Literasi

Kami Bicara Kebangsaan

Selasa, 27 Juli 2021, 07:00 WIB
Dibaca 437
Kami Bicara Kebangsaan
Berempat berbincang kebangsaan (Foto: Dok. pribadi)

Pepih Nugraha

Penulis senior

Apa yang kami bicarakan tatkala para pegiat literasi saling tersambung dalam sebuah percakapan virtual melalui aplikasi Whatapps?

Banyak hal, tentu saja. Tetapi satu kata kunci yang menautkan kami berempat - saya bersama Pak Yansen TP, Pak Masri Sareb Putra dan Kang Dodi Mawardi - adalah kebangsaan. Ya, kebangsaan!
Untuk apa kebangsaan harus diperbincangkan? Bukankah topik ini sudah selesai dan karenanya tidak perlu dibicarakan lagi?

Mungkin bagi sebagian orang persoalan kebangsaan sudah selesai, tetapi bagi kami, kebangsaan adalah proses yang terus berlanjut. Proses yang tidak akan pernah selesai. Ia perlu terus dibicarakan, didiskusikan dan dikaji dalam kerangka memperkuat persatuan bangsa Indonesia itu sendiri.

Ada banyak contoh bagaimana sebuah negara hancur lebur berantakan bukan karena datangnya hujan seperti nasib layang-layang Koes Plus, melainkan datangnya pengaruh ideologi asing (luar) -komunisme, liberalisme, khilafahisme- juga sementara gerombolan petualang yang memaksakan ideologi asing di negeri yang sudah berideologi (Pancasila) sendiri.

Saya teringat semangat Pak Jokowi selaku Presiden RI yang membangun Indonesia dari pinggiran, seperti "desa mengepung kota" pada masa lalu.

Apa yang kami lakukan adalah bicara kebangsaan dari pinggiran, dari tepian Tanah Air ini, bahkan dari perbatasan yang sunyi, tidak sebatas bicara soal ancaman ideologi asing yang coba ditawarkan oleh para pengasong.

Aturan tidak tertulis dari kami berempat saat berbincang tentang kebangsaan adalah melepas jubah ego latar belakang kami dan preferensi politik kami. Ibarat petugas SPBU, kami mulai dari nol (0) saat memulai perbincangan. Kami mengosongkan pikiran dalam arti membuang residu kecurigaan, kebencian, dan antipati saat mulai berdiskusi.

Referensi dan preferensi sebagai bahan diskusi adalah apa yang kami baca, kami lihat dan kami rasakan terkait berbagai persoalan sosial, politik, kemasyarakatan, budaya yang berkelindan dalam kehidupan sehari-hari. Muara dari diskusi adalah risalah yang kalau dikumpulkan dan diolah akan menjadi beberapa buku.

Salam literasi.

***