Bungkus Nasi Ayah
Ini bukan nasi bungkus biasa. Sebagaimana yang biasa ditemukan di Jakarta, atau kota lain di Nusantara.
Tapi ini nasi bungkus Dayak. Yang daun bungkusnya dari "doutn domatn", daun benaran, daun sejati, yang spesial untuk membungkus nasi.
Daun bungkus Dayak ini biasa ditemukan di hutan-hutan. Namun, belakangan saya lihat banyak ditanam di halaman rumah orang kaya di Jakarta, ataupun di perumahan elite di kota.
Orang Dayak menanamnya di samping, atau belakang rumah. Agar sewaktu-waktu, manakala diperlukan, mudah digunakan.
Begitulah!
Suatu hari. Di pagi yang dini, 28/5-2022. Saya akan ke kebun. Biasanya, dibekali. Ayahku yang kini usia 86 tahun, membekali ransum Ia sendiri membubgkus nasi untukku.
Diambilnya sendok nasi. Dibukanya rice cooker. Dispoon olehnya nasi yang sedang mengepul.
"Secukupnya untuk sekali makan, mang!" Kata saya. Namun, ayah yang baik hatinya menyendok banyak.
Jadilah sebungkus nasi Dayak yang kemasannya vabgik ini. Lagi harum aromanya oleh daun, yang menjadi lembut terkena panas, dan jadi lentur.
Menggunakan daun ini untuk membungkus, terbalik. Filosofi nya,belahan daun balik itu, bersih. Hanya perlu dilap saja, siap digunakan.
Ayahku memang terampil. Bukan hanya menganyam, tapi juga membungkus nasi. Suatu waktu, ada pesta. Ibu- ibu sibuk membungkus nasi. Ayahku nimbrung.
"Bungkus nasi Pak Sareb jauh lebih indah banding kita punya," celoteh para ibu.
Dan memang.
Ayahku banyak "ponau", keterampilannya.
Siang itu, saya menikmati nasi bungkus ayah. Caranya membuka, kita cekal sepertiga, atau separuh bungkus. Separuhnya, sepiring.
Jika ada sisa, nasi tetap dalam bungkusnya. Tahan lama. Tidak basi.
Dan harum aromanya.