Negara yang Dipimpin Filsuf (Hikmat Kebijaksanaan)
Plato pada tahun 380 sM. melempar gagasan brilian: bagaimana mengelola bangsa-negara secara arif-bijaksana?
Gagasan luar biasa itu, kemudian ditulis dalam Politeía. Sebuah naskah kuna, yang berarti: pemerintahan negara-bangsa.
Dalam Politeía dideskripsikan pemerintahan yang ideal. Memang terjadi dialektika empat bentuk pemerintahan yakni timokrasi, oligarki (kerap disebut plutokrasi), demokrasi, dan tirani (kerap disebut despotisme).
Manakah bentuk negara paling ideal?
Tidak ada!
Yang ada adalah gabungan keempatnya. Penekanannya bergantung pada situasi kondisi.
Mengapa Plato menyimpulkan, pemerintahan ideal seharusnya dikendalikan filsuf?
Menurutnya, hal itu karena hanya filsuf pemimpin yang dapat memilah dan memilih, kapankah menerapkan gaya kepemimpinan untuk mencapai kebaikan dan keseimbangan.
Naskah Politeía berbentuk dialog Sokratik (Socratic Inquiry/ Maiutics) ini jadi acuan negarawan-pemikir seperti Jean Jacques Rousseau, Bertrand Russell, Allan Bloom, Leo Strauss.
Pada 561 Pisistratus tampil sebagai pemimpin kuat lagi tersohor di Athena. Pada 461 muncul pemimpin demokratik Ephialtes sebagai penyeimbang.
Rakyat Athena mulai dikenalkan kekuatan yang saling mengoreksi dan menyeimbangkan (checks and balances) lewat dialog yang santun dan terbuka.
Maka pemerintahan oleh para filsuf tidak hanya akan mencegah terjadinya kehancuran yang potensial mengancam kota, lebih-lebih bahaya dari serangan musuh dari luar.
Menurut Plato, fungsi pokok pemimpin filsuf adalah menjamin hak-hak sipil dan menghentikan perselisihan sosial, namun haruslah didasarkan pada tata hukum yang adil.
Lebih dariada itu, sang pemimpin yang arif bijaksana melindungi dan menjamin hak-hak warga agar tercipta keadilan dan kebahagiaan yang disebut sebagai “keadilan sosial”, yang didapat dari kerja sama dan persaudaraan sejati yang dibangun oleh setiap warga kota (Republic 462a-b, Laws 628a-b).
Kedamaian, menurut Plato, tidak identik dengan yang kini kita maksudkan. Yakni suatu keadaan yang dinikmati hanya segelintir orang, namun nilai yang diinginkan setiap orang.
Inilah pemikiran luar biasa Plato yang didasarkan ide Solon, namun mempertajamnya lagi bahwa keadilan sosial haruslah didasarkan pada equilibrium dan harmoni dari kelas-kelas sosial yang berbeda.
Menurut Plato, fungsi pokok pemimpin filsuf adalah menjamin hak-hak sipil dan menghentikan perselisihan sosial, namun haruslah didasarkan pada tata hukum yang adil.
Andai Indonesia dipimpin orang seperti yang dicirikan Plato? Betapa kita sebagai bangsa aman sentosa. Gemah ripah, loh jinawi….
Naskah adaptasi Politeia, sebenarnya, sudah ada edisi Indonesianya.
Dikerjakan oleh Abikusno Tjokrosujoso, terbitan NV Pustaka – Penerbit Endang, Djakarta, 1952.
Dimaksudkan untuk bahan pendidikan kewarganegawaan, Politeia Plato ini diberi judul: Negara Sempurna Tjiptaan Filosuf Plato.
(Khas bahasa waktu itu: tjiptaan dan filosuf, heeee).
Pun kunjungi ini: https://bibliopedia.id/pemimpin-filsuf-menurut-plato/?v=b718adec73e0