Literasi

Resensi Buku: Mengkhianati Keputusan Sendiri

Senin, 7 Februari 2022, 09:16 WIB
Dibaca 1.031
Resensi Buku: Mengkhianati Keputusan Sendiri
Dokpri

Saat bertekad berhenti dari dunia birokrasi yang sudah ditapakinya selama bertahun-tahun, YTP memutuskan ingin melanjutkan hidup bersama keluarga. Namun, keputusan itu “diingkarinya”, tetaplah ia kembali ke dunia birokrasi. Saat menyelesaikan dua periode sebagai orang nomor satu di Malinau, terbesit inginnya: mau tetap berhenti. Namun, YTP sempat mendapat pertanyaan kritis dari anak-anaknya. Keputusan ingin melanjutkan atau tidak, sepenuhnya ada dalam diri YTP. Akhirnya, tetap melanjutkan. Pada prinsipnya, istri dan anak-anak mendukung keputusannya. Keputusan yang diambil pun dilandasi oleh kepentingan yang besar: demi rakyat Kaltara.

Buku ini ditulis berdasar pengalaman birokrasi dan politik Yansen Tipa Padan atau YTP. Lebih tepatnya literasi politik YTP. Dengan penyampaian yang penuh dinamika, YTP mendeskripsikan refleksi kehidupan politik yang merupakan separuh dirinya. Ramalan jadi “orang besar” puluhan tahun silam tidaklah melesat.

Judul               : Mengkhianati Keputusan Sendiri

Penulis             : Dr. Yansen Tipa Padan, M.Si.

Penerbit           : Kompas, Jakarta, 2022

Tebal               : xlv + 402

Harga              : Rp89.000,-

 

Dalam memoar ini, YTP sebagai memorist tidak hanya menyuguhkan kisah politik,  ia banyak memberi pengetahuan baru. Inovasi. Mulai dari gerakan membangun desa, strategi, pembangunan hingga literasi.  

Fakta menarik! Di Indonesia, jarang sekali ada pemimpin daerah yang menggeluti dunia tulis-menulis. Nah, YTP menghadirkan portal –YTPrayeh.com, juga produktif menerbitkan buku. Salah satu buku dikonversikan dari disertasinya: Revolusi Dari Desa. Konsep Gerdema yang merupakan paradigma baru dalam pembangunan, merupakan kebijakan yang inovatif yang sepenuhnya percaya pada masyarakat desa. Gerdema berhasil mengubah wajah Malinau, yang merupakan daerah 3T. Pada 2019, Indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Malinau ada di peringkat tertinggi kedua di Kaltara. Refleksi buku-buku yang telah diterbitkan tentu sejalan dengan tugas beliau dalam pemerintahan, buah pengalamannya memimpin daerah. Selain itu, menggunakan media literasi untuk kepentingan politik adalah cara yang elegan. Menurut YTP, menyampaikan pesan politik via media literasi adalah “jalan” untuk menghindari konfrontasi secara langsung.

Kelebihan dari buku ini, yaitu penulis mampu membawa pembaca ke dalam kondisi politik di Indonesia pada hari ini, di mana kondisi tersebut masih relevan pada masa Machiavelli. Saat membaca buku ini, saya merasa seperti sedang berbicara dengan penulisnya. Kelebihan lainnya, buku yang lahir di awal 2022 ini diberi pengantar oleh dua mahaguru, yakni Prof. Dr. Adri Patton, M.Si., Rektor Universitas Borneo Tarakan dan Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S., Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.   

Sedikit kekurangan, masih ada typo. Penggunaan kata tidak baku. Ada kalimat yang panjang dan disampaikan berulang-ulang. Namun, buku ini mampu menjawab tantangan kondisi politik sekarang. Disampaikan oleh YTP, banyak cara agar bisa mencapai apa yang diinginkan. Jika mau terjun ke dunia politik, ya harus dengan etika politik, bukan dengan “menghalalkan segala cara!”. YTP menganggap bahwa hal tersebut kerap dilakukan oleh “mereka” yang kurang mengerti arti dari politik.

Secara luas, buku yang menarik secara visual dengan sampul dominasi biru ini memberi pandangan akan esensi politik sekaligus pemimpin yang bermoral. Buku ini direkomendasikan untuk seluruh lapisan masyarakat. Tentu juga wajib dibaca oleh segenap pelaku pemerintahan di Indonesia. Dari buku ini, kita tahu bahwa tidak selamanya politik dan pemilihan diksi “mengkhianati” selalu disandingkan dengan konotasi negatif. Self-efficacy dalam seorang YTP membawanya menjadi seorang pemimpin yang ideal. Siapa sangka, “pengkhianatan” YTP justru berbuah manis. Mencelikkan banyak orang.

Maria Fransiska