Pendaratan Pertama di Malinau
"Sebuah catatan prestasi, betapa di Malinau gerakan literasi dimulai dari seorang pemimpinnya"
Sabtu, 11 Januari 2020 pukul 10.30 saya mendarat di Malinau dalam rangka peluncuran buku Hidup Bersama Allah Jadi Produktif. Saya dijemput oleh mas Gunawan dan diantar ke rumah dinas bupati. Pepohonan dan alam yang asri menemani saya menuju rumah dinas bupati.
Dua hari sebelum saya berangkat ke Malinau, saya mendapat SMS “Selamat sore pak Sapto. Apa kabar? Dgn pak YTP Malinau”.
“Selamat pagi. Tuhan menyertai perjalanan pak Sapto”. Pesan yang saya terima melalui WhatsApp pada 11 Januari 2020 pukul 07.09 WIB. Doa yang benar-benar mujarab. Sambil menunggu jam pemberangkatan pesawat, HP saya charge di ruang tunggu pemberangkatan dan tiba-tiba announcer menyampaikan bahwa penumpang tujuan Balikpapan dipersilahkkan menuju pesawat melalui gate 6. Karena kaget, saya langsung menuju gate 7 dan ternyata saya salah gate. Di situ saya sadar bahwa HP masih di-charge. Segera saya kembali ke ruang tunggu tempat HP saya di-charge. Puji Tuhan masih ada, dan itulah yang saya katakan bahwa doa pak YTP mujarab. Bgm jadinya kalau saya tidak salah gate? Padahal semua data kontak yang saya perlukan dalam perjalanan ini ada di HP. Di sinilah saya juga mendapat pencerahan, bagaiman cara Tuhan menolong umat-Nya dan mulailah segala sesuatu dengan DOA.
Setelah saya beristirahat sekitar 45 menit di rumah dinas bupati, HP saya berdering. Terdengar suara berat dan nge-bas dari seseorang. Dialah Bp. Dr. Yansen Tp, M.Si (YTP) yang sebelumnya saya belum pernah bertemu. “Sudah di mana pak Sapto” Nanti bisa datang ke lokasi pelatihan menulis” demikian beliau sampaikan. Saya segera menuju lokasi pelatihan diantar mas Gunawan. Lokasinya di perkebunan Bang Abak milik pak Yansen, demikian beliau biasa disapa. Pak Yansen berpostur tinggi besar dengan suara berat dan nge-bas, baru kali itu saya bertemu. Kemudian saya berjumpa dengan senior dan guru saya, bung Masri Sareb Putra. Saya biasa memanggilnya dengan sebutan bung Masri dan beliau memanggil saya Mr. Sphaton….ha…ha..ha. Ada kisah di balik nama itu. Pada 2000 saya yang waktu itu sebagai Managing Editor di salah satu kelompok perusahaan yang bergerak di bidang retail dan penerbitan besar di Indonesia, mengadakan kerja sama dengan Penerbit QA-International-Kanada. Kami bekerja sama dalam pembuatan Kamus Visusal Lengkap dengan Definisi, tebal 1000 halaman, dilengkapi dengan ilustrasi yang menarik. Bung Masri bertindak sebagai mentor saya. Saat itu terjadi kesalahan pengiriman file ke penerbit QA. "Bule"-nya marah besar dan menyebut saya dengan panggilan Mr.Sphaton. E-mail itu saya forward ke bung Masri dan beliau tertawa lepas. Sejak saat itulah panggilan Mr. Sphaton melekat pada diri saya.
Di lokasi pelatihan saya juga berjumpa dengan sahabat saya kang Dodi Mawardi, penulis best seller Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani dan Belajar Goblok dari Bob Sadino yang diterbitkan oleh Penerbit Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia) sampai kini masih cetak ulang. Saya juga bertemu dengan Mr. Spirit Saut Sitompul, yang di kala saya sendiri kadang tertawa karena mengingat cerita “jemuran hilang” yang beliau sampaikan dengan gaya dan ciri khasnya yang sulit di-copas …ha..ha…ha
Kembali ke lokasi pelatihan menulis. Saya melihat peserta pelatihan cukup banyak dan mayoritas anak-anak milenial. Saat saya diminta memberikan kata sambutan dari penerbit, saya katakan “LUAR BIASA!!!”. Kata yang pantas dan tepat saya ucapkan. Malinau memilki potensi penulis-penulis muda yang handal. Saat itu diselenggarakan pelatihan menulis dengan tema “Pembangunan Malinau Berbasis Komunitas”. LUAR BIASA!!! sekali lagi saya ucapkan. Kota yang letaknya jauh dari ibu kota mampu melaksanakan pelatihan seperti ini. Saya katakan “Ini luar biasa dan baru kali ini saya lihat jumlah peserta pelatihan yang cukup banyak. Terakhir saya mengadakan pelatihan untuk guru-guru sekolah di Tasikmalaya pesertanya 12 orang dan tidak ada support dari PEMKAB. Pertanyaan yang muncul “Kenapa Malinau mampu mengadakan pelatihan seperti ini?” Jawabnya karena ada sosok YTP di balik kegiatan ini. Lanjut saya katakan, “Malinau beruntung memiliki seorang Bupati. Dr. Yansen Tp, M.Si yang menjadi pioneer dan gila literasi”.
Dari perbincangan hingga larut malam setelah acara pelatihan menulis selesai, saya terkesan dengan KEBIJAKAN DESENTRALISASI dan PROGRAM PENDIDIKAN. Kebijakan desentralisasi sampai ke tingkat desa dan bahkan tingkat RT dilakukan oleh Bupati YTP jauh sebelum Pemerintah Pusat menerapkannya. Kebijakan desentralisasi ini adalah upaya YTP untuk mengatasi kondisi goegrafis yang tak memungkinkan pembangunan dilakukan secara sentralistik dari pusat kabupaten.
Dalam berbagai kesempatan, beliau menjelaskan bahwa saat SMA beliau mendapatkan buku dari ayahnya Samuel Tipa Padan (STP) yang juga dikenal sebagai seorang guru. Buku sosiologi, manajemen, dan buku pengembangan diri karya Schumacher berjudul Small Is Beautiful yang sebenarnya melampaui usianya kala itu, dilahapnya habis. Dari bahan bacaan itu, YTP mendapat informasi dan pengetahuan, yang diolahnya sedemikian rupa, menjadi “ilmu pengetahuan” untuk hidup dan memecahkan persoalan sehari-hari, bukan sebatas pengetahuan saja.
Di kemudian hari, bahan-bahan bacaan tersebut membuatnya menjadi seorang yang mampu merumuskan ide-ide pembangunan menjadi sebuah gagasan besar tetapi detail dalam sebuah buku. Demikianlah olah dan kegiatan literasi “bekerja”, memengaruhi seseorang di dalam berpikir dan bertindak ke arah yang positif.
Saya juga mendapat informasi tentang kebijakan sektor pendidikan. Malinau telah menetapkan WAJIB BELAJAR (WAJAR) 16 tahun. Kabupaten Malinau bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan pendidikan dari Pra Sekolah, SD, SMP sampai SMA/SMK.
Pada periode pertama kepemimpinannya di Kabupaten Malinau, YTP berupaya memberikan akses kepada semua anak untuk sekolah. Malinau membangun sekolah di setiap komunitas. Satu Desa satu SD. Bukan hanya membangun gedung, Kabupaten Malinau juga mengirimkan guru-guru ke sekolah-sekolah yang ada di pedalaman.
Pada periode kedua kepemimpinannya, YTP mulai membenahi kualitas pendidikan. Implementasi dari kebijakan WAJAR 16 tahun untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak dimonopoli oleh Dinas Pendidikan. Masyarakat dilibatkan secara aktif supaya kebijakan berjalan baik. Salah satu pilar pelaksanaan WAJAR 16 tahun adalah JAM BELAJAR MASYARAKAT. Masyarakat diberi tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya belajar secara rutin di rumah dan di masyarakat.
Melalui kerja sama dengan program INOVASI, Kabupaten Malinau berhasil membuat sinergi Perpustakaan Desa (PERPUSDES) dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dengan pelayanan sekolah. Kerja sama antara PERPUSDES/TBM dengan sekolah ini telah berhasil memberi pelayanan kepada anak-anak yang kurang berhasil belajar di sekolah. Anak-anak yang lamban belajar baca tulis ini ternyata berhasil mengejar ketertinggalannya dari kawan-kawannya karena mendapatkan tambahan jam belajar di PERPUSDES/TBM. JAM BELAJAR MASYARAKAT berhasil menolong anak-anak di seluruh Malinau sehingga mereka tidak menjadi pecundang saat masuk masa “bonus demografi!”
Perhatian YTP dalam literasi memang luar biasa. Selain menuangkan kebijakannya dalam bentuk buku, beliau juga menyiapkan pelayanan pendidikan dari sejak prasekolah. Ia melibatkan masyarakat secara penuh untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kepedulian YTP terhadap literasi tidak berhenti hanya di kalangan birokrat dan masyarakatnya, melainkan juga bagi keluarganya. Gagasan untuk menulis buku melalui liburan keluarga di sebuah area perkebunannya di Batu Ruyud, Fe’ Milau, Krayan Tengah adalah sebuah ide yang brilian.
Liburan keluarga di akhir Mei — pertengahan Juni 2019 ke kampung nenek moyang di Krayan ini, bukan hanya untuk rekreasi. Liburan ini dipakai untuk melatih anggota keluarganya terampil menulis! Semua anggota keluarga yang ikut berlibur, wajib menulis. Peserta termuda, berusia sembilan tahun, dimampukan menulis. Pemula yang kurang percaya diri, dibuat berani menuangkan gagasan ke dalam tulisan. Buku Hidup Bersama Allah Jadi Produktif adalah hasilnya!
Sudah tentu, tidak sekonyong-konyong olah dan kegiatan literasi ini terjadi dalam keluarga besar STP. Jauh hari sebelumnya, bibitnya telah ditanam dan dikondisikan oleh Samuel Tipa Padan, seorang guru kreatif dan inovatif. Sekaligus sosok yang menjadi suri teladan dan nomenklatur keluarga besar, contoh-hidup literasi ini.
Ketika orang lain sedang berbicara tentang literasi, YTP menjadikannya. Ini memang salah satu dari konsepnya: Tahu, Lakukan, Jadikan. Sehingga tatkala ia menggelorakan semangat dan kegiatan literasi di wilayahnya (Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara), sebenarnya ia mengatakan apa yang dilakukan dan ketika keluarga besar STP melakukan liburan di Fe’ Milau, Krayan Tengah, adalah melakukan apa yang dikatakannya. Dengan kata lain, YTP “mengajar dengan contoh”.
Orang lain jangankan menjadikan “keluarga literasi”, berpikir dan bertindak ke arah itu belum. Kita membayangkan, pasti tidak mudah untuk mengajak setiap anggota keluarga besar untuk berliterasi. Pertama, karena adanya rentang jarak usia dan pendidikan (SD – S-3 dan usia 9 – 63 tahun) dari peserta liburan yang disatu-kelaskan dalam kelas literasi di Fe’ Milau. Yang kedua, ini yang sangat sulit: memotivasi setiap anggota keluarga untuk menulis. Hambatan mental pasti dialami peserta yang sebagian besar di antaranya belum pernah menulis secara serius dan sistematis. Bisakah? Ternyata, bisa! Pada mulanya memang sulit. “Setengah mati”–kata lain dari tidak mudah—pastinya
memotivasi peserta yang demikian itu, namun YTP bisa. Ia melakukan apa yang musykil bagi orang. Itulah ciri khasnya. Ia bisa melakukan apa yang orang lain bisa, tapi orang lain belum tentu bisa melakukan apa yang ia lakukan. Dan apa yang ia lakukan: berkualitas.