Literasi

Menjelajahi Misteri Perbatasan, Sebuah Catatan dari Krayan

Sabtu, 2 Maret 2024, 15:37 WIB
Dibaca 440
Menjelajahi Misteri Perbatasan, Sebuah Catatan dari Krayan
Launching buku Menjelajahi Misteri Perbatasan

Apa yang ada dalam benak kalian saat mendengar “perbatasan negara”? Mungkin langsung terbayang sebuah daerah yang menjadi batas langsung dari negara lain dan merupakan serambi depan bangsa tapi ada pula yang menggambarkan daerah perbatasan sebagai “halaman belakang” dari sebuah negara. Namun apapun itu, daerah perbatasan merupakan wujud penampakan wajah negara. Sedihnya, daerah perbatasan acap kali sering dipandang sebagai zona ketidakstabilan, intimidasi, keterpinggiran, dan penuh bahaya serta kriminalitas. Beragam masalah hadir di daerah perbatasan dari mobilisasi sosial budaya dan ekonomi sampai layanan kesehatan yang sangat terbatas.

Fakta yang ada menunjukan bahwa daerah perbatasan memiliki kehidupan yang kondisinya jauh dibawah daerah lain. Daerah perbatasan cenderung memiliki kehidupan ekonomi, kesehatan dan akses transportasi yang rendah nan minim. Padahal daerah perbatasan seharusnya dijaga dan diperhatikan dengan baik karena menjadi salah satu standar hidup bangsa. Sebagai wajah bangsa yang mencerminkan kualitas kehidupan masyarakat bangsa tersebut.

Pemerintah pun terkesan kurang serius “menggarap” wilayah perbatasan. Saya mengambil contoh di Indonesia. Contohnya perbatasan Indonesia yang berada di Krayan, Kalimantan Utara. Masyarakat yang berada di Krayan memiliki jalan darat yang mulus yang menghubungkan langsung dengan Serawak Malaysia tapi ironisnya belum ada jalan darat yang menghubungkan Krayan dengan daerah lain yang berada di Indonesia. Satu-satunya jalur yang tersedia ya jalur udara. Kebayangkan betapa mahalnya biaya transportasi Krayan ke daerah lain di Indonesia?! Hal inilah yang menjadi sebab Krayan terisolasi dan “jauh” dari kota-kota lain di Indonesia.

Krayan sendiri memiliki karakter alam dengan potensi yang unik dan beragam. Terdapat sumber sumur garam di gunung di Krayan dan kaya dengan keunikan budayanya. Negara seharusnya hadir secara nyata dan membantu masyarakat Krayan agar tidak terisolir akibat kondisi geografisnya. Mengupayakan secara maksimal agar Krayan memiliki kemudahan mengakses teknologi. Jangan harap bisa berselancar dunia maya di Krayan, belum terjamah internet di sana. Daerah perbatasan seperti Krayan membutuhkan infrastruktur ekonomi, pemberdayaan sumber daya manusia, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang memadai supaya memiliki kualitas kehidupan yang baik.

Menjelajahi Misteri Perbatasan Melalui Batu Ruyud Writing Camp

Sudah cukup banyak yang membahas mengenai daerah perbatasan tapi sedikit yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sana. Kondisi inilah yang menjadi salah satu alasan Pak Yansen TP, MSI penggagas ajang literasi Batu Ruyud Writing Camp yang berlokasi di Batu Ruyud, Krayan Tengah, Kaltara. Pak Yansen sendiri merupakan putra asli Krayan dan saat ini menjabat sebagai wakil gubernur Kalimantan Utara.

Batu Ruyud Writing Camp merupakan ajang literasi penting yang juga menjadi pesta literasi masyarakat Krayan. Ajang literasi ini menghadirkan penggiat literasi nasional yang diajak untuk menjelajahi dan mengeksplorasi misteri daerah perbatasan sesuai latar belakang dan keahlian masing-masing. Batu Ruyud sendiri merupakan wilayah yang berada di pedalaman hutan Taman Nasional Krayan Mentarang tepatnya di Ba’Binuang, kecamatan Krayan Tengah, Kabupaten Nunukan.

Pak Yansen menggagas Batu Ruyud Writing Camp dengan tujuan membuka mata pemerintah sebagai pemangku kebijakan agar lebih memperhatikan wilayah perbatasan sehingga dapat menerapkan kebijakan sesuai dengan kondisi dan keunikan daerah perbatasan. Pak Yansen sebagai anak Krayan Tengah ingin menunjukkan pada masyarakat bahwa daerah perbatasan memiliki banyak potensi yang dapat digali serta memiliki kekayaan dan keragaman budaya. Hasil eksplorasi para penggiat literasi nasional terhadap daerah Batu Ruyud, Krayan dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul “Menjelajahi Misteri Perbatasan”.

Selain itu, Batu Ruyud Writing Camp ingin pula menunjukkan bahwa perbatasan selain memiliki banyak misteri, juga merupakan kekayaan nasional yang memiliki pesonanya sendiri. Selama 8 hari, para penggiat literasi nasional yang tergabung dalam Batu Ruyud Writing Camp, melakukan interaksi dengan masyarakat setempat tanpa adanya internet dan distraksi digital lainnya. Mereka turut andil membangun peradaban baru melalui literasi di perbatasan Indonesia-Malaysia.

Para penggiat literasi nasional yang mengikuti Batu Ruyud Writing Camp diantaranya Kang Pepih Nugraha, pendiri Kompasianer dan penulis, Bang Arbain Rambey, fotografer senior, Masri Sareb Putra, sastrawan Dayak, Dodi Mawardi, dan masih ada beberapa penggiat literasi nasional lainnya.

Dijumpai pada acara peluncuran buku “Menjelajahi Misteri Perbatasan”, mereka semua sangat terkesan dengan ajang literasi tersebut. Ajang literasi tersebut sekaligus meresmikan pusat literasi Batu Ruyud. Masyarakat Batu Ruyud sendiri menyambut antusias ajang literasi penting Krayan tersebut.

Masih dalam acara peluncuran buku Menjelajahi Misteri Pedalaman di Sekolah Alam Cikeas, Jawa Barat, Pak Yansen menjelaskan mengapa ajang literasi diadakan di Batu Ruyud, Krayan Tengah, kabupaten Nunukan. Hal tersebut dilakukan sebagai sebuah penghargaan dan penghormatan terhadap perjuangan orang tua dari Pak Yansen. 52 tahun lalu, orang tua Pak Yansen yaitu ayahnya, mengambil keputusan untuk pindah dari Krayan ke kota untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik dan berusaha bagaimana agar kehidupan keluarga bisa menjadi lebih baik demi masa depan anak-anaknya. Terbukti keputusan yang diambil oleh ayah Pak Yansen tepat, saat ini Pak Yansen selain sebagai penggiat dan pelaku literasi, menjabat pula sebagai wakil gubernur Kaltara. Perjuangan ayah Pak Yansen tidak sia-sia.

Batu Ruyud sebagai simbol dari kebangkitan literasi di Krayan, tidak serta merta lahir begitu saja, melainkan melalui proses yang menyertainya. Pak Yansen bercerita sebelum pindah dari Krayan ke kota, keluarganya ingin meninggalkan tanda di Krayan bahwa mereka pernah tinggal di situ maka diambilah batu sebagai tanda. Pengambilan batu dilakukan oleh sekitar 60 orang yang saling berlomba untuk mengambil batu yang besar dan banyak sampai akhirnya menjadi sebuah tumpukan batu yang saat ini dikenal sebagai prasasti Batu Ruyud.

Fe’Milau, Krayan Tengah tempat prasasti batu tersebut berada menjadi pertanda bahwa tempat tersebut melahirkan sebuah inspirasi bahwa semangat gotong royong, bersatu, berjuang dan bekerjasama dengan sukacita gembira akan melahirkan hasil yang luar biasa. Batu Ruyud menjadi wujud peradaban baru serta simbol literasi di Krayan Tengah. Hasil dari pemikiran, perenungan dan eksplorasi penggiat literasi nasional yang bergabung di BRWC (Batu Ruyud Writing Camp) yang dituangkan dalam buku Menjelajahi Misteri Perbatasan, menjadi sebuah saksi bisu bahwa mereka pernah menuliskan peradaban di Krayan Tengah. Buku Menjelajahi Misteri Perbatasan terdiri dari 222 halaman, tidak termasuk sekapur sirih dan kata pengantar. Buku ini akan menjawab seperti apa kondisi sebenarnya yang terjadi di sebuah daerah perbatasan.