Literasi

Es Dung Dung Onomatope

Senin, 19 April 2021, 23:54 WIB
Dibaca 2.140
Es Dung Dung Onomatope
Es dung dung

Dodi Mawardi

Penulis senior

Foto ini adalah Es Nong Nong kesukaan saya sejak kecil. Dulu, begitu dengar suara gong kecil berbunyi "nong nong nong..." saya langsung berlari menghampiri Mamang Tukang Es Nong Nong. Nyaris setiap hari. Rasanya lezat. Harganya sesuai dengan jatah uang jajan.

Sekarang setelah puluhan tahun berlalu, setiap hari penjual Es Nong Nong berkeliling di komplek perumahan di kawasan Cikeas dekat Cibubur. Hampir setiap hari pula saya membeli dan menikmati masa lalu. Rasanya tetap sama: rasa Es Nong Nong yang pada titik tertentu lebih nikmat dibanding es krim keluaran Baskin Robbins atau Haagen-Dazs. ♥️🤗😁😂

Penjualnya seorang lelaki paruh baya yang bermarkas di Cileungsi Bogor. Dia sudah menjalani profesinya sejak 1981. Luar biasa setia. Tangan kekarnya lincah melayani pelanggan. Keringat bercucuran sebagai pertanda kerja kerasnya setiap hari. Jangan-jangan dia adalah tukang yang sama dengan yang dulu keliling di kampung. Tapi dipastikan bukan, karena dia menolak disebut tukang Es Nong Nong. "Es Dung Dung..." begitu katanya meluruskan nama produknya.

Pria asal Jawa Tengah itu berjalan kaki mendorong rodanya tidak kurang dari 15km, setiap hari. Pasti lebih dari 10.000 langkah, jumlah ideal rumus orang Jepang menjadi sehat. Pedagang es dung dung itu pasti sehat sekali.

Lalu apa itu Es Dung Dung Onomatope? Bagi pegiat bahasa, pasti sudah familiar dengan kata Onomatope. Suatu istilah untuk menyebut kata yang berasal dari bunyi benda atau kejadian atau makhluk hidup. Nong Nong atau Dung Dung adalah nama es yang diambil dari bunyi gong kecil yang dipukul tukang esnya. Buat urang Sunda seperti saya, terdengar nong nong. Buat masyarakat lain terdengar dung dung. Entah pada suku bangsa lainnya. Mungkin terdengar nung nung atau dong dong atau tung tung.

Onomatope ada di hampir semua bahasa. Kalau Anda menonton iklan sebuah produk jamu, pasti familiar dengan kalimat, "Wes ewes ewes bablas angine." Wes ewes ewes juga termasuk onomatope dalam bahasa Jawa sebagai bunyi angin yang keluar dari perut. Buat penggemar sepakbola era milenial, istilah 'jebred' akrab di telinga. Kata itu juga peralihan dari bunyi yang dikeluarkan oleh kejadiannya: Menendang bola dengan sekuat tenaga.

Bahasa memang menjadi semakin kaya dan menarik dengan hadirnya Onomatope (istilah ini berasal dari Yunani). Anda pun boleh membuat kosakata baru dari bunyi-bunyian yang terdengar di sekitar.

"Embeeeee..." eh mohon maaf, Embe tetangga berbunyi. Urang Sunda menamakan kambing dengan kata Embe sesuai suara hewan itu ketika berteriak. Bagaimana dengan bahasa Anda?


#asyiknyabahasa