Kini, Semua Orang adalah Wartawan
9 Februari diperingati sebagai Hari Pers Nasional. Harinya para wartawan atau jurnalis se-Indonesia. Siapa itu wartawan? Dari asal katanya, warta adalah pesan, informasi, atau berita. Wan adalah orang. Wartawan adalah penyampai pesan, informasi, atau berita. Sebagai penyampai mereka punya syarat yaitu amanah, jujur, dan berintegritas, sehingga pesan yang disampaikan adalah kebenaran. Publik berhak mendapatkan kebenaran.
Dalam negara demokrasi, pers termasuk salah satu pilar. Bahkan pilar yang sangat penting. Fungsi pers yang utama dalam demokrasi adalah sebagai pengawas, pengontrol, dan penyeimbang penguasa. Pers menjadi mata, telinga, sekaligus mulut pubiik. Seharusnya.
Faktanya, dalam satu dekade terakhir di negeri yang konon sudah amat demokratis ini, peran pers malah sebaliknya. Sebagian dari mereka ikut serta dalam politik praktis karena para pemilik modalnya berpartisipasi dalam kompetisi kekuasaan, bahkan kemudian masuk ke dalam kekuasan. Akibatnya, peran mereka sebagai pengontrol jatuh ke level terendah. Bukan lagi pilar demokrasi. Kepercayaan publik pun melorot.
Sebelum era Reformasi, pers cenderung menjadi pendukung pemerintah, karena dikontrol oleh pemerintah. Sekarang, malah menjadi bagian dari pemerintah. Itulah yang menjadi penyebab utama kenapa publik mencari saluran dan sumber lain yang bisa mereka percayai.
Sebagian besar pers agak sulit dipercaya karena berita dan informasi yang disampaikan cenderung bias. Hadirnya media sosial seperti jadi oase buat publik. Meski, tingkat kepercayaannya tidak lebih baik dibanding media konvensional. "Wartawan-wartawan" di media sosial lebih liar dibanding wartawan media konvensional, yang kita selamati hari jadinya 9 Februari ini.
Sejak hadirnya media sosial dan media warga seperti Kompasiana, Pepnews, lalu kemudian Ytprayeh, dan mungkin kelak media warga lainnya, peran wartawan ala masa lalu itu malah semakin pudar. Semua orang kini bisa menjadi wartawan.
Sesungguhnya, kondisi saat ini menjadi peluang buat Anda, siapa pun Anda, untuk ikut serta menjadi wartawan jempolan. Bukan wartawan liar. Wartawan yang memegang teguh prinsip utama dalam kode etik jurnalistik yaitu berpegang kepada kebenaran.
Anda, bisa menjadi wartawan yang selalu menyampaikan kebenaran, hal-hal positif, dan memberdayakan. Anda bisa menjadi pilar demokrasi itu. Era saat ini tidak membutuhkan syarat latar pendidikan apa pun. Siapa pun bisa menjadi wartawan. Lulusan SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana, bisa. Medianya pun sangat beragam.
Hal yang dulu disebut sebagai jurnalisme warga (citizen journalism). Setiap warga adalah wartawan. Anda bisa menyampaikan data, fakta, dan pendapat yang benar. Bukan asal menulis atau menyampaikan. Anda bisa mendapatkan informasi yang benar, akurat, dan valid, sekaligus menyampaikan hal yang sama.
Baca Juga: Dari 'User' menjadi 'Producer' - Tren Bermedia Generasi Digital
Anda adalah objek sekaligus subjek. Anda bisa menyampaikannya melalui media warga seperti Kompasiana, Pepnews, dan Ytprayeh. Anda juga bisa menyampaikannya melalui media sosial pribadi di Facebook, Twitter, Instagram, atau melalui akun YouTube. Semua media begitu terbuka.
Perkembangan teknologi digital, media sosial, youtube, dan sejenisnya adalah peluang bagi kita semua untuk bersama-sama membangun bangsa ini, melalui literasi informasi dan literasi media. Bahwa media sosial, media warga, dan media digital adalah media bagi kita untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Bukan hanya untuk kita sendiri. Bukan hanya untuk saat ini. Tapi untuk anak cucu kita di masa mendatang. Untuk bangsa ini.
Ketika Anda memutuskan ikut serta menjadi wartawan melalui berbagai media itu maka sesungguhnya Anda sudah ikut serta membangun peradaban baru bangsa ini. Peradaban yang berisi manusia-manusia pemegang teguh prinsip kebenaran dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Prinsip yang sudah mulai dilupakan oleh para wartawan kebanyakan di negeri ini.
Selamat Hari Pers Nasional. Selamat buat Anda semua.
Karena kini, kita semua adalah wartawan.
***