan tetapi, apakah yang dimaksudkan dengan “Migrasi?”
Migirasi, atau kerap migrasi manusia, adalah perpindahan orang-orang dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk menetap, secara permanen atau sementara di lokasi baru.

Kini kaum Ibanic terbagi dalam 23 subetnik, tersebar di seluruh pulau Kalimantan, terbelah dalam 3 negara (Indonesia, Malaysia, dan Brunei). Populasinya terbanyak di antara kaumnya. Ditengarai sekitar 1,2 juta juta.

***

Tulisan sebelumnya: The History of Dayak (5)