Politik

Yuk, Dirikan Sekolah Unggulan di Kalimantan Utara

Senin, 7 Juni 2021, 10:27 WIB
Dibaca 1.240
Yuk, Dirikan Sekolah Unggulan di Kalimantan Utara
Lamrenew.com

Dodi Mawardi

Penulis senior

Usulan ini sudah saya sampaikan kepada beberapa pihak, baik pemimpin pemerintahan, politisi, akademisi, pengusaha maupun warga Kaltara. Responsnya beragam. Ada yang menyambut dengan positif. Ada juga yang biasa saja. Bahkan ada yang meresponsnya dengan negatif. Suatu hal biasa dalam ranah wacana suatu gagasan. Pro dan kontra.

Melalui tulisan ini, izinkanlah saya mengurai alasan kenapa penting mendirikan suatu sekolah (terutama level menengah) unggulan. Jika tidak suka dengan istilah unggulan, boleh juga diganti dengan sekolah plus plus. Andai masih tidak sreg dengan sekolah plus plus, bisa juga diubah menjadi sekolah berkurikulum khusus.

Memang ada pihak yang alergi dengan istilah unggulan, sehingga Kementerian Pendidikan mulai secara bertahap menghapus sekolah unggulan atau sekolah favorit. Meski faktanya, sudah banyak sekolah dengan label unggulan, plus plus, atau kurikulum khusus, terbukti berhasil menelurkan lulusan yang berbeda.

Saya ingat dengan kisah Benny Moerdani, pada tahun 1980-an, ketika mengusulkan didirikannya sekolah khusus untuk menelurkan calon pemimpin bangsa di masa depan. Gagasannya jauh melampaui pemikiran para ahli dan tokoh saat itu. Meskipun di berbagai negara, sekolah jenis tersebut sudah ada dan berhasil. Tidak disebut unggulan, namun hasilnya memang unggul sesuai dengan kekhususan sekolahnya. Tentu dengan kurikulum yang khusus. Benny menelurkan SMA Taruna Nusantara di Magelang, yang kemudian diteladani oleh banyak pihak dengan membuka sekolah serupa.

Hal yang sama dilakukan oleh Lendo Novo, alumnus ITB yang menggagas berdirinya sekolah berbasis alam. Pembentukan karakter menjadi fokus utama sekolah tersebut, mulai level play group, TK, SD, SMP sampai SMA. Kurikulum kementerian pendidikan mereka adopsi dengan kekhasan pola pembelajaran yang berbeda. Siswa sebagai subjek dan guru sebagai fasilitator, dengan alam semesta sebagai media utama pembelajaran.

Pada awalnya, sekolah berbasis alam ini juga mendapatkan cibiran dan keraguan dari berbagai pihak, terutama dari para praktisi pendidikan sendiri. Namun lihatlah, Sekolah Alam kini tersebar di seantero negeri.

 Dalam level pendidikan lebih tinggi, jangan lupakan Akademi Militer (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia – AKABRI). Sejak berdiri sampai sekarang, pola pendidikan di Akmil tetap terjaga dan menghasilkan lulusan berkualitas. Pola rekruitmen yang relatif terjaga, pelaksanaan kurikulum yang konsisten, dan sistem pendidikan berasrama, menjadikan Akmil mampu bertahan dalam kualitas yang relatif terjaga. Hal serupa bisa kita tengok juga pada sistem pendidikan di Pesantren Modern Gontor. Pada level tertentu, mereka sukses menghasilkan lulusan dengan standar khusus.

Sejak satu dekade silam, Kementerian Pendidikan menggencarkan pendidikan menengah dan tinggi vokasional. Pendidikan yang fokus pada pembangunan skil seseorang. SMK diperbanyak, perguruan tinggi vokasi dan politeknik digencarkan. Kebijakan yang menurut saya tepat, karena sebelumnya Indonesia kekurangan tenaga ahli berbagai sektor kehidupan. Suatu wilayah yang potensi dalam bidang perikanan misalnya, kini bisa berharap memiliki ahli perikanan dengan berdirinya Politeknik atau Perguruan Tinggi Vokasi khusus perikanan dan kelautan di wilayah itu.

Harus kita akui – suka atau tidak suka – kurikulum pendidikan kita belum sempurna. Itulah sebabnya, banyak sekolah – khususnya swasta – yang menambahi kurikulum mereka. Ada yang mengambil kurikulum tambahan dari negeri barat seperti Cambridge, ada pula yang berasal dari pihak lainnya. Intinya, para pengelola pendidikan itu merasa kurikulum nasional keluaran kementerian pendidikan tidak cukup. Bahkan, Kementerian Agama juga menelurkan konsep sekolah menengah khusus dengan nama Insan Cendekia yang sudah tersebar di lebih dari 20 provinsi.

Beragam fakta itu membuat saya yakin bahwa konsep sekolah berkurikulum khusus sangat dibutuhkan di Kalimantan Utara. Sebagai suatu provinsi baru, Kaltara memiliki tantangan besar dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM). Diakui atau tidak, faktanya SDM Kaltara secara umum masih tertinggal dibanding sebagian provinsi lainnya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kaltara secara rata-rata memang lebih tinggi dibanding IPM Indonesia. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan masih timpangnya kualitas SDM tersebut.

Saya lebih fokus menawarkan pembangunan sekolah berkurikulum khusus di bidang kepemimpinan berkarakter (minimal: berbudi pekerti luhur dan berwawasan nusantara). Bidang ini terkait erat dengan birokrasi, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik.

Kita harus menyadari bahwa sebagian besar kehidupan bermasyarakat tergantung pada siapa yang menjadi pemimpinnya. Mulai dari pemimpin pada level RT, RW, Desa, Kecamatan, Kabupaten, sampai Provinsi. Pemimpin organisasi kemasyarakat pada level terendah sampai tertinggi. Pemimpin partai politik di tingkat kecamatan sampai provinsi. Para pemimpin ini memegang kunci kehidupan!

Bagaimana jika pemimpin itu tidak berkualitas?

Karakternya buruk.

Kapabilitasnya tidak memadai.

Kepemimpinannya lemah.

Apa yang diharapkan dari pemimpin semacam ini?

Pertanyaannya kemudian, dari mana pemimpin itu berasal?

Dari masyarakat. Dari kita. Mereka lahir dari perut masyarakat. Hasil tempaan bermasyarakat. Hasil pendidikan sejak di dalam kandungan ibunya, didikan keluarganya, sistem pendidikan sejak TK sampai perguruan tinggi, dan lingkungan hidupnya. Pemimpin bisa dilahirkan dan juga bisa dibentuk.

Mari kita lihat Kaltara sekarang ini.

Siapa gubernur dan wakil gubernur?

Dari mana mereka berasal?

Siapa bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota tempat tinggal Anda?

Dari mana mereka berasal?

Siapa wakil rakyat Anda di DPR pusat, di provinsi, di kabupaten/kota?

Dari mana mereka berasal?

Bagaimana kualitas kepemimpinan dan karakter mereka?

Adakah tokoh Kaltara masa kini yang juga menjadi tokoh nasional?

Hal semacam itu akan mudah dijawab jika kita menyiapkan SDM sejak dini. Sumber daya manusia yang memang dididik dan dibentuk secara khusus untuk menjadi pemimpin berkarakter. Tidak semua manusia punya bakat memimpin. Tidak semua manusia juga punya minat menjadi pemimpin. Bukan pemimpin pribadi karena semua orang adalah pemimpin untuk dirinya sendiri, namun pemimpin bagi banyak orang. Menjadi pemimpin untuk banyak orang itu tidak mudah. Selain bakat dan minat, dia juga harus rela mengabaikan kepentingan pribadi dan keluarganya untuk orang banyak. Dan tidak semua orang yang berbakat dan berminat menjadi pemimpin, punya karakter memadai.

Kurikulum pendidikan kita khususnya level dini, dasar, dan menengah, belum memadai dalam membentuk pemimpin berkarakter. Hal ini yang menyebabkan krisis kepemimpinan berkarakter di berbagai sektor. Itulah sebabnya, saya mengusulkan dibentuknya sekolah setingkat sekolah menengah pertama dan atau menengah atas di Kalimantan Utara, yang berkurikulum tambahan atau khusus: mencetak pemimpin berkarakter untuk masa depan Kaltara dan Indonesia. Sekolah berasrama dengan bahan baku calon siswa dengan kriteria tertentu.

Saat ini, teknologi sudah memungkinkan kita mendeteksi bakat dan minat seseorang sejak dini. Dulu, tidak demikian. Banyak orang berbakat di bidang tertentu, hilang ditelan zaman karena salah asuhan dan pendidikan. Menjadi guru karena terpaksa, menjadi insinyur hanya karena gengsi, menjadi dokter karena ikut orang tua, dan kesalahan lainnya. Banyak lulusan pertanian akhirnya menjadi artis/penyanyi, lulusan pendidikan menjadi broker, lulusan teknik nenjadi pedagang, dan lainnya.

Konsep pendidikan untuk mencetak pemimpin berkarakter sudah ada sebagai hasil ramuan dari berbagai pengalaman sekolah dan organisasi yang terbukti berhasil. Bukan sekadar teori, tapi hasil praktik selama bertahun-tahun. Saya sudah memvisualisasikan sekolah itu. Sudah di depan mata. Hasilnya tidak instan tapi akan dinikmati puluhan tahun ke depan.

Yuk…

 

---------------------  

Dodi Mawardi

Alumnus angkatan pertama SMA Taruna Nusantara Magelang

Dosen Komunikasi Universitas Indonesia 2003-2018

Pengelola Sekolah Alam Cikeas 2012-2018