Hobi

Bulutangkis & Pemain Idola (Saya)

Senin, 27 Juni 2022, 08:13 WIB
Dibaca 632
Bulutangkis & Pemain Idola (Saya)
caption sama dengan judul narasi.

Sebagai pemain amatir bulutangkis (juara antar-RT/ antar-stasi, dan antar-kantor Kompas-Gramedia Grup), tentu saya punya pebulutangkis idola.

Siapa?

Dulu. Idola saya adalah pemain India, Jwala Gutta. Kini dara kelahiran tahun milenial ini : Tan. Sang dara pebulutangkis Malaysia. Yang pada Indonesia Masters 2022, tembus semifinal di sektor gada-perempuan.

Hadiah terbesar, berupa uang, pernah kami Tim Penerbitan Kompas-Gramedia menerima Rp 1.500.000 dari cabang bulutangkis. Tingkat RT, seingat saya, T-shirt dan sabun mandi. Lalu antar stasi, juga ada sedikit uang dan sertifikat.

Namun, di atas segalanya. Hakikat manusia adalah: homo ludens. Manusia yang (senang) akan permainan. Tertawa. Gembira. Yang penting pertemanan, gelak tawa, saling canda,. Juga ada gengsi di lapangan.

Kadang juga hanya "taruhan" Poccari. Tapi semua itu sudah lebih dari cukup. Mens sana in corpore sano.  Jiwa juga sehat pada raga yang sehat.

Kini di usia pensiunan. Saya pun masih rutin main bulutangkis. Apabila dirata-rata sejak aktif dan rutin bulutangkis 33 tahun yang lalu. Maka peluang menang ternyata lebih banyak 60 banding 40.

Hari Minggu kemarin 26 Juni 2022, misalnya. Saya main 6 gim. Tiga kali menang, 3 kali kalah. Saya masih bisa mengantongi 3 kaleng minuman.

Tentu bukan pada nilai hadiahnya. Akan tetapi, pada gengsinya. Sebab kalah atau menang, akan ramai dibahas di grup WA.

Bagi saya, bulutangkis adalah permainan yang paling sportif. Tidak memandang tinggi pendeknya pemain. Juga besar kecil badan tidak berpengaruh. Bukutangkis semata-mata permainan speed and power, kecerdasan, dan juga kreativitas. Dan bagaimana taktik melihat di mana kelebihan dan kekurangan lawan di lapangan.

Dan pernah satu minggu ketika raga sedang fresh dan memang permanen lagi bagus-bagusnya. Pernah satu tingkat kulkas saya penuh dengan minuman hasil main badminton di lapangan.

Olahraga, atau sport.  Ternyata bukan sekadar satu dimensi saja. 

Ia  multidimensi.

Homo ludens.